Bentrok yang terjadi antara sopir angkot dan sopir ojek online di Jalan Jamin Ginting Simpang Pos. (16/1/2018)

medanToday.com, MEDAN – Kericuhan yang telah terjadi antar pengemudi ojek online dan sopir angkot dinilai sebagai kelalaian pemerintah pusat pada beberapa hari lalu di Simpang Pos Jalan Jamin Ginting, Jumat, (12/1/2018).

Pasalnya, pemerintah terkesan cuek dan tidak peduli menyamakan regulasi antara pengemudi dan sopir. Dan dari bentrok yang terjadi sopir angkot masih mempersoalkan soal legalitas pelat yang digunakan oleh pengemudi online.

Anggota Komisi D DPRD Medan, Salman Alfarisi mengatakan dari masalah yang terjadi pada sopir angkutan kota (angkot) sebenarnya mencari kesamaan dengan pengemudi online. Sebab sopir angkot menggunakan pelat kuning sementara kendaraan berbasis online bebas berkeliaran memakai pelat hitam.

“Masalahnya itu saja, mereka sopir angkot merasa tidak mendapatkan keadilan. Ini adalah salah pemerintah pusat yang terkesan membiarkan situasi terus begini,” kata Salman, Selasa (16/1/2018).

Tak hanya itu, Salman menambahkan hal ini terjadi dalam situasi ekonomi yang semakin sulit, sehingga masyarakat tak ada pilihan untuk berusaha agar tetap hidup dan bertahan. Hal inilah yang membuat kericuhan serta bentrok yang tidak semestinya terjadi.

“Hal ini karena pemerintah lepas tangan dan tak peduli. Mungkin pemerintah daerah sudah berulang kali meminta ke pemerintah pusat untuk mengambil sikap atas legalitas pengemudi online ini,” tutur Salman lagi.

Salman mengkhawatirkan potensi yang kian memburuk bisa saja terjadi kembali. Sebab, kondisi masyarakat sekarang dalam keadaan lapar.

“Jika pemerintah pusat masih saja cuek, saya rasa peluang benturan masih sangat mungkin terjadi,” kata Salman. (mtd/sti)