Ilustrasi Mahasiswa. (sumber:internet)

medanToday.com,MEDAN – Rangkaian Webinar Literasi Digital di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara kembali bergulir. Pada Senin, 19 Juli 2021 pukul 09.00 hingga 12.00, telah dilangsungkan Webinar bertajuk “Bangun Masyarakat Digital Berbudaya Indonesia”.

Pada webinar yang menyasar target segmen mahasiswa dan masyarakat umum, dihadiri oleh sekitar 292 peserta daring ini, hadir dan memberikan materinya secara virtual, para narasumber yang berkompeten dalam bidangnya, yakni Dr. Gushevinalti, M.Si, Dosen Ilmu Komunikasi dan Penggiat Literasi Digital; Dr. Lintang Ratri Rahmiaji, S.Sos., M.Si, Dosen Ilmu Komunikasi Undip, Japelidi; Muhammad Rahmat Hidayat, S.E., M.M, Dosen Universitas Teuku Umar dan Pegiat Komunitas Kitabaca; dan Simon Patar Rizki Manalu, S.E., M.Sp, Akademisi dan Dosen Universitas Tjut Nyak Dhien

Pada Sesi pertama, Dr. Gushevinalti, M.Si menyampaikan pengguna memiliki kuasa dan peran penting membangun sistem kewargaan digital melalui kompetensi teknis dan berpikir kritis dalam bermedia sosial.

Giliran pembicara kedua, Dr. Lintang Ratri Rahmiaji, S.Sos., M.Si mengatakan fear of missing out atau fomo, yang merupakan ketakutan seseorang yang merasa tertinggal dari yang lain atau ketertinggalan hal-hal seru. Mereka akan risau karena belum membuka sosial media seperti Instagram dan lainnya.

Tampil sebagai pembicara ketiga, Muhammad Rahmat Hidayat, S.E., M.M menjelaskan indikator tingkat literasi saat ini mengalami perubahan. Yang dimana terdapat empat tingkat literasi Indonesia. pertama, kemampuan seseorang mengakses ilmu pengetahuan melalui buku. Kedua, kemampuan memahami apa yang tersirat dari yang tersurat.

“Ketiga, kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan baru, kreativitas, inovasi dan menganalisis informasi dan menulis buku. Yang terakhir, kemampuan menciptakan barang atau jasa yang bermutu yang bisa dipakai dalam kompetisi global,” ungkapnya.

Pembicara keempat, Simon Patar Rizki Manalu, S.E., M.Sp menuturkan sejarah hoax pertama yang berhasil dicatat sejarah ditemui pada tahun 1661. Dan istilah hoaks muncul pertama kali sekitar tahun 1808 dan merupakan istilah dari bahasa inggris. Yang dimaksud dengan hoax adalah informasi yang direkayasa untuk menutupi informasi sebenarnya, informasi yang sengaja disesatkan tetapi dijual sebagai kebenaran, pemutarbalikan fakta menggunakan informasi, tindakan mengaburkan informasi yang sebenarnya, informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi seolah-olah benar dan informasi yang tidak berdasarkan kenyataan tetapi tersaji seolah-olah fakta yang sesuai kenyataan.

Afini Putri Rahmatika selaku Key Opinion Leader menyampaikan jangan mudah percaya dengan berita yang beredar. Tidak semua orang bisa kita percaya, tidak semua hal dapat kita bagikan kepada orang lain.

Para peserta mengikuti dengan antusias seluruh materi yang disampaikan dalam webinar ini, terlihat dari banyaknya tanggapan dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada para narasumber. Seperti Rina Dwi Kurniawati yang bertanya bagaimana cara mengatur pola desain yang harus diterapkan dalam memberikan pemahaman literasi digital yang baik untuk masyarakat berkebutuhan khusus? Narasumber Dr. Lintang Ratri Rahmiaji, S.Sos., M.Si menanggapi dapat dimulai dengan memberikan penjelasan mengenai penggunaan internet yang dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan banyak orang yang dimana komentar yang diberikan dapat berupa komentar positif maupun negative. Membekali mereka mengenai kesiapan menghadapi dunia luar tentang cyber bullying.

=========================