medanToday.com, JAKARTA – Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) berstatus siaga satu.

Hal ini terindikasi dari instruksi Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak kepada bawahannya agar stand by selama 24 jam untuk mengamankan target penerimaan pajak tahun 2017.

Kekhawatiran Ditjen Pajak memang sangat beralasan karena saat menghadap Presiden Joko Widodo awal pekan lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan realisasi penerimaan pajak hingga September 2017 baru sekitar 60% dari target yang sebesar Rp 1.283 triliun.

Dengan realisasi 60% dari target maka realisasi pajak baru mencapai Rp 770 triliun. Dengan begitu sampai akhir tahun yang sekitar 2,5 bulan lagi, masih ada kekurangan sekitar Rp 513 triliun pajak yang harus dikumpulkan.

Instruksi Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi ini keluar dan berlaku efektif pada 5 Oktober 2017 bernomor INS-05/PJ/2017 tentang pengamanan penerimaan Ditjen Pajak tahun 2017. Instruksi ini tertuju kepada 33 kepala kantor wilayah Ditjen Pajak di seluruh Indonesia.

Melalui instruksi ini, Ken memerintahkan semua kepala kanwil pajak melakukan tiga hal. Pertama, mengaktifkan selama 24 jam perangkat telepon genggam yang dilengkapi fitur panggilan video (video call) seperti Facetime, Whatsapp Video.

Kedua, terkait penggalian potensi penerimaan pajak, maka pemanggilan wajib pajak yang telah mengikuti program amnesti pajak hanya boleh dilakukan kepala kanwil pajak.

Ketiga, semua kepala kanwil harus melaksanakan instruksi ini dengan sebaik-baiknya.

Namun atas instruksi ini Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak Yon Arsal enggan menjelaskan maksudnya.

Sedangkan Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama hingga berita ini diturunkan tak merespon pesan singkat dan telepon dari KONTAN.

Tak akan tercapai

Atas instruksi ini Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menyatakan dukungannya. Sebab menurutnya dalam kondisi saat ini, maka para pejabat pajak membutuhkan jaringan koordinasi yang bagus. “Ini sudah tepat,” kata Hariyadi.

Ia juga mendukung jika pemanggilan peserta tax amnesty hanya dilakukan kepala kanwil pajak. Pasalnya, selama ini peserta amnesti pajak sudah mendapat jaminan tidak akan diotak-atik lagi.

“Kecuali memang ada hal yang mencurigakan, seperti sekarang ini sedang heboh ada WNI yang transfer dana miliaran dollar tahun 2015. Itu sangat luar biasa, kepala kanwil harus memastikan,” jelasnya.

Namun pengamat pajak Universitas Pelita Harapan (UPH) Ronny Boko melihat hal ini kurang manusiawi.

Dengan instruksi siaga, kepala kanwil dituntut bekerja 24 jam, padahal normalnya kemampuan kerja seseorang 8-10 jam. “Ini adalah bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM),” ujar Ronny.

Dengan sisa waktu yang ada Ditjen Pajak akan lebih mudah mengejar target dengan penegakan hukum terhadap wajib pajak yang membandel seperti gijzeling. Ditjen Pajak juga bisa mengeluarkan surat paksa sampai penyitaan.

Namun Roni tetap pesimistis target pajak tercapai. Mengingat tahun lalu dengan amnesti pajak saja, Ditjen Pajak tetap gagal mencapai target penerimaan.

Bahkan, shortfaall pajak tahun lalu sebesar Rp 249,22 triliun, naik dari 2015 yang Rp 233,42 triliun. Itu menjadi shortfall pajak terbesar sejak tahun 2013.

(mtd/min)