“Sekali ini menang kita ketua, yakin kali awak…”
“Tenang aja ketua, anggota kita semua itu…”
“Masalah geleng itu ketua, bisa kita atur semua…”

Kalimat diatas adalah ucapan yang kerap terdengar menjelang pemilihan umum di Sumatera Utara. Apalagi saat masa-masa kampanye, tiba-tiba muncul ragam kelompok, mulai dari perkumpulan alumni Taman Kanak-kanak (TK), organisasi marga, hingga komunitas penjual sate yang berjanji bisa membuat martabak terbaik.

Ngecap sana ngecap sini, umbang sana umbang sini. Pokoknya kayak jualan kecap, semua jadi nomor satu. Semua bersuara nyaring kayak burung beo, mengikuti semua apa ucapan calon.

Tiba-tiba muncul orang-orang tersesat yang tak jelas arah. Yang meminta arahanlah, petunjuklah. Bahkan yang selama ini suka santai, tiba-tiba meminta perintah dari para kandidat.

“Siaapp..,perintah ketuaaaaaa !!!!”

Wahai…Para bapak-bapak calon gubernur, sesungguhnya disinilah benih-benih Tukang Olah tumbuh subur. Saat bapak-bapak mendeklrarasikan diri menjadi kandidat di kontestasi pilkada.

Tapi apalah awak, awak pun tak tahu kenapa bisa kayak gitu. Pokoknya kalau musim Pilkada kayak gini, proposal-proposal yang menjanjikan angin sorga pun asal diucapkan aja.

Pokoknya kalau ditanya “Bisa Ngerjai ini..?” Semuanya pasti bisa, gak ada yang gak bisa kalau udah olahannya jelas “angkanya”. Masalah hasilnya sesuai harapan atau tidak, itu urusan nanti, yang penting bisa.

“Aman itu ketua, yang penting ada uang jalannya”

Belum lagi kalau udah jumpa orang di kedai kopi, bermodalkan fotonya bareng anggota dewan yang baru dicetak di studio MariPro. Semua mengaku Ring satu, ring dua sampe ring sepuluh.

Yang paling gila,bermodalkan foto yang di editnya di Pajus itu, semua ngaku orang paling dekat dengan calon gubernur. Paling bisa memahami isi kepala calon yang diumbangnya, bahkan ketika si calon dan konsultannya pun memikirkan itu.

Seolah-olah itulah yang akan dilakukan calon. Pokoknya bongaklah ketua. Ya,tau sendirilah ketua, gak pala kukasi tahu disini. Sama-sama paham aja kita.

Itu pula yang jadi jualan tukang olah ini semua, biasanya pun mereka mikir “Makan apa kita besok ?” kalau udah masuk musim Pilkada, berubah jadi “Siapa yang kita makan besok ?”.

Apalagi kalau udah ada tugas dari calon yang dititip melalui tim sukses, pertanyaaan yang sering keluar, biasanya:

“Jelas gak ini..? Pokoknya kalau jelas cantik kita buat, jangan aku ko gilakkan. Gak jelas nanti pura-pura gilak pula kau”

Pokoknya gak ada kata menyerah untuk tukang olah,semangatnya pun gigih. Pantang mundur sebelum olahan ‘cair’.

Kalau tukang olah ketemu dengan tukang olah di kedai kopi. Mereka pun saling bertukar cerita soal seribu teknik termutahir dalam olah-mengolah. Kadang betul, kadang menyesatkan. Disini lagilah keluar kata-kata “Petunjuk” itu pula.

Di akhir pembicaraan pasti keluar kalimat ; “Gak usah kau dekat-dekat anak itu, kayu laut itu. Tukang Olah itu”. Di sinilah saat-saat, para tukang olah saling menggosipi sesama tukang olah lainnya.

Tapi ya pulalah, namanya juga pesta, PESTA DEMOKRASI. Yang namanya pesta pasti ada makannya, minumnya dan kemek-kemeknya. Kalau gak kayak gitu bukan pesta namanya. Jelas dia ketua.

Apalagi tembus pula proposal itu, kalau udah jumpa kawan untuk diajak memilih semua dibilangi. Di proposal sepuluh kegiatan, yang dilaksanakan Cuma satu aja.

Pertanggung jawabannya bermodalkan foto dari kiri, kanan, depan belakang, atas, sampai foto dari bawah tanah pun ada. Cemana mau dibuat, darimana diambil fotonya kalau cuma satu kegiatannya.

Kalau udah ngajak kawan untuk memilih biasanya rayuan maut ala tukang olah seperti ini :“Kau pilihlah nanti calon kita ini, Gak pengen rupanya kau ngopi kita di Pendopo Rumah Dinas Gubernur. Jelas ini ketua”

Banyaklah yang mau kubilangi disini. Tapi cemana mau dibuat, nanti lagilah kita lanjutkan. Datang pula ini kawan ketua, tukang olah juga.

Pokoknya yang pasti ketua, gak ada tukang olah yang rugi. Kalau udah pesta demokrasi ini, pestalah semua tukang olah itu…

===================