medanToday.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan Wali Kota Pasuruan Setiyono terkait kasus suap proyek dan pengadaan di lingkungan Pemkot Pasuruan. Penangkapan Wali Kota Setiyono yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka ini menambah daftar kepala daerah tersangkut tindak pidana korupsi di KPK.
KPK mencatat sejak 2012 terdapat puluhan kepala daerah tersandung kasus tindak pidana korupsi. 34 di antara kepala daerah itu tersandung kasus suap dan terkena operasi tangkap tangan KPK.
“Sejak tahun 2012, hingga tangkap tangan terhadap Wali Kota Pasuruan kemarin, KPK telah melakukan OTT terhadap 34 kepala daerah dengan beragam modus. Namun semua kepala daerah ini ditangkap dalam kasus suap,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Senin (8/10).
Febri mengatakan, modus yang paling menonjol adalah penerimaan uang sebagai imbalan proyek. Menurut dia, modus ini ada hampir di semua kasus yang menjerat kepala daerah.
“Namun ada beberapa yang menerima uang terkait perizinan, pengisian jabatan di daerah dan pengurusan anggaran otonomi khusus,” ujarnya.
Menurut dia, praktek korupsi dalam bentuk suap merusak proses demokrasi lokal termasuk Pilkada Serentak, yang diharapkan dapat menghasilkan pemimpin bersih dan merakyat. Febri menjelaskan biaya politik yang tinggi saat pemilihan diduga menjadi salah satu faktor terjadinya korupsi.
“Dalam OTT para kepala daerah ini, terdapat beberapa pelaku yang mengumpulkan uang untuk tujuan pencalonan kembali, dan pengumpulan mantan tim sukses untuk mengelola proyek di daerah tersebut,” kata dia.
Untuk itu, KPK mendesak penguatan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) secara struktural. Pemerintah pun diminta segera membuat regulasi baru mengenai struktur pengawas internal agar tidak dikendalikan oleh kepala daerah.
“APIP yang lebih independen dapat memetakan siapa saja pemegang proyek yang berulang kali menjadi pemenang tender di daerah, melakukan review sejak awal proses penganggaran, pengadaan hingga memfasilitasi keluhan dari masyarakat tentang adanya penyimpangan di sektor tertentu. Butuh perhatian lebih dari Presiden dan DPR untuk menyusun aturan setingkat UU ini,” tutur Febri.
Sebelumnya, KPK menetapkan Wali Kota Pasuruan Setiyono sebagai tersangka suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Pasuruan, Jawa Timur.
Selain Setiyono, KPK juga menjerat pelaksana harian Kadis Pekerjaan Umum (PU) Kota Pasuruan Dwi Fitri Nurcahya, Staf Kelurahan Purutrejo Wahyu Tri Hardianto, dan pihak swasta bernama Muhamad Baqir.
Setiyono diduga menerima hadiah atau janji sekitar 10 persen dari proyek belanja modal gedung dan bangunan pengembangan Pusat Layanan Usaha Terpadu-Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM) pada Dinas Koperasi dan Usaha Mikro di Pemkot Pasuruan dengan sumber dana APBD Tahun Anggaran 2018.
Diduga proyek di Pasuruan diatur oleh Wali Kota Setiyono melalui tiga orang dekatnya yang disebut trio kwek kwek. Dalam proyek PLUT-KUMKM, Wali Kota Setiyono mendapat komitmen fee sebesar 10 persen dari nilai HPS yakni Rp 2.297.464.000, ditambah 1 persen atau sekitar Rp 20 juta untuk Pokja. (mtd/min)
======================