Bukan Lulusan AKMIL, TNI AD : JR SARAGIH Terakhir Berpangkat Kapten, Bukan Kolonel

0
7048
JR Saragih menangis saat ditetapkan tidak lolos pilgub Sumut. (mtd:screen capture)

medanToday.com,JAKARTA – Kegagalan Jopinus Ramli Saragih yang dikenal JR Saragih menjadi calon gubernur Sumatera Utara berujung panjang. Polisi telah menetapkan mantan bupati Simalungun selama dua periode itu sebagai tersangka dugaan pemalsuan tanda tangan legalisir fotokopi ijazah oleh penyidik Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu) Provinsi Sumatera Utara.

Bukan hanya itu, kini pun beredar polemik soal pangkat terakhir JR Saragih di TNI AD sebelum ia memutuskan mundur dari insititusi militer tersebut. Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat mengklarifikasi soal pangkat pria yang kelahiran Medan pada 1968 itu.

“Memang benar bahwa Jopinus Ramli Saragih pernah berdinas sebagai prajurit TNI AD dengan pangkat terakhir Kapten CPM dan berdinas di Pomdam III/Slw sebagai Dansubdenpom Purwakarta, sebelum akhirnya mengakhiri dinas aktifnya pada tahun 2008 untuk beralih profesi dibidang yang lain,” demikian keterangan dari Dinas Penerangan TNI AD yang diterima, Sabtu (17/3).

Hal itu mengklarifikasi pemberitaan bahwa JR Saragih berpangkat kolonel sebelum ia memutuskan mundur dari militer guna menjadi pengusaha.

“Terkait informasi yang beredar bahwa JR Saragih berpangkat Kolonel, serta informasi-informasi lainnya yang berkembang, kita serahkan sepenuhnya kepada pihak Kepolisian yang saat ini tengah melakukan penyidikan terkait beberapa permasalahan yang terjadi, karena yang bersangkutan saat ini berstatus sebagai warga sipil,” demikian kelanjutan dari keterangan tersebut.

Dinas Penerangan TNI AD pun menerangkan bahwa berdasarkan catatan, dalam jalan kariernya menjadi prajurit TNI AD, JR Saragih menempuh pendidikan Sekolah Perwira Prajurit Karir TNI (Sepa PK TNI) yang diselenggarakan di dalam lingkungan Akademi Militer selama 1 tahun. Lama waktu pendidikan di Sepa PK TNI disebutkan berbeda dengan pendidikan Taruna Akademi Militer yang ditempuh selama 4 tahun. JR Saragih lulus dari pendidikan Sepa PK TNI pada tahun 1998 dan menyandang pangkat sebagai Letnan Dua CPM.

Belum ada konfirmasi dari pihak JR Saragih soal klarifikasi dari TNI AD perihal pangkat terakhirnya ini.

Polemik JR Saragih mencuat setelah dia tak ditetapkan menjadi cagub Sumut berpasangan dengan cawagub Ance Selian oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut karena dokumen yang tak lengkap yakni ijazah. Selanjutnya, JR Saragih menggugat ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumut dan permohonannya dikabulkan sebagian. JR Saragih diberi waktu hingga tujuh hari untuk memenuhi kelengkapan persyaratan kepada KPU.

Dan, pada 15 Maret lalu, KPU Sumut membacakan keputusan yang menyatakan pasangan JR Saragih-Ance Selian tetap tidak memenuhi syarat untuk menjadi calon gubernur-wakil gubernur Sumut.

Dalam putusan yang dibacakan Komisioner KPU Sumut, Benget Silitonga, pasangan JR-Ance dianggap tidak memenuhi syarat meskipun sudah menyerahkan Surat Keterangan Pengganti Ijazah (SKPI) sebagai pengganti ijazah JR Saragih yang hilang.

Legalisir ulang ijazah pendidikan JR Saragih merupakan perintah putusan Bawaslu Sumut dalam penyelesaian sengketa yang diajukan JR. Namun, kemudian JR Saragih justru melegalisir SKPI karena beralasan ijazah JR mendadak hilang.

Pada hari yang sama Penyidik Gakkumdu yang mengusut kasus pemalsuan JR Saragih menemukan bukti-bukti yang kuat bahwa legalisir ijazah yang diserahkan JR mendaftar sebagai cagub diduga kuat palsu.

Penetapan status JR sebagai tersangka disampaikan oleh Pengarah Gakkumdu yang juga Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumut Komisaris Besar Andi Ryan di Sentra Gakkumdu, Medan, Kamis (15/3).

“Berdasarkan gelar perkara yang dilaksanakan hari ini oleh Gakkumdu, saudara JRS (JR Saragih) ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan menggunakan surat palsu sebagaimana diatur dalam pasal 184 Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah,” kata Andi.

Atas penetapan tersangka pada JR Saragih, partai tempatnya bernaung, Demokrat saat itu menyatakan akan memberikan bantuan hukum dan melakukan praperadilan.

“Kami akan praperadilankan penetapan status tersangka yang tidak memenuhi prosedural hukum yang tepat,” ujar Sekretaris Jenderal Demokrat, Hinca Pandjaitan, Jumat (16/3).(mtd/min)

================