Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) mengelar workshop tentang pengentasan kemiskinan di seluruh provinsi di Indonesia di Hotel Santika, Jalan Kapten Maulana Lubis, Medan, Rabu (20/9/2017).

medanToday.com, MEDAN – Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) mengelar workshop tentang pengentasan kemiskinan di seluruh provinsi di Indonesia di Hotel Santika, Jalan Kapten Maulana Lubis, Rabu (2/9/2017).

Kegiatan tersebut dihadiri lima gubernur dan tiga wakil gubernur diantaranya, Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi, Gubernur Sulsel juga Ketua Umum APPSI Syahrul Yasin Limpo, Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, Gubernur Jatim Soekarwo, Gubernur Sulteng Longki Djanggola, Wakil Gubernur Riau Thamrin Hasyim, Wakil Gubernur Maluku Zeth Sahuburua dan Wakil Gubernur NTT Benny Alexander Litelnoni.

Pada workshop tersebut, APPSI mengkritisi efektivitas dana desa yang dinilai belum maksimal dalam pengentasan kemiskinan.

Menurut Ketua APPSI Syahrul Yasin Limpo pemanfaatan dana desa lebih banyak dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur, sementara untuk pengentasan kemiskinan masih minim.

Padahal, seharusnya dana desa yang mencapai Rp 61 triliun lebih itu dapat menjadi solusi dalam mengatasi kemiskinan yang masih dihadapi seluruh daerah di Indonesia.

“Saya pikir, dana Rp 61 triliun lebih itu gak boleh kita biarkan seperti sekarang. Saya liat ada (pembangunan) pedestrian di pinggir pantai. Memang betul pertanggungjawabannya, tapi manfaatnya apa? (untuk pengentasan kemiskinan),”kata Syahrul ketika membuka Workshop APPSI di Hotel Santika Premiere Dyandra Medan, Rabu (20/9/2017).

Syahrul menjelaskan, dari dana desa yang nominalnya Rp1 miliar per desa itu, seharusnya 20-30 persennya dapat digunakan untuk pengentasan kemiskinan melalui program-program pemberdayaan masyarakat.

Dengan begitu, selain pembangunan fisik, dana desa tersebut juga menghasilkan pendapatan untuk meningkatkan taraf perekonomian masyarakat setempat.

“Jadi, Rp61 triliun itu bisa dirumuskan 20-30 persennya menjadi hal-hal yang produktif di desa. Dari Rp1 miliar, ada Rp200-300 juta, gubernur bisa mengarahkan,” ujarnya.

Ia mencontohkan, di Sulsel, pihaknya mengalokasikan dana sebesar Rp78 miliar untuk bibit jagung. Dari modal tersebut, diperoleh hasil hingga Rp3,4 triliun.

Contoh lainnya Syahrul melanjutkan, pihaknya mengalokasikan dana sebesar Rp100 miliar yang digunakan untuk pengadaan bibit rumput laut. Setelah bibit rumput laut itu ditanam selama 45 hari, hasilnya mencapai Rp4,2 triliun.

“Selama ini, kita dapat Rp44 triliun dari sektor pertanian,” ungkap Syahrul.

Ia pun yakin, jika pemanfaatan dana desa untuk program pemberdayaan masyarakat desa akan sangat berdampak terhadap pengentasan kemiskinan di daerahnya.

Seiring usaha-usaha yang dikembangkan oleh masyarakat desa itu sendiri, perekonomian masyarakat desa akhirnya meningkat.

Lebih lanjut Syahrul mengatakan, pemanfaatan dana desa untuk pemberdayaan masyarakat perlu disertai peningkatan peran dan tanggung jawab kelembagaan.

Apakah pengelolaannya menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, atau bahkan pemerintah desa sendiri.

faktor lainnya yang tak kalah penting menurutnya, diperlukan juga pemetaan sektor apa saja yang bisa dikembangkan melalui program pemberdayaan tersebut. Seperti halnya sektor yang memang sudah menjadi ciri khas masyarakat setempat.

“Harus yang akrab dengan masyarakat, seperti (pengembangan) pisang, ayam kampung, rumput laut, ikan laut, dan lain sebagainya,” pungkas Syahrul.

(MTD/BWO)