Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito. (Ist)

medanToday.com – JAKARTA – Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito mengimbau kepada masyarakat yang hendak berunjuk rasa menolak Omnibus Law Cipta Kerja untuk tetap mematuhi protokol kesehatan. Karena aksi ini mendorong adanya kerumunan dan berpotensi menimbulkan klaster baru.

Pemerintah, katanya, sampai saat ini belum berencana menggunakan Undang-Undang Kekarantinaan dalam merespons aksi unjuk rasa tersebut. Untuk itu, bagi yang ingin melaksanakan hak-haknya dalam berdemokrasi tidak melupakan protokol kesehatan dengan tetap memakai masker dan menjaga jarak.

“Oleh karena itu, kami mendorong para pihak saat menyampaikan aspirasinya untuk mematuhi arahan dari pihak kepolisian selama kegiatan berlangsung,” kata Wiku menjawab pertanyaan media saat jumpa pers perkembangan penanganan Covid-19 di Kantor Presiden, Selasa (6/10) yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden.

“Klaster industri sudah banyak bermunculan dan berpotensi mengganggu kinerja pabrik, potensi serupa akan muncul dalam kegiatan berkerumun,” lanjutnya.

Selain itu, ia juga menanggapi pertanyaan media tentang penetapan harga Swab dan tes RT PCR seharga Rp900 ribu yang dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), telah mempertimbangkan berbagai macam komponen.

Diantaranya jasa pelayanan, komponen bahan habis pakai atau reagen, biaya administrasi dan beberapa komponen pendukung lainnya. Untuk masalah ketidak tersediaan reagen itu bisa ditanggulangi dengan perputaran pemasukan dan pengeluaran yang dipertimbangkan selama proses pembahasan standard harga itu.

“Diharapkan dengan pertimbangan standar harga tersebut dapat menanggulangi disparitas perbedaan harga di laboratorium secara nasional dan dapat mendorong masyarakat memeriksakan mandiri,” jelasnya.

Tentang penanganan narapidana positif Covid-19, Satgas Penanganan Covid-19 menyarankan pihak UPT Pemasyarakatan untuk mengikuti pedoman yang dikeluarkan Kemenkes dan Kementerian Hukum dan HAM.

“Jika terdapat UPT Pemasyarakatan yang tak mampu melakukan isolasi bagi narapidananya dan tidak ada rumah sakit rujukan terdekat, maka perlu dirujuk ke UPT Pemasyarakatan pelaksana isolasi mandiri terdekat,” ujar Wiku.

Untuk ruang isolasi mandiri berada di blok terpisah dari kompleks utama dan masih berada di dalam wilayah lapas tersebut. Di mengimbau UPT Pemasyarakatan untuk dapat mengoptimalkan klinik yang ada dalam di lembaga pemasyarakatan untuk mengecek kesehatan dan screening, baik kepada petugas dan tahanan. Selain itu higienitas harus selalu dijaga.

“Pihak UPT Pemasyarakatan diharapkan dapat melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah setempat dalam mencari solusi dan mengatasi penularan dalam lapas. Kami berharap lapas tidak muncul menjadi klaster baru di kemudian hari,” pungkasnya. (mtd/min)