Perambahan di Kawasan TNGL Ancam Populasi Satwa Liar Dilindungi

Penebang liar mengambil kayu dari Suaka Margasatwa Singkil lewat jalan ilegal yang dibangun dengan anggaran pemerintah | Foto: Paul Hilton/greenjournalist.net

MEDAN,MEDAN-TODAY.com – Populasi satwa liar dilindungi yang berada di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) terancam dengan aktivitas perambahan dan penebangan liar yang terjadi dikawasan tersebut.

Menurut Koalisi Penyelamatan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), dikawasan Taman Nasional ini, ada empat populasi hewan dilindungi yang hidup berdampingan, seperti, Badak Sumatera, Harimau Sumatera, Gajah Sumatera dan Orangutan Sumatera.

Pasalnya, daerah TNGL yang merupakan kawasan hutan tropis dataran rendah yang tersisa di Sumatera Utara (Sumut) merupakan kawasan yang disukai hewan dilindungi tersebut.

“Untuk populasi Orangutan saat ini ada sekitar 6.000an, Gajah Sumatera ada sekitar 500-an, Harimau Sumatera kurang lebih 100-an, dan Badak Sumatera saat ini mungkin tidak lebih dari 50-an. Data Badak Sumatera sangat kritis dan kami tidak bisa menjamin ada populasi badak lebih dari 50-an, yang artinya sangat terancam punah. Bahkan yang lainnya juga ikut akan terancam punah,” kata Juru Bicara Koalisi TNGL Panut Hadisiswoyo, kemarin.

Panut menambahkan, pihaknya akan terus melakukan upaya-upaya untuk melestarikan hewasn tersebut agar tidak punah dikarenakan perambahan hutan yang terjadi di Kawasan TNGL. Ia mengungkapkan, TNGL yang merupakan salah satu warisan dunia, telah dimasukkan ke dalam ‘Daftar Warisan Dunia dalam Bahaya’ oleh UNESCO World Heritage Committe pada tahun 2011 dan jika hingga tahun 2018 tidak mampu mengatasi permasalahannya, maka sangat mungkin akan dikeluarkan dari status warisan dunia tersebut.

“Jika itu sampai terjadi, maka menjadi catatan terburuk bagi Pemerintah RI karena tidak bisa menjaga kawasan TNGL yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia,” tuturnya.

“TNGL ini merupakan aset penting yang dapat menyangga kehidupan masyarakat Sumut dan Aceh, serta tempat hidup satwa langka. Jika tidak ditangani serius oleh pemerintah maka masalah ini semakin besar,” imbuh Panut.

Sementara itu, Didin dari Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) mengatakan, ada korelasi antara aktivitas perambah dengan kepunahan satwa liar dilindungi. Perambahan hutan yang terjadi di kawasan TNGL menyebabkan hewan terganggu dan masuk ke lahan warga yang berada di TNGL.

“Hewan yang dibanggakan dan dilindungi tersebut dianggap hama. Banyak hewan yang diracuni oleh warga. selain itu dampak ekologis sudah mulai muncul,” tandasnya.

Koalisi Penyelamatan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) ini terdiri dari tujuh yayasan lingkungan yang terdiri dari, Yayasan Orangutan Sumatera Lestari – Orangutan Information Center (YOSL-OIC), Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), Yayasan Leuser Internasional (YLI), The Veterinary Society for Sumatran Wildlife Conservation (Vesswic), Scorpion, Forum Konservasi Leuser (FKL) dan Lembaga Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA). (mtd/bwo)