“Kopi di Karo ini bukan untuk diminum tapi untuk bahan pembuatan mesiu dan cat rumah.” jawaban yang diterima Ramlan Meliala (47) dari orang-orang sekitarnya. Cerita merupakan pengalaman nyata yang diungkapkan Ramlan Meliala di rumahnya (22/6/18). Kisah ini terjadi pada di tahun 2012 silam.

Sebagai peminum kopi, Ramlan Meliala yang juga berprofesi sebagai guru sekolah ini sempat bertanya-tanya di dalam dirinya. Ia jengah melihat kebiasaan orang-orang setempat yang tak minum kopi hasil tanaman sendiri. Tetapi kerap meminum kopi yang didatangkan dari luar daerah. Padahal masyarakat setempat yang mayoritas petani ini rata-rata menanam pohon kopi.

Penasaran, ia tanya langsung ke beberapa orang dan memperoleh jawaban bahwa kopi tersebut bukan untuk minuman.Belum puas, ia pun mengamati lagi. Ditemukannya, pohon kopi cuma jadi tanaman pagar di perladangan masyarakat.

Tanaman pagar yang sengaja ditanam di pinggir lahan perladangan. Bisa berfungsi melindungi tanaman utama atau sekedar pembatas antar ladang. Dari sini, disimpulkannya ada kekeliruan persepsi mengenai kopi.

Dataran tinggi Kabupaten Karo terkenal kesuburan tanahnya. Kabupaten Karo terletak sekitar 67 kilometer arah selatan Medan, ibu kota Provinsi Sumatera Utara. Suhu udaranya sejuk antara 17-20 derajat Celsius. Terdapat gunung berapi Sibayak dan Sinabung di dataran tinggi (800-1.400 mdpl) Karo ini.

Kondisi geografis ini menguntungkan aktivitas pertanian seperti ditekuni masyarakat Karo sejak lama.Masa kejayaan komoditi pertanian Karo tercatat pada tahun 1950-an. Sayur-mayur sebagai komoditi andalan pada masa itu merambah pasar Singapura dan Malaysia. Belum ada catatan pasti volume ekspor produk holtikultura asal Karo. Namun, kegiatan ini sempat terhenti kisaran tahun 1962 s/d 1965 akibat politik konfrontasi Indonesia-Malaysia kala itu.

Di tahun 1966, situasi politik kembali stabil. Sayur-mayur asal Karo kembali membanjiri pasar Malaysia dan Singapura.Era keemasan ini, membuat kebanyakan petani Karo lalai akan mutu tanaman. Demi peningkatan volume ekspor, pupuk kimia dan pestisida mulai massif digunakan. Dampak belakangan, negara Singapura dan Malaysia menolak impor sayuran dari Karo dengan alasan kandungan residu kimia yang sangat tinggi. Ditambah lagi, produk sayuran asal China, Vietnam dan Thailand perlahan menggeser komoditi asal Karo. Akibatnya produk sayur-mayur Karo hanya beredar di pasar lokal dalam negeri.
Di akhir tahun 1980-an, petani Karo mulai beralih menanam pohon jeruk.

Buah jeruk varietas Siam madu lantas jadi komoditi unggulan. Bahkan ketika krisis moneter terjadi di tahun 1998, buah jeruk primadona petani Karo jadi penyelamat. Guncangan ekonomi yang menghantam daerah lain di Indonesia tak begitu berpengaruh di Karo. Jeruk sempat jadi ikon pertanian daerah pegunungan Karo.Perlahan tapi pasti, situasi berubah drastis. Perulangan terjadi. Penggunaan pupuk kimia dan pestisida berlebihan mendatangkan hama tanaman jeruk. Selain daun gugur dan batang pohon berlumut, lalat buah (fruit fly) adalah hama paling ganas bagi jeruk.

Sejak tahun 2005, hama lalat buah menyerang tanaman jeruk petani Karo.
Dari publikasi Ir. Barus, seorang peneliti pertanian, tahun 2010 luas tanaman jeruk di Kabupaten Karo seluas 10.000 Ha, dengan produktifitas 30.000 kg/Ha/Thn, harga jual rata-rata Rp. 5.000/kg sementara biaya produksi hanya sebesar Rp. 2.000/kg.

Semenjak mengganasnya serangan hama lalat buah setiap tahunnya luasan tanaman jeruk yang dipelihara semakin berkurang sampai tahun 2016 ini yang bertahan hanya sekitar 20% saja dan yang masih bertahan dengan produksi 10.000 s/d 15.000 kg/Ha/ Thn dan harga jual rata-rata masih seputaran Rp. 5.000/kg. Itu pun dengan biaya produksi yang sangat tinggi (Rp. 4.000/ kg) untuk mengatasi serangan hama tersebut.

Dari data tersebut,perputaran uang di tingkat petani jeruk hilang sekitar Rp. 1,15 T setiap tahunnya. Kondisi ini mempengaruhi kelesuan ekonomi di daerah ini. Tanaman jeruk Karo drastis anjlok dari primadona ke momok menakutkan. Ibarat memelihara anak harimau yang siap menerkam tuannya. Masih menurut Ir. Usaha Barus, sebahagian besar petani jeruk mulai beralih menanam tanaman kopi Arabica di sela-sela tanaman jeruk yang sudah meranggas.Namun, kejayaan tanaman jeruk belum bisa ditandingi oleh tanaman kopi ini.

Kopi: Penggerak Ekonomi Baru

Gambaran pasang surut pertanian Karo, tak luput dari perhatian sekaligus latar belakang dari seorang Ramlan Meliala menanam kopi.“Saya lihat meski terjadi dampak perubahan lingkungan, hama penyakit tanaman ditambah lagi erupsi gunung Sinabung hanya tanaman kopi yang bertahan,” ungkapnya.

Ramlan yang juga aktif sebagai relawan penanganan paska bencana Sinabung banyak melihat pohon kopi masih tegak berdiri di antara tanaman lain yang meranggas terkena debu vulkanik. Hal ini menguatkan tekadnya menjadikan kopi sebagai penggerak ekonomi pertanian baru.

Tahun 2012, Ramlan mulai menanam pohon kopi jenis Arabika-Sigararutang. Ia menanam sekitar 700 batang di lahan sendiri (ketinggian 1200 mdpl.) yang terletak di desa Bunuraya, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo.

Masih berselimut ragu, di tahun 2014, Ramlan memperkenalkan hasil panen kopi masih sebatas teman-teman di lingkungan terdekat. “Masih ragu, biji kopi saya kirim lagi ke seorang teman, petani kopi berpengalaman, di Bener Meriah (Aceh-red.),” ungkap Ramlan.

Dari sini, Ramlan dapat informasi baru mengenai klasifikasi level biji kopi. Menurut temannya, biji kopi yang dihasilkan Ramlan tergolong berkualitas sangat baik, yaitu specialty. Ramlan Meliala mulai percaya diri memasarkan biji kopi miliknya.

Media sosial dipilih sebagai sarana promosi. Di akun pribadi, ia publikasikan proses tanam, perawatan, pemetikan, penjemuran, roasting (sangrai) sampai penggilingan biji kopi. Satu-persatu, ia cicil membeli peralatan olah biji kopi. Seiring sejalan, produk kopi miliknya mulai dilirik konsumen terutama dari luar daerah Karo. Menyikapi permintaan bubuk kopi semakin tinggi, Ramlan Meliala merasa perlu membuat merek dagang. “Kopi Pak RM Berastagi” adalah merek yang dipilih.

Nama ini dipilih berdasarkan inisial Ramlan yang dipakai di sekolah tempat ia mengajar, yaitu ‘Pak RM’. ‘Berastagi’ sendiri adalah nama sebuah kota destinasi wisata di Sumatera Utara.“Awalnya, konsumen saya adalah alumni satu kampus dan mantan murid di sekolah yang rata-rata bermukim di luar kota. Mereka penasaran dengan produk kopi saya,” ujar Ramlan.

Untuk memenuhi pesanan dari luar kota ini, Ramlan harus menggunakan jasa pengiriman barang terpercaya. Ramlan tak mau sembarangan sebab kualitas kesegaran bubuk kopi harus dijaga saat sampai di tangan konsumen. Ramlan sering menggunakan jasa JNE Express selain sesekali perusahaan pengiriman milik BUMN.

“Beberapa konsumen dari luar kota, seperti dari Bogor misalnya, minta agar saya mengirimkan pesanan lewat JNE. Ini soal kepercayaan dan pengalaman,” jelas Ramlan.

Harapan Pak RM & Penyelenggara Jasa Logistik Mengenai jasa pengiriman logistik, Ramlan Meliala alias Pak RM punya kenangan khusus tersendiri. Kenangan membahagiakan sekaligus motivasi besar kepada dirinya untuk menekuni pertanian dan bisnis kopi.

Bermula di tahun 2016 lalu, seorang teman sejawat tetiba menghubunginya perihal kegiatan ‘Kontes Kopi Specialty Indonesia’ diselenggarakan Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) pada 21-23 Oktober 2016 di Takengon (Aceh Tengah).

Ramlan berminat mengikuti kontes tersebut padahal rentang batas waktu pengiriman sampel biji kopi tinggal tiga minggu lagi. “Sebelum dikonteskan, sampel biji kopi harus dikirim dulu ke Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (PUSLITKOKA) di kota Jember (Jawa Timur-red). Saat itu, saya sedikit bingung mengingat keterbatasan waktu mempersiapkan sampel biji kopi,” kenang Ramlan.

Namun menurutnya, kontes ini penting diikuti semacam ujian penentuan langkah serius ke depan.Meski dengan persiapan terburu-buru, Ramlan Meliala berhasil mengirim sampel biji kopi miliknya ke PUSLITKOKA Jember.

Sekali lagi, peran penyelenggara jasa pengiriman menjadi vital di sini sebab sampel biji kopi harus dijaga kondisi dan kesegarannya. Masih sama, Ramlan Meliala memilih JNE Express sebagai jasa pengiriman. Dari kota Kabanjahe (ibukota Kabupaten Karo), Ramlan mengirim sampel biji kopi.

Hasilnya, ia berhak mengikuti ‘Kontes Kopi Specialty Indonesia’ di Takengon, biji kopi miliknya berhasil meraih skor final 84,75. Skor yang diperoleh ini berarti biji kopi produksi Ramlan termasuk berkualitas specialty.

Sebagai pemula di dunia kopi, Ramlan sangat puas dan bahagia bukan main kala itu. Saking bahagianya, sampai hari ini sertifikat penghargaan dari kontes ini bangga dipajang di dinding rumah produksi Kopi Pak RM Berastagi beralamat di Jl. Mariam Ginting, Gg. Murai No. 9, Gung Negeri, Kabanjahe, Kabupaten Karo.

Pengalaman ini memacu motivasi diri Ramlan Meliala untuk tetap konsisten memroduksi kopi hingga kini. Ramlan Meliala menganggap penting keberadaan jasa pengiriman logistik dalam pengembangan usaha kopi miliknya. Seperti telah disinggung, kualitas bubuk kopi wajib terjaga hingga tiba di tangan konsumen.

“Berbicara kopi adalah berbicara tentang rasa, kualitas rasa kopi tak bisa ditawar-tawar lagi,” ujar Ramlan berfilosofi.

Biji kopi milik Ramlan tergolong single origin, yaitu biji kopi yang hanya diproduksi di satu wilayah/lahan pertanian saja. Khusus jasa pengiriman logistik JNE Express, Ramlan Meliala menceritakan,

“Beberapa bulan lalu, sekitar Februari, JNE mengundang kita (pelaku UKM-red.) hadir pada acara peluncuran program memasarkan produk usaha kecil dan menengah.”

Menurut Ramlan, program seperti ini sangat bermanfaat bagi dirinya dan pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) lainnya. Program dari JNE Express bukan hanya menyediakan good packing (pengemasan prima) dan biaya murah pengiriman tapi juga menyediakan pasar online buat produk lokal-unggulan UKM.

Ramlan Meliala terus berusaha agar kopi menjadi komoditi unggulan Kabupaten Karo. Untuk mewujudkannya, Ramlan tak segan berbagi informasi dan pengetahuan dengan para petani Karo lainnya. Ia pun rajin mengikuti berbagai kontes kopi agar kopi Karo semakin dikenal. Konsolidasi dan penggalangan organisasi terkait pertanian, pemasaran dan industri pengolahan kopi ia geluti.

Memang kopi sebagai komodi unggulan pilihan masuk akal merespon trauma kegagalan tanaman jeruk. Lagipula, kualitas kopi Karo sudah diakui para penikmat dan ahli kopi.
Ke depannya, Ramlan Meliala alias Pak RM berharap komoditi kopi dapat menjadi oleh-oleh khas pegunungan Karo. Bahkan di bungkusan bubuk Kopi Pak RM Berastagi, Ramlan menambahkan kalimat “Oleh-oleh khas Karo”. Menurutnya, ekosistem bisnis kopi berpotensi besar mendorong kebangkitan ekonomi lokal.

“Bayangkan, mulai dari pembibitan, petani, tenaga lepas, pengolahan biji kopi, roaster, distribusi dan pengiriman, pekerja kreatif, barista, kedai kopi, dll.,” ungkap Ramlan Meliala.

====================