medanToday.com, JAKARTA – Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai ketidakhadiran Ketua DPR Setya Novanto memenuhi panggilan pemeriksaan KPK sudah sangat keterlaluan.

“Absen empat kali untuk menjalani proses penegakan hukum yang merupakan kewajiban setiap warga negara merupakan contoh paling buruk dari sekian banyak contoh negatif DPR umumnya,” kata Lucius melalui pesan singkat, Rabu (15/11/2017).

Ia mengatakan, meski Novanto sudah menyodorkan alasan untuk membenarkan ketidakhadirannya, itu hanya dinilai publik sebagai pembenaran atau rasionalisasi.

Lucius menyatakan ketidakhadiran Novanto kali ini justru semakin membuat citra dirinya negatif di mata publik.

“Dia sesungguhnya bisa saja memutuskan berdasarkan kebajikan personalnya sebagai seorang pemimpin yang tak hanya melihat proses hukum semata-mata sebagai sesuatu yang prosedural, tetapi merupakan jalan utama dalam mencari keadilan,” papar Lucius.

“Kalau ke penegak hukum saja dia tak berani bertanggung jawab, bagaimana rakyat masih punya harapan bahwa wakilnya tersebut masih bisa dipercaya melakukan tugas dan fungsinya sebagai wakil rakyat,” lanjut Lucius.

Ketua DPR Setya Novanto tidak hadir pemeriksaan dalam kasus korupsi e-KTP.

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Febri Diansyah mengatakan, surat ketidakhadiran dikirim pengacara Novanto ke bagian persuratan KPK pagi ini.

Surat baru kami terima pagi di bagian persuratan KPK. Pihak pengacara SN mengirimkan pemberitahuan SN tidak bisa hadir,” kata Febri saat dikonfirmasi, Rabu (15/11/2017).

KPK sebelumnya kembali menetapkan Novanto sebagai tersangka kasus e-KTP pada Jumat lalu. Sebab, Ketua Umum Partai Golkar itu sebelumnya lolos dari status tersangka setelah memenangi gugatan praperadilan terhadap KPK.

Dalam kasus ini, Novanto bersama sejumlah pihak diduga menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi.

Adapun sejumlah pihak itu antara lain Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong, dua mantan Pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto.

Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar.

Diduga, akibat perbuatannya bersama sejumlah pihak tersebut, negara dirugikan Rp 2,3 triliun pada proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.

Pasal yang disangkakan terhadap Novanto yakni Pasal 2 ayat 1 Subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

(mtd/min)