medanToday.com, MEDAN – Pemindahan kewenangan pengelolaan SMU sederajat dari kabupaten/kota ke provinsi harus berdampak positif bagi dunia pendidikan.

Jangan sampai hal itu hanya sekedar pergantian wewenang, tanpa meminimalisir masalah yang pada akhirnya merugikan banyak pihak, termasuk peserta didik.

Hal itu dikatakan Ade Sandrawati Purba, Senin (25/09/2017) menanggapi temuan Ombudsman Perwakilan Sumut tentang adanya dugaan kecurangan dalam sistem penerimaan siswa baru dan “siswa siluman” di beberapa sekolah di Medan beberapa waktu lalu.

Menurutnya, Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara, dalam hal ini Dinas Pendidikan, harus bisa mememetakan masalah dan memperbaiki persoalan yang pernah ada, agar tidak berulang.

“Ini bukan isu pertama. Tahun-tahun sebelumnya juga pernah terjadi. Bahkan hal itu sudah menyeret beberapa nama yang terlibat dan bertanggungjawab atas apa yang pernah terjadi. Tapi sepertinya itu tidak ditindaklanjuti secara terbuka, sehingga kembali terulang,” kata Ade.

Bakal calon Gubernur Sumatera Utara ini mengatakan, pemindahan kewenangan pengelolaan itu seharusnya menjadi solusi.

Artinya, sambung Ade, kekurangan atau kelemahan pengelolaan yang dilakukan daerah tingkat II beberapa tahun lalu itu seharusnya bisa diperbaiki oleh provinsi.

Ade Sandra bersama anak-anak panti asuhan di kediamannya. (ist)

“Saya kira inilah satu fungsinya (pemindahaan kewenangan dan pengelolaan), agar pendidikan di Sumut ini berjalan lebih baik lagi,” ujar Ade.

Selama ini, sambungnya, kualitas pendidikan di Sumut cukup jauh tertinggal dibandingkan dengan daerah lain.

Makanya, perubahan ke arah yang lebih baik harus menjadi keniscayaan agar persoalan serupa tidak terus terulang.

“Kita jangan sampai jadi orang merugi. Dari hari ke hari, Sumut harus lebih baik lagi. Karena kewenangan itu pasti diikuti dengan regulasi atau payung hukum yang meng-cover kebijakan. Nah, regulasi sudah baik, seharusnya pengelolaan juga harus lebih baik,” ujarnya.

Ibu empat anak ini mengatakan, kewenangan dan sistem pengelolaan jangan sampai merugikan siswa. Makanya, wanita yang juga berprofesi sebagai advokad ini mengatakan bahwa realitanya saat ini malah menambah persoalan yang ada.

Pasalnya, siswa yang “disisipkan” itu malah menjadi korban sistem yang curang, sehingga mereka dicap sebagai “siswa siluman”.

“Bagaimana kondisi psikologis mereka? Bagaimana keabsahan dan keberadaan mereka dalam database? Lalu siapa yang bertanggungjawab? Okelah, sebagian mereka sudah dipindahkan ke sekolah swasta, lalu bagaimana dengan yang lain dan bagaimana juga setelahnya? Ini harus dituntaskan dan harus diperbaiki,” pungkasnya.

Sebelumnya, Ketua Ombudsman Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar mengatakan pengawasan dunia pendidikan harus dilakukan secara bersama oleh seluruh lapisan masyarakat. Hal itu akan menjadi penentu keberhasilan pemerintah dalam menjalankan layanan publik.

“Ombudsman Sumut sangat berkepentingan dalam mengawasi seluruh kegiatan instansi, lembaga maupun perseorangan yang dalam kegiatannya menggunakan anggaran dari negara untuk pelayanan publik,” katanya.

Abyadi menjelaskan, tanpa pengawasan intensif dari seluruh lapisan masyarakat maka layanan publik sangat rawan dipermainkan oleh oknum-oknum yang ingin mengambil keuntungan pribadi.

Secara khusus di Sumatera Utara hal ini terungkap dari mencuatnya kasus penerimaan siswa baru di luar jalur resmi di SMA Negeri 2 dan SMA Negeri 13 Medan. Ombudsman Sumut sendiri berhasil membongkar kasus tersebut berkat adanya pengaduan dari masyarakat.

“Jadi di situ kelihatan bahwa pengawasan bersama sangat memberi pengaruh besar bagi kita semua dalam mendapatkan layanan publik seperti dalam dunia pendidikan. Dan ombudsman selalu siap untuk menampung informasi dari masyarakat untuk ditindaklanjuti,” ujarnya.

Abyadi mengakui, harapan masyarakat terhadap Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara sangat tinggi sejak terbongkarnya kasus siswa sisipan pada 2 sekolah tersebut. Harapan tersebut yakni agar mereka juga mampu membongkar kemungkinan adanya praktik yang sama pada sekolah-sekolah negeri lainnya.

“Dalam hal inilah kami sangat membutuhkan adanya laporan dari masyarakat untuk menjadi data awal bagi kami. Kami berharap akan muncul laporan-laporan baru jika menemukan praktik yang sama pada sekolah lain,” pungkasnya. (mtd/san)

==========