Surya Anta Ginting. (Suara.com/Tyo)

medanToday.com,JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut enam aktivis Papua dengan pidana penjara selama 1 tahun 5 bulan. Jaksa menilai keenam terdakwa terbukti melanggar Pasal 106 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau mengenai makar.

Enam aktivis Papua itu yakni Surya Anta Ginting, Charles Kossay, Dano Tabuni, Isay Wenda, Ambrosius Mulait, dan Arina Elopere.

“Masing-masing dituntut pidana penjara selama 1 tahun 5 bulan,” ujar Kuasa Hukum Nelson Nikodemus Simamora melalui siaran persnya, Jum’at (3/4) malam.

Persidangan dengan agenda tuntutan tersebut dilaksanakan secara virtual atau teleconference pada Jum’at (3/4). Nelson menjelaskan terdakwa tetap beracara di Rumah Tahanan Negara (Rutan), sementara Majelis Hakim, JPU dan Kuasa Hukum hadir di persidangan.

Nelson sempat protes terhadap Majelis Hakim yang tidak memberikan kesempatan pihak kuasa hukum untuk membacakan keterangan ahli secara tertulis sebagaimana kesepakatan dalam persidangan sebelumnya. Hakim, kata dia, memutuskan agar pembacaan keterangan ahli secara tertulis itu dibacakan pada saat agenda duplik kuasa hukum terdakwa.

Ia menjelaskan bahwa ahli tidak bisa hadir langsung di persidangan karena wabah virus corona (Covid-19).

“Hal ini jelas merugikan hak terdakwa untuk mengusahakan dan mengajukan saksi-saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya sebagaimana pasal 65 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),” tandasnya.

Persidangan akan dilanjutkan dengan pembacaan nota pembelaan atau pleidoi dari pihak kuasa hukum para terdakwa pada Senin (13/4) mendatang.

“Serta pembacaan keterangan ahli dari Penasihat Hukum terdakwa diberikan kesempatan pada saat pengajuan duplik secara tertulis,” lanjut dia.

Sebelumnya, keenam aktivis Papua ini ditetapkan sebagai tersangka pada 30-31 Agustus 2019 dengan tuduhan makar dan didakwa Pasal 106 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 110 ayat 1 KUHP karena menyampaikan pendapat di muka umum atau unjuk rasa pada tanggal 28 Agustus 2019 di seberang Istana Negara.

Unjuk rasa tersebut mengusung tema “Mahasiswa Anti Rasisme, Kapitalisme, Kolonialisme dan Militerisme Menolak segala bentuk Diskriminasi terhadap Orang Papua”, yang merupakan tindak lanjut dari ucapan rasis terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur.

====================