Keluarga bomber tiga gereja Surabaya. (Foto: Dok. Polda Jatim)

medanToday.com,SURABAYA – Ahmad Faiz Zainuddin, berbagi kisah soal sosok Dita Oepriarto, pelaku peledakan bom Gereja Santa Maria Tak Bercela di Surabaya pada Minggu (13/5). Ahmad mengaku mengenal Dita sejak SMA, hampir 30 tahun yang lalu, meski tidak akrab dan tidak pernah bertemu di sekolah.

“Ya, beliau (Dita Oepriarto) adalah kakak kelas saya di SMA N 5 Surabaya, beliau angkatan 1991 sedangkan saya 1995,” ujar Ahmad Faiz saat seperti dikutip dari laman kumparan (kumparan.com).

Ahmad Faiz menyebut, dirinya tak mengenal secara dalam sosok Dita. Hanya saja keduanya pernah beberapa kali mengikuti pengajian bersama saat Ahmad Faiz masih duduk di bangku SMA dan kuliah. Dita cukup populer di kalangan Rohis SMA N 5 Surabaya, karena dia pernah menjadi ketua Rohis.

“Saya tidak pernah kenal dengan dia. Hanya saja, saya pernah ikut di pengajian semacam yang dia ikuti. Sepertinya Dita ini terus bertransformasi pindah ke pengajian yang lebih ekstrem lagi,” lanjut Ahmad Faiz.

Ahmad Faiz menyebut, berdasarkan cerita teman-temannya, Dita menolak untuk ikut acara upacara bendera. Sebab menurutnya hormat kepada bendera adalah perbuatan syirik.

“Dia menolak ikut upacara bendera karena menganggap hormat bendera adalah syirik, ikut bernyanyi lagu kebangsaan adalah bid’ah dan pemerintah Indonesia ini adalah thoghut,” ujar Pria alumni Fakultas Ekonomi UNAIR ini.

Akibat dari menolak untuk mengikuti upacara bendera, Dita disebut kerap mendapat panggilan dari guru BK (Bimbingan Konseling). Dia juga mendapat cerita ini dari para senior yang juga anggota Rohis.

“Memang dia dipanggil guru BK untuk diajak diskusi, tapi kalau sebuah ideologi sudah tertancap kuat, seribu nasihat tidak akan masuk ke hati. Dan akhirnya pihak sekolah menyerah, toh dia tidak bertindak anarkis, bahkan terkenal cerdas, lemah lembut, dan baik hati,” kata Ahmad Faiz.

Ledakan bom di Gereja Surabaya (Foto: Antara/HO/HUMAS PEMKOT)

Ahmad Faiz menyebut dirinya tak kaget saat mendengar pemberitaan yang mengatakan bahwa Dita menjadi pelaku peledakan bom bunuh diri di Gereja Santa Maria Tak Bercela.

“Saya sedih sekali akhirnya ini benar-benar terjadi, tapi saya sebenarnya tidak terlalu kaget ketika akhirnya dia meledakkan diri bersama keluarganya sebagai puncak jihad dia, karena benih-benih ekstremisme itu telah ditanam sejak 30 tahun lalu,” ujar Ahmad Faiz.

BACA JUGA:

INDONESIA DARURAT TERORIS

Dia menyebut, sehari-hari Dita dikenal sebagai sosok yang supel dan ramah. “Almarhum sangat supel dan ramah. Bahkan sebelum terjadi peledakan beliau sempat salat Subuh di masjid dan menyapa tetangganya,” tuturnya.

Dalam aksi pengeboman di 3 gereja di Surabaya pad Minggu (13/5), Dita melibatkan istri dan keempat anaknya untuk melakukan aksi bom bunuh diri. Mereka tewas di lokasi setelah bom yang disematkan di tubuh mereka meledak.(mtd/min)

==================