medanToday.com,MEDAN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dituding tidak profesional saat menghadirkan barang bukti yang dinilai direkayasa terkait kasus suap uang ketok eks Gubernur Sumut Gatot Pujonugroho yang menjerat 64 anggota DPRD Sumut.
Ini diketahui dari Rinto Maha Kuasa hukum eks anggota DPRD Sumut saat mencecar Randiman Tarigan dan Ali Nafiah yang dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan dengan terdakwa Rahmianna, Syafrida Fitrie, Washington Pane, Restu Kurniawan, Jhon Hugo Silalahi
“Ini surat berita acara penyitaannya di antar ke kantor penyidik bukan dalam dua kali penggeledahan. Saya pernah cecar Randiman (Tarigan) dan Ali Nafiah. Barang bukti diteken di depan penyidik,” kata Rinto dalam Forum Diskusi virtual yang diselenggarakan Lazzaro Law Firm, Kamis (10/2/2021).
Forum diskusi ini juga menghadirkan Pakar Hukum Pidana UKI Dr Mompang L Panggabean, advokat Patrice Rio Capela, dan advokat Rinto Maha.
Rinto menuding kalau barang bukti kerta HVS dibuat Alinafiah berdasarkan perintah Randiman ditandatangani di depan penyidik KPK dengan registrasi BB 76.1 s/d 76.87.
Anehnya, barang bukti ini kemudian diantarkan oleh Randiman dan Alinafiah pada 5 November 2015 ke kantor KPK yang beralamat di Jalan HR Rasuna Sait Kav C-1 Jakarta Selatan.
Padahal surat perintah penyidikan (sprindik) dan perintah penyitaan ditandatangani tanggal 3 November 2015. Ini berarti ada rentang dua hari setelah penyitaan dilakukan barulah barang bukti itu diantar oleh Ali Nafiah, kata Rinto.
Hal ini diketahui dalam serah terima barang bukti ditandatangani oleh Ali Nafiah di Jakarta 5 November 2015. Sedangkan penyidik KPK yang menerima barang bukti adalah HN Christian dengan bubuhan tanda tangannya.
Dalam berita acara itu telah disita surat atau dokumen berupa lima lembar print out legalisir catatan Ali Nafiah terkait pemberian DPRD Periode 2009-2014 (dengan tanda tangan asli dari Randiman dan Ali Nafiah) yang didalamnya terdapat tulisan tangan tinda biru diantarannya tertulis dan terbaca anggota dewan.
Tapi pada kenyataan bukti itu hanyalah sebuah kertas catatan. Dia heran pengakuan sepihak Alinafiah yang hanya berdasarkan kertas ‘benggol’ itu kok bisa jadi bukti hingga membuat 64 orang menjadi tersangka.
“Jadi barang bukti ini tidak orisinil lagi. Barang bukti ditanda tangani di depan penyidik langsung. Saya tanya kepada Ali siapa yang menyuruh saudara meneken itu? Penyidik katanya. Catatan ini jadi pedoman seperti layaknya dari BPKP,” kata Rinto Maha sambil memperlihatkan surat berita acara penyitaan barang bukti itu.
Bahkan saat itu dia bertanya kepada saksi apa bukti kalau para tersangka menerima uang suap yang telah diberikan. Saksi Alinafiah hanya menunjukkan kertas itu dan ada ceklist bahwa mereka telah menerima uang, tidak ada tanda tangan penerima.
“Jadi itu bisa kita lihat pengangakuan sepihak dia (Alinafiah). Pengakuain sepihak model catatan seperti ini. Jadi 64 yang sekarang jadi terpidana gara-gara catatan ini loh. Yang lain itu semua bukti-bukti tidak signifikan mendakwa mereka,” kata Rinto.
Sementara itu Prof Andi Hamzah pakar hukum pidana Universitas Trisakti mengaku terkejut dengan fakta-fakta ini. Dia menyampaikan semua fakta itu harus dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK dan para terpidana yang sudah dihukum dianjurkan untuk menempuh jalur Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).
“Fakta-fakta (bukti rekayasa) ini harus dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK. Mereka sudah dipidana itu dapat diajukan PK ke Mahkamah Agung orang yang sudah dihukum ini,” katanya.
Dia juga menyoroti mereka yang jadi pengepul dan pemberi suap DPRD Sumut tak satupun dijadikan sebagai tersangka.
“Untuk mereka memberi suap itu dilaporkan lagi ke KPK tembusan ke Badan Pengawas. Masih panjang ini untuk dilaporkan ke KPK. Kalau KPK tidak mau dengar diajukan ke Jaksa Agung,” kata Andi Hamzah.
=========================