Presiden Joko Widodo mendapatkan penjelasan dari Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo saat bertemu 1.500 prajurit TNI di Aula Kartika, Tanjung Datuk, Kepulauan Natuna, Kepulauan Riau, Jumat (19/5/2017). (Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden)
Presiden Joko Widodo mendapatkan penjelasan dari Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo saat bertemu 1.500 prajurit TNI di Aula Kartika, Tanjung Datuk, Kepulauan Natuna, Kepulauan Riau, Jumat (19/5/2017). (Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden)

medanToday.com, JAKARTA – Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengaku siap mengabdi untuk negara setelah pensiun dari TNI pada Maret 2018.

“Saya sebagai prajurit, walaupun pensiun, manakala negara memanggil untuk mengabdi sekecil apa pun, saya siap mengabdi,” kata Gatot di Kompleks Istana Kepresidenan, Bogor, Selasa (5/12/2017).

Presiden Joko Widodo memilih Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai calon panglima TNI untuk menggantikan Gatot. Surat penunjukan Hadi sudah diajukan ke DPR.

Dalam surat itu juga dicantumkan pemberhentian secara hormat Gatot sebagai panglima TNI. Saat ditanya apakah termasuk mengabdi dalam dunia politik, Gatot juga tak mengelak.

“Apa pun yang diminta negara, apa pun saya berikan. Tidak akan saya menghindari itu,” lanjut Gatot.

Namun, saat ditanya lagi soal rencana maju dalam Pemilu Presiden 2019, termasuk peluang mendampingi Jokowi, Gatot belum mau menjawabnya.

Menohok

Gatot mengaku masih harus melihat perkembangan yang ada. “Saya katakan nanti sajalah kita lihat. Sekarang saya bagaimana perintah Pak Jokowi menyiapkan semuanya ini,” kata Gatot.

“Sekarang ini secara de facto de jure masih Panglima TNI. Masih punya kesempatan menyiapkan sehingga pada saat pergantian berjalan mulus semuanya karena itu yang harus dilakukan,” tambahnya.

Gatot mengaku akan lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga saat masa pensiunnya tiba.

Sebab, selama berkarir di dunia militer, Gatot mempunyai waktu yang sangat sedikit untuk bisa bersama-sama keluarga.

Gatot mengatakan, 7 kali operasi militer yang diikutinya selama menjadi prajurit, sangat menyita waktunya.

Dia juga tidak pernah mengambil cuti tahunan yang menjadi haknya sebagai prajurit. “Saya ini tidak pernah mengalami cuti tahunan selama saya mengabdi tahun 1982 sampai sekarang. Anak-anak saya tumbuh berkembang tanpa gendongan saya,” katanya.

Gatot pun merasa memiliki utang kepada keluarga, terutama para anak-anaknya yang kini sudah tumbuh besar dan berkeluarga.

Oleh karena itu, Gatot berniat membayar utang tersebut untuk menikmati masa pensiunnya.

“Saya membalasnya tidak bisa dengan anak saya, kan udah gede-gede, saya membalasnya dengan cucunya. Istilahnya cari muka lah sama anak, bagaimana sih dari anak-anak sampai dewasa bagaimana, saya kan enggak ngeliat,” ujar Gatot.

Gatot pun berkelakar bahwa dia tidak mau kalah dengan Presiden Joko Widodo. Di tengah kesibukannya sebagai Kepala Negara, Jokowi memang masih kerap menyempatkan bermain dengan cucu semata wayangnya, Jan Ethes.

“Ini kan saya enggak mau kalah sama Presiden,” ucap Gatot. Namun banyak pengamat yang yakin Gatot akan terjun ke politik setelah pensiun.

Pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie menilai penggantian Jenderal Gatot ke Marsekal Hadi adalah hal yang tepat.

Terutama terkait dengan visi poros maritim yang dicanangkan Presiden Jokowi. “Gatot banyak buang waktu tidak membangun kekuatan pertahanan sebagai poros maritim dunia yang dicanangkan sejak 2014. Contohnya tidak ada road map TNI mau dibawa ke mana,” kata Connie.

Penunjukan Hadi dari Angkatan Udara yang lebih dekat dengan kemajuan teknologi juga dinilai bagus.

“Saya berharap Pak Hadi punya visi outward lookingke depan,” ujar Connie.

Menurut Connie, salah satu alasan Jokowi memilih Hadi adalah karena kesamaan visi soal poros maritim. “Zaman modern ini, tidak bisa Angkatan Laut bergerak tanpa perlindungan Angkatan Udara,” ujarnya.

Dari segi waktu, pengajuan penggantian yang diajukan Jokowi pada Desember 2017 juga dinilai tepat.

“Tahun depan banyak pemilihan kepala daerah. Panglima baru butuh waktu untuk penyesuaian,” kata dia.

Menurut Connie, selama ini Jenderal Gatot terlalu berpolitik dengan semua yang dilakukannnya. Misalnya dari pernyataan, safari politik, dan sebagainya.

“Banyak hal di tentara yang harusnya dibereskan, tapi malah sibuk ke partai, orasi, dan lainnya. Hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan panglima aktif,” ujarnya.

Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia, Aditya Perdana, menambahkan pergantian ini bagus buat Gatot. Pasalnya Gatot akan punya banyak waktu untuk melanjutkan aktivitas politiknya.

“Artinya dia tetap menampilkan citra sebagai calon alternatif calon wakil presiden untuk 2019. Dia ingin jadi sosok alternatif dari kalangan militer dan yang pro terhadap kelompok Islam,” ujar Aditya.

Lembaga survei Indo Barometer merilis hasil survei untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, dua nama kuat yang jadi pendamping Presiden Joko Widodo ( Jokowi) adalah Agus Harimurti Yudhoyono ( AHY) dan Gatot.

AHY menjadi cawapres dengan elektabilitas paling tinggi dalam survei Indo Barometer, yakni 17,1 persen, disusul dengan Gatot Nurmantyo di angka 15,9 persen.

Satu hal yang membedakan, kata Aditya, adalah Gatot tidak bisa lagi mengunakan fasilitas sebagai Panglima TNI.

“Karena itu akan terputus. Kalau kemarin dia masih bisa memanfaatkan fasilitas dari tentara,” kata dia.

(mtd/min)