medanToday.com, MEDAN – Awan hitam menyelimuti ratusan orang yang duduk didepan gedung berwarna putih yang terletak di dalam kampus bernama Universitas Sumatera Utara (USU).
Hembusan angin kencang menerpa Sang Merah Putih yang berkibar diujung tiang. Tepat pukul 15.00 Wib, dua diantara ratusan orang dengan Almamater hijau mulai mendekati sebuah tiang yang berdiri tegak.
Dua pria itu perlahan menurunkan Bendera Sang Merah Putih hingga setengah tiang.
“Ini adalah bentuk rasa duka kami kepada saudara kami Nuel,” teriak ratusan orang yang berada pelataran Biro Rektor USU, Selasa (24/10/2017).
Penurunan bendera sang Merah Putih dilakukan oleh Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam PEMA USU.
Aksi tersebut merupakan bentuk protes terhadap praktik refresif yang dilakukan oleh oknum sekuriti USU kepada Imanuel Silaban, mahasiswa Jurusan Ilmu Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya USU stambuk 2010.
Sebelumnya diberitakan, belakangan pihak USU menyebutkan bahwa Imanuel Silaban sudah di drop out (DO) dari kampus. Namun isu ini dianggap sebagai celah untuk mengesampingkan penculikan dan penganiayaan terhadap Imanuel.
“Walau Imanuel katanya di DO, tapi kita bukan bicara itu. Kita bicara soal penganiayaan. Dan soal masalah itu (DO), Imanuel sedang memperjuangkan perkuliahannya,” kata Yosua.
Beredar kabar jika mahasiswa akan melakukan aksi lanjutan ke gedung Rektorat. Mereka meminta pertanggungjawaban kampus mengenai masalah ini.
Menurut Pengamat Ilmu Budaya, Ahmad Arief Tarigan, pendidikan termasuk ekosistem dimana saling terhubung satu sama lain, termasuk juga pemerintah dan masyarakat didalamnya. Apabila kekerasan terjadi dan menjadi gejala umum di sebuah Universitas, semestinya karakternya problem solving atau menyelesaikan masalah tidak dengan cara kekerasan fisik.
“Kita berada di atmosfer akademik, harusnya permasalahan antara satpam dan mahasiswa ini kita cari apa yang menjadi akar masalahnya.Jangan mempersalahkan siapa yang salah kepada siapa. Mari selesaikan secara akademik” ucapnya.(mtd/non)
==========