Wei Chai; Wenlei Zhang; Guifeng Jia; Miao Cui; Lifeng Cui/CC BY-SA 4.0 An X-ray showing a womans displaced IUD in her bladder. The red arrow points to the IUD in the bladder, while the white arrow points to a second IUD inserted in the uterus
Wei Chai; Wenlei Zhang; Guifeng Jia; Miao Cui; Lifeng Cui/CC BY-SA 4.0 An X-ray showing a womans displaced IUD in her bladder. The red arrow points to the IUD in the bladder, while the white arrow points to a second IUD inserted in the uterus

medanToday.com – Memilih alat kontrasepsi bagi wanita bisa jadi sangat membingungkan. Pasalnya, tidak ada alat kontrasepsi yang pasti cocok dipakai semua wanita.

Ada satu alat kontrasepsi yang dainggap paling efektif dan aman untuk jangka panjang, yaitu IUD (Intra Unterine Device).

Cara pencegahan kehamilan dengan IUD sendiri adalah dengan “menanam” perangkat berbentuk T ke dalam rahim. Perangkat ini menghalangi jalannya sperma.

Meski dianggap aman, kasus tentang IUD di China baru-baru ini merupakan sebuah pengecualian.

Seorang wanita berusia 26 tahun di Changchun, China memeriksakan diri ke dokter karena masalah di kandung kemihnya.

Ia merasa frekuensi buang air kecilnya meningkat. Bahkan sering disertai dengan darah.

Tak hanya itu, ia juga mengalami rasa sakit di perutnya.

Pasien tersebut menyebutkan bahwa ia mengalami gejala ini selama lima tahun terakhir dan perawatan sebelumnya sama sekali tidak membantu.

Ternyata wanita tersebut pernah memasang kontrasepsi IUD pada 6 tahun yang lalu.

Saat masih menggunakan IUD, ia hamil dan melahirkan secara caesar. Kasus ini jarang, tapi bisa terjadi.

Pada saat operasi caesar, sebetulnya sudah ada keanehan yang diamati oleh para dokter. Mereka tidak menemukan perangkat IUD dalam rahim wanita tersebut.

Sayangnya, hal ini tidak dianggap penting oleh para dokternya. Mereka berpikir mungkin saja IUD-nya tertanam di dinding rahim.

Maka, setelah proses operasi caesar, para dokter memasang satu lagi perangkat IUD ke dalam rahim wanita tersebut.

Setelah ia melaporkan keluhan di kandung kemihnya, dokter di rumah sakit pertama Jilin University kemudian melakukan rontgen pada panggul wanita tersebut.

Sesuatu yang mengejutkan kemudian terlihat, IUD yang “hilang” tampak.

Dari hasil sinar X, terlihat bahwa wanita tersebut memiliki dua IUD. Satu yang baru saja dimasukkan ke dalam rahimnya pasca operasi caesar dan satu lagi telah “bermigrasi” ke kandung kemihnya.

“Sejauh yang kami tahu, migrasi IUD ke dalam kandung kemih, yang menyebabkan gejala kencing kronis jarang terjadi,” tulis peneliti dalam laporan yang dipublikasikan dalam jurnal Medicine pada Oktober 2017.

Umumnya, perangkat ini sangat aman. Kurang dari 1 persen wanita yang menggunakan alat ini hamil setiap tahunnya menurut Planned Parenthood.

Tapi dalam kasus yang jarang terjadi, IUD dapat menyebabkan masalah serius termasuk “perforasi” rahim, yang berarti IUD menembus dinding rahim.

Kasus tersebut hanya terjadi 1 dibanding 1000 wanita yang menggunakan IUD.

“Begitu IUD melubangi rahim, ia bisa bergerak bebas ke banyak tempat, termasuk rongga perut atau rongga pelvis (tempat kandung kemih),” tulis para peneliti dalam laporannya dikutip dari Livescience, Jumat (20/10/2017).

Dalam kasus wanita tersebut, IUD melubangi rahim, masuk ke rongga panggul, dan melubangi kandung kemih.

Perforasi kandung kemih bisa sembuh tanpa pengobatan namun akan menimbulkan gejala kencing kronis.

Maka, wanita tersebut harus mengambil prosedur untuk mengeluarkan IUD dari kandung kemihnya agar tidak mengalami komplikasi, tulis peneliti dalam laporan tersebut.

Meski jarang terjadi, “migrasi” IUD ke kandung kemih pernah dilaporkan sebelumnya.

Pada 2016, di Yunani tercatat ada 40 kasus serupa yang dilaporkan dalam 10 tahun terakhir.

Pada kasus wanita di Chang chun, China ini, kontraksi rahim akibat kehamilan dapat menybabkan IUD melubangi rahim dan berpindah ke daerah lain, tulis peneliti.

Peneliti menganjurkan, IUD yang hilang harus diperhatikan dan segera ditangani untuk menghindari komplikasi lebih lanjut.

(mtd/min)