KPK Periksa Pengacara Kondang, HOTMA SITOMPUL

Hotma Sitompul. sumber: TEMPO/Dhemas Reviyanto

medanToday.com,JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa pengacara kondang, Hotma Sitompul, Selasa 29 November 2016 sore. Hotma diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) berbasis elektronik atau e-KTP di Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) tahun anggaran 2011-2012.

Keterangan Hotma digunakan penyidik untuk melengkapi berkas mantan Direktur Pengelola Informasi dan Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Dukcapil Kemdagri) Sugiharto yang telah berstatus tersangka.

Keluar ruang pemeriksaan sekitar pukul 15.00 WIB, Hotma mengaku dicecar penyidik terkait kapasitasnya sebagai pengacara Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri). Menurut Hotma, Kantor Hukum Hotma Sitompoel and Associates ditunjuk sebagai pengacara Kemdagri untuk menghadapi gugatan sejumlah perusahaan terhadap konsorsium Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) yang memenangkan lelang e-KTP

“Kan waktu konsorsium menang, ada yang keberatan. Itu saja,” kata Hotma usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (29/11).

Meski demikian, Hotma enggan membeberkan lebih jauh mengenai hal yang diketahuinya mengenai kasus ini. Termasuk adanya dugaan penggelembungan atau mark up dalam proyek tersebut dan merugikan keuangan negara hingga Rp 2,3 triliun. Sebagai pengacara, Hotma menegaskan berhak untuk tidak mengungkap hal-hal yang dilakukannya dalam membela Kemdagri.

“Mana boleh pekerjaan saya dibeberkan. Tidak boleh,” tegasnya.

Diketahui, saat menjadi Kuasa Hukum Kemdagri, Hotma sempat menyatakan, pengadaan barang dan jasa untuk proyek e-KTP telah sesuai peraturan berlaku. Nilai proyek sebesar Rp 5,9 triliun disebut Hotma berdasarkan harga perhitungan sendiri (HPS) yang telah di-review Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Hotma juga membantah tudingan adanya penggelembungan harga terkait proyek ini yang diadukan beberapa konsorsium ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Menurut Hotma, penggelembungan harga yang disampaikan Handika Honggowongso, selaku kuasa hukum Konsorsium Solusi (PT Lintas Lestari, Perum Peruri, dan PT Integrasi) serta Ketua Tim Teknis Konsorsium PT Telkom Noerman Taufik, sebagai fitnah yang mengganggu jalannya proyek pemerintah.

Handika sebelumnya menyebut ada dugaan penggelembungan biaya sampai Rp 1,4 triliun. Sebab, menurut dia, proyek senilai Rp 5,84 triliun itu semestinya hanya Rp 4,4 triliun. Sementara Noerman mengatakan, dalam perhitungan, angka riilnya Rp 1,1 triliun lebih rendah daripada Rp 5,84 triliun yang diajukan pemenang lelang yakni Konsorsium Perum PNRI.

Diketahui, KPK telah menetapkan mantan Direktur Pengelola Informasi dan Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Dukcapil Kemdagri) Sugiharto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP sejak April 2014 lalu.

Dalam pengembangan pengusutan kasus ini, KPK menetapkan mantan Dirjen Dukcapil yang juga mantan atasan Sugiharto, Irman sebagai tersangka. Irman diduga bersama-sama dengan Sugiharto telah melakukan tindakan melawan hukum dan menyalahgunakan kewenangan terkait proyek tersebut. Akibatnya keuangan negara ditaksir mengalami kerugian hingga Rp 2 triliun dari nilai proyek Rp 6 triliun.

KPK menyangka Irman dan Sugiharto melanggar Pasal 2 Ayat (1) subsider Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaiamana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. (mtd/min)

==========

 

 

 

 

 

sumber:beritasatu