Djarot Syaiful Hidayat dan Sihar Sitorus saat berfoto dengan latar belakang Danau Toba, di pantai Pasir Putih Lumban Bulbul, Balige, Toba Samosir, Sumut. Dok

medanToday.com, JAKARTA – Calon Wakil Gubernur (Cawagub) Sumatera Utara (Sumut) Sihar Sitorus mengajak masyarakat di Sumut untuk menjaga keragaman hayati dan budaya yang ada di kawasan Danau Toba. Menurut calon nomor urut dua ini, keragaman tersebut merupakan penyempurna dari bentangan kaldera yang menjadi warisan dunia.

Calon yang maju mendampingi Djarot Saiful Hidayat tersebut melihat adanya suatu paradoks antara objek wisata kelas dunia dan jumlah wisatawan yg minim. Saat ini Danau Toba adalah kawasan eksotis yang mampu menarik beragam wisatawan. Namun menurut pebisnis multi-usaha tersebut, daya tarik sesungguhnya dari Danau Toba ada pada alam yang menghasilkan keragaman hayati dan mempengaruhi budaya yang menjadi keseharian masyarakat sekitar Danau Toba. Satu satunya danau yang memiliki keragaman budaya dalam satu kawasan menurut Sihar hanya Danau Toba. Termasuk keragaman hayati.

Uniknya banyak tanaman yang populasinya ada di sekitar Danau Toba yang menjadi keunikan Danau Toba. Contohnya kemenyan yang hanya dihasilkan beberapa kawasan di dunia, dan yang terbaik ada dari Danau Toba yakni dari dataran tinggi Humbang Hasundutan (Humbahas) dan sekitar kawasan dataran tinggi Tapanuli Utara (Taput) dan Toba Samosir (Tobasa).

“Ini harus kita lihat sebagai keunikan yang dijaga. Karena tanaman tersebut adalah tanaman purba yang ada di tanah leluhur. Istimewanya lagi, banyak masyarakat di sekitarnya yang menjadikan ini sebagai sektor ekonomi,” ujarnya, Senin (5/2/2018) di Jakarta.

Contoh lain yang dipaparkan Sihar adalah tanaman unik andaliman. Jenis jeruk dengan ukuran kecil menyerupai merica tersebut merupakan tanaman dengan habitat terbatas. Karena hanya tumbuh di kawasan Danau Toba. Keunikan ini juga dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar Danau Toba sebagai sumber perekonomian. Karena mempengaruhi pada daya konsumsi masyarakat yang juga masuk dalam bumbu makanan tradisional.

“Bahkan makanan tradisional masyarakat di kawasan Danau Toba tidak bisa lepas dari andaliman ini. Karena itu harus dilihat sebagai bagian dari keunikan Danau Toba. Jadi ketika berbicara Danau Toba bukan berbicara eksploitasi, melainkan eksplorasi,” jelasnya.

Sihar menambahkan, keunikan hayati adalah nilai jual tinggi, demikian juga dengan budaya. Contohnya dalam satu hamparan danau muncul beragam budaya. Ada Simalungun, Karo, Pakpak dan Toba. Keseluruhannya memiliki ikatan satu dengan yang lain dan dengan keberagaman yang indah. Contohnya banyak bahasa daerah dan pelaksanaan adat istiadat yang memperkaya kawasan Danau Toba ini.

“Jadi Danau Toba itu sesungguhnya sudah mempersatukan kita. Karena keberagaman yang ada di dalam dapat hidup secara berdampingan dan saling mempengaruhi. Contohnya masyarakat di dataran tinggi kawasan Danau Toba seperti kawasan Tanah Karo, Dairi dan Toba menjadi penghasil agro untuk tanaman holtikultura. Sementara di pinggir Danau Toba menjadi penghasil tanaman padi dan bawang. Jadi bisa diselaraskan,” katanya.

Jika dikaitkan dengan dunia pariwisata, menurut Sihar yang harus dilakukan adalah kolaborasi antara keragaman hayati dan budaya dalam satu panggung yang kita sebut Danau Toba. Dengan demikian maka kita bisa menjual atraksi pariwisata yang sangat mahal dan bernilai tinggi.

Karena itu, menurut Sihar investasi terbesar di kawasan Danau Toba adalah alam dan masyarakatnya. Sehingga harus dilakukan penjagaan dan pengembangan yang selaras agar mampu menjadi sektor perekonomian yang berkontribusi untuk masyarakat, daerah dan negara.

“Kalau semua bisa dikembangkan secara bersama-sama, tanpa harus merusak. Jaga, lestarikan dan kembangkan. Karena semakin dilestarikan maka akan semakin berharga,” paparnya.(mtd/ril)

===============