medanToday.com, JAKARTA – Indonesia menandatangani Memorandum Of Understanding (MoU) join resurvei fase kedua hidografik Selat Malaka dan Singapura. Penandatanganan ini dilakukan saat pertemuan Cooperative Forum ke-10, Project Coordination ke-10, dan Tripartite Technical Expert Group ke-42 yang diselenggarakan pada 2-6 Oktober 2017 di Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia.

MoU dimaksud ditandatangani oleh Direktur Kenavigasian, I Nyoman Sukayadnya selaku Head of Delegation (HoD) Indonesia, Chief Executive Maritime and Port Authority of Singapore Andrew Tan, Kepala Pusat Hidrografi dan Oseanografi Indonesia, Laksamana Muda Dr. Harjo Susmoro, Presiden Malacca Strait Council Jepang Tatsuhiko Miyazaki dan Direktur Jenderal Kelautan Malaysia, Dato ‘Hj. Baharin Bin Dato ‘Abdul Hamid.

Fase kedua merupakan kelanjutan dari fase pertama, yang mencakup area dari Traffic Separation Scheme (TSS) di Selat Malaka dan Selat Singapura dengan kedalaman lebih dari 30 meter.

“Data yang diperoleh dari survei ini akan digunakan untuk menghasilkan pemetaan laut dengan skala besar untuk navigasi yang aman dan perencanaan pelayaran yang lebih baik di Selat Malaka dan Selat Singapura sebagai salah satu selat tersibuk di dunia,” ujar Nyoman dalam keterangan resminya, Kamis (5/10/2017).

Lebih lanjut, menurut Nyoman hal tersebut juga merupakan peran aktif Indonesia dalam forum Internasional baik bilateral, regional maupun multilateral khususnya di bidang keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim sebagai salah satu upaya mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Penandatanganan MoU tersebut merupakan bagian dari pertemuan tahunan yang rutin diselenggarakan antara Indonesia, Malaysia dan Singapura guna membahas isu keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim di Selat Malaka dan Singapura.

Nyoman bilang, rangkaian pertemuan tersebut tidak hanya dihadiri oleh Indonesia, Malaysia dan Singapura namun juga akan dihadiri oleh negara pengguna selat, Organisasi Internasional Publik dan private.

Lebih lanjut, Nyoman menyebutkan bahwa Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, memberikan perhatian lebih pada isu maritim, seperti keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim, khususnya di Selat Malaka dan Singapura.

“Dukungan langsung Pemerintah Indonesia, salah satunya, terlihat pada kebijakan Indonesia melaksanakan kegiatan pemanduan di Selat Malaka dan Singapura, yang saat ini PT. Pelabuhan Indonesia I telah beroperasi secara resmi menyediakan Voluntary Pilotage Services (Pemanduan Luar Biasa) di Selat Malaka dan Singapura,” ujar Nyoman.

Selain itu, pada forum CF tersebut juga diselenggarakan serah terima pengelolaan Aids To Navigation Funds dari Pemerintah Singapura kepada Pemerintah Malaysia yang selanjutnya akan mengelola dana ANF selama 3 tahun kedepan (2018-2020).

Pada kesempatan tersebut, Nyoman mengapresiasi semangat para anggota delegasi Indonesia dalam memperjuangkan kepentingan Indonesia di forum tersebut.

“Dalam forum tersebut, Indonesia memaparkan tentang perkembangan 2 project di bawah koordinasi Indonesia yang salah satunya adalah Strait Project 5,” ujar Nyoman.

Strait Project 5 merupakan salah satu project di bawah cooperative mechanism yang bertujuan untuk merawat dan memelihara Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) sepanjang Traffic Separation Scheme (TSS).

“Indonesia menyampaikan hasil inspeksi terhadap 51 SBNP penting di TSS yang telah dilaksanakan pada tahun 2016 serta melaporkan program rencana pemeliharaan SBNP untuk tahun 2017,” kata Nyoman.

Selanjutnya, Pemerintah Indonesia juga menyampaikan usulan-usulan baru untuk perkembangan keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim dengan mengajukan usulan langkah-langkah peningkatan perlindungan lingkungan maritim di Selat Malaka dan Singapura, standar akreditasi bunker supplier, Assesment teknis penetapan sistem rute kapal, Peningkatan kualitas data peta laut di Selat Malaka dan Singapura dan laporan penyelesaian pembangunan Vessel Traffic Service tahap 2 di Selat Malaka dan Singapura.

Sebagai informasi, pertemuan Cooperative Forum ke-10, Project Coordination ke-10, dan Tripartite Technical Expert Group ke-42 dibuka oleh wakil Menteri Transportasi Malaysia Y.B Datuk Abd Aziz Kaprawi dan juga dihadiri oleh 3 negara pantai (Malaysia, Indonesia, Singapura) dan negara user straits seperti Jepang, China, India dan representatif dari organisasi internasional IMO, BIMCO, INTERTANKO, ICS, MSC Japan, Nippon Foundation, dan kalangan akademisi seperti MIMA Malaysia, serta stakeholders dan pelaku bisnis maritim dunia lainnya dengan total jumlah delegasi mencapai 170 orang.

Adapun susunan Delegasi Indonesia terdiri dari perwakilan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Biro Kerjasama Setjen Kementerian Perhubungan, Pusat Hidrografi dan Oseanografi, Tentara Nasional Indonesia serta perwakilan dari Kementerian Luar Negeri, Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, Pelabuhan Indonesia I dan PT Biro Klasifikasi Indonesia.

(mtd/min)