medanToday.com, MEDAN – Sejumlah guru di Kota Medan menyambut baik kebijakan Mendikbud Nadiem Anwar Makarim mengaktifkan belajar tatap muka meski pandemi belum berakhir. Belajar daring dianggap tidak efektif mendidik para murid.
Satu diantara pendukung kebijakan itu adalah guru SD di Perguruan Eria, Mukhlaini. Menurutnya, belajar online beberapa bulan ini tidak efektif terhadap perkembangan pendidikan siswa. Sebab, peserta didik tidak bisa diawasi secara langsung oleh gurunya, dan itu sangat berdampak kepada pembelajaran.
“Belajar online membuat para guru tidak bisa melihat apakah si anak sudah menguasai dan mengikuti materi yang diberikan,” kata guru di kelas tiga itu saat ditemui medanToday.com di kantornya Jalan SM Raja, Kecamatan Medan Kota, Selasa (15/12).
“Bisa aja orang tua yang mengerjakan latihannya. Jadi, memang tatap mukalah yang lebih baik,” tambahnya.
Di samping itu, para murid memiliki keterbatasan mengoperasionalkan telepon genggam dan tidak semua orang tua memiliki seluler cadangan. Sehingga waktu belajar anak-anak sering tertunda saat teleponnya dibawa orang tua bekerja.
“Gimana kita mau kasih pelajaran sementara telepon genggamnya dibawa orang tua ke tempat kerja,” sebutnya.
Mengatasi permasalahan itu, selama ini para guru memberi keleluasaan kepada orang tua untuk melaporkan hasil pekerjaan rumah setelah pulang kerja.
“Makanya kadang-kadang sampai malam kita tunggu PR yang dikerjakan murid,” katanya.
Sebenarnya Mukhlaini masih khawatir karena pandemi sampai saat ini belum berakhir. Namun, ia yakin jika tetap disiplin protokol kesehatan (Prokes) maka semuanya akan berjalan dengan baik.
“Belajar di rumah-pun anak-anak lebih sering keluar. Makanya lebih baik di sekolah dengan saling menjaga jarak di dalam dan luar kelas. Karena setiap kelas paling banyak 20 orang,” ujarnya.
Di sisi lain ia berharap pemerintah bisa menambah persediaan masker gratis dan tempat cuci tangan ketika proses belajar tatap muka mulai berjalan.
“Secara pribadi, kalau memang ingin memperketat antisipasi bisa juga menyediakan ambulance di sekolah. Jadi kalau ada sesuatu yang di luar kendali bisa segera ditangani,” harapnya.
Hal senada dikatakan Sri Wardhani. Guru SMK di Perguruan Eria itu mengatakan bahwa para guru merasa senang program belajar tatap muka kembali diberlakukan. Alasannya, selama belajar online guru tidak bisa menilai sikap anak secara objektif.
“Kalau tatap muka kita bisa melihat sampai di mana kemampuan anak dan bicara langsung dengan mereka,” katanya.
Sri juga membeberkan beberapa tantangan guru saat mengajar anak-anak secara online. Pertama, respon anak kurang menanggapi tugas melalui WhatsApp group yang disebabkan beragam faktor.
“Terlebih di masa pendemi ini banyak yang tidak ikut belajar karena ekonomi keluarganya minim. Bahkan ada yang jadi badut di jalanan untuk mencari uang. Meskipun itu di tingkat SD, tapi ini menjadi bukti bahwa belajar seperti ini kurang efektif,” jelasnya.
Berikutnya tantangan dari para guru yakni bagaimana menyajikan bahan pelajaran secara online. Contohnya dengan menyajikan video, tidak semua guru memiliki kemampuan IT untuk membuatnya.
“Artinya guru harus belajar lagi. Untungnya ada kebijakan dari kepala sekolah, bagi guru yang tidak mampu membuat video bisa menampilkan bahan pelajaran dalam bentuk power point,” katanya.
“Sebenarnya tidak jarang siswa mengeluh bosan belajar online ini. Makanya sudah banyak dari mereka minta belajar tatap muka,” tutupnya. (mtd/min)