Badan POM Masih Menunggu Hasil Uji Klinis Vaksin Covid-19

0
147
Juru Bicara Pemerintah Covid-19, dr. Reisa Broto Asmoro bersama Kepala Badan POM, Penny Lukito memberikan keterangan pers mengenai tahapan perizinan dan regulasi vaksin Covid-19, di Jakarta, Kamis, 17 Desember 2020. Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) tengah menunggu hasil uji klinik yang dilakukan untuk selanjutnaya memastikan Keamanan dan Kemanjuran sebelum diedarkan. (DOK. KPCPEN)

medanToday.com, JAKARTA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) saat ini masih menunggu hasil uji klinis vaksin Covid-19. Pengujian yang dilakukan tim peneliti di Bandung dan Universitas Padjadjaran bertujuan agar vaksin memiliki standar penggunaan.

Kepala Badan POM Dr. Ir. Penny K. Lukito, MCP menyampaikan, pihaknya sedang melakukan observasi. Hasil dari proses tersebut akan melihat aspek keamanan dan efektivitas vaksin Covid-19.

“Periodenya 1 bulan, 3 bulan, dan 6 bulan. Nah, hasil evaluasi itu yang menjadi dasar kita menentukan Emergency Use Authorization (EUA). Untuk EUA efikasi boleh cukup 50 persen dan vaksin 70 persen,” katanya dalam keterangan pers juru bicara pemerintah dengan tema ‘Badan POM Pastikan Keamanan Vaksin Sebelum Diedarkan’ yang disiarkan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) pada Kamis (17/12).

Menentukan keamanan dan efektivitasnya, Badan POM mengikuti standar dan regulasi yang sudah menjadi komitmen bersama. Tentu referensinya adalah organisasi kesehatan WHO dan juga regulator negara lain seperti FDA (Food and Drug Administration) yang proses evaluasinya berkualitas sama baiknya seperti di Indonesia.

“Itulah kenapa Badan POM melakukan inspeksi bersama MUI untuk audit halal, Bio Farma dan Kementerian Kesehatan ke Cina. Kalau di aspek mutu sudah memenuhi cara produksi obat yang baik. Alhamdulillah, hingga saat ini tidak ada efek samping yang kritikal,” ucapnya.

Lebih lanjut Penny mengatakan, dari aspek keamanan, vaksin Covid-19 sudah baik. Sekarang aspek efektivitas yang masih ditunggu.

“Jadi dianalisa melalui pengambilan sampel darah dan pengujian di laboratorium. Dari situ kita melihat seberapa besar vaksin memberikan efektivitas terhadap peningkatan antibodi. Ada standarnya, kenapa harus mencapai angka efektivitas tertentu, sehingga bisa dikatakan vaksin itu efektif dari segi meningkatkan antibodi, kemudian kemampuannya untuk menetralisir virus yang masuk ke badan kita,” kata Penny.

EUA oleh Badan POM juga diukur melalui penyuntikan subjek (relawan) yang kedua kalinya. “Setelah subjek kembali ke masyarakat, biasanya proses evaluasi dihitung dalam waktu 3 dan 6 bulan, dengan memperhatikan apakah ada kasus yang terjadi. Kalau untuk EUA, kita bisa lihat dalam waktu 3 bulan. Tapi bisa jadi juga kalau pandeminya sudah tidak terlalu intensif seperti di Cina, itu biasanya akan lebih lama lagi periode evaluasinya,” ungkapnya.

Izin penggunaan darurat di masa pandemi bukan pertama kali dilakukan. “Selama krisis pandemi ini sudah ada beberapa obat yang kita berikan izin penggunaan darurat seperti antigen: Favipiravir dan Remdesivir. Obat ini untuk kondisi pasien yang ringan sampai sedang dan Remdesivir untuk pasien berat,” jelas Penny.

Penny menyakini pemerintah tetap berkomitmen memberikan vaksin yang aman, berkhasiat dan bermutu kepada masyarakat. Ke depannya, izin penggunaan akan diterbitkan untuk menyakinkan masyarakat agar mau menerima vaksin Covid-19.

“Dengan demikian, kita memang harus menunggu dulu sehingga bisa mendapatkan data yang cukup dan Badan POM hanya akan memberikan EUA apabila memang data yang dikaitkan dengan keamanan, mutu dan khasiat sudah cukup lengkap. Kami tentunya akan menganalisanya bersama para ahli,” tutupnya. (mtd/min)