medanToday.com, MEDAN – Masih ingat fenomena game virtual CryptoKitties yang membuat lambat jaringan blockchain Ethereum pada Desember 2017 lalu?

Game yang dibesut oleh Axiom Zen itu memungkinkan pemain membeli kucing virtual, memeliharanya, memberinya makan dan menjualnya kepada pemain lain. Saking berjubelnya pengguna game itu, diibaratkan seperti arus lalul intas yang sedang macet. Kemacetan tersebut berdampak pada meningkatnya biaya yang harus digunakan untuk memindahkan ETH dari satu chain ke chain lainya. Yang mengakibatkan kerugian dan ketidaknyamanan bagi para pengguna.

“Skalabilitas sebuah blockchain merupakan permasalahan serius di bidang ini.Karena ketika masalah ini dapat dipecahkan secara cepat, mampu mengantarkan blockchain kepengguna yang lebih luas lagi. Beragam solusi ditawarkan para developer dan banyak simpul komunitas, seperti lighting network, shardingdan lain-lain. Skalabilitas penting untuk meningkatkan kapasitas transaksi di dalam blockchain dan meningkatkan jumlah aplikasi desentralistik (Decentralized App/DAppp),” kata Muwaffiqol Fahmi, Achain Community Manager untuk Indonesia, dalam acara Medan Blockchain Meetup, Sabtu (28/4/2018).

Achain, sebagai penyedia teknologi blockchain publik mengusung mekanisme konsensus RDPoS (Result-delegated Proof of Stake). RDPoS mengoptimalkan pembentukan simpul blok, termasuk mendelegasikan simpul tersebut di atas jaringan blockchain dan mengurangi waktu yang diperlukan untuk mencapai konsensus di antara para partisipan. Hal itulah yang memungkinkan peningkatan transaksi per detik (transaction per second/TPS) di blockchain Achain hingga 1000 TPS.

“Masih terkait masalah skalabilitas, Achain memiliki sebuah teknologi forking (forking-theory) yang dapat menyelesaikan permasalahan ini secara tuntas. Langkah ini adalah dengan membangun sebuah blockchain baru yang berbeda, tetapi berjalan paralel dengan chain utamanya, dan pada satu kesatuan sistem yang utuh. Ini yang disebut sub-chains yang akan meningkatkan performa dan membuat simulasi pembuatan aplikasi yang baru,” ujarnya.

Merlina, yang juga Community Manager untuk Indonesia mengatakan, keunggulan Achain lainnya adalah memudahkan developer membuat aplikasi dengan menggunakan fitur BaaS (Blockchain as a Services) sebagai platformnya. Bahkan, dengan fitur VEP alias Cross-Chain Communication, yang kelak dirilis pada kuartal ke-3 tahun 2018, blockchain Achain dapat berinteraksi langsung degan teknologi blockchain yang lain.

“Setidaknya dengan BaaS ini, developer bisa menghemat waktu untuk membuat aplikasi, karena beberapa fitur dasar sudah tersedia dan siap pakai. Ini tentu saja akan menciptakan nilai tambah bagi aplikasi yang dibuatnya,” demikian Merlina sembari mengungkapkan hingga saat ini sudah ada sekitar 20 DApp yang dibuat dengan Achain, seperti Pundix dan Vexanium.

Bagi Anda yang ingin tahu lebih lanjut apa itu Achain, silahkan bergabung diĀ Grup Telegram Achain Indonesia. (mtd/yud)

 

=========================================