medanToday.com, JAKARTA – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengirim surat kepada DPRD DKI Jakarta pada 22 November 2017.
Isinya menarik surat Gubernur DKI Jakarta yang dikirim pada masa pemerintahan Djarot Saiful Hidayat.
Surat tersebut terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Berdasarkan surat yang diperoleh Kompas.com, Selasa (5/12/2017), surat Anies ditujukan kepada Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi. Berikut ini adalah isi surat yang dikirim Anies ke DPRD DKI Jakarta itu:
“Sehubungan dengan surat Gubernur Provinsi DKI Jakarta tanggal 6 Oktober 2017 Nomor 2054/-1.794.2 hal Permohonan Penetapan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTR KS Pantura Jakarta) dan Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) dan memperhatikan surat Ketua DPRD DKI tanggal 23 Oktober 2017 Nomor 1038/-1.794.2 hal Pembahasan DPRD DKI Jakarta terhadap syarat Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 2054/-1.794 tanggal 6 Oktober 2017, dengan hormat kami sampaikan hal-hal berikut :
1. Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud akan kami pelajari dan akan dilakukan pengkajian secara menyeluruh; dan
2. Melakukan perbaikan-perbaikan sebagaimana surat Saudara dan melakukan perbaikan lainnya yang diperlukan sesuai hasil pengkajian menyeluruh.
Untuk itu perlu disampaikan bahwa kami menarik kembali surat Gubernur Provinsi DKI Jakarta tanggal 6 Oktober 2017 Nomor 2054/-1.794 sebagaimana tersebut di atas.”
Surat tersebut ditandatangani Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Kepala Biro Hukum DKI Jakarta Yayan Yuhanah mengatakan, Anies khususnya ingin mengkaji ulang Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Hal itu menjadi alasan Pemprov DKI Jakarta tidak memasukkan raperda yang berkaitan dengan reklamasi pulau di Teluk Jakarta tersebut ke dalam program legislasi daerah (prolegda) yang akan dibahas bersama DPRD DKI pada 2018.
“Kami tarik untuk sementara. Kami tarik dulu untuk di-review Pak Gubernur,” ujar Yayan.
Dinamika raperda
Pembahasan dua raperda tersebut berhenti ketika salah seorang anggota DPRD DKI, M Sanusi, tertangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi. Di Pengadilan Tipikor Jakarta, Sanusi terbukti menerima suap terkait penyusunan raperda tersebut. Saat itu, Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) sudah siap untuk diparipurnakan.
Sementara Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta masih terhambat masalah kontribusi tambahan 15 persen. Seiring dengan ditangkapnya Sanusi, pemerintah pusat juga melakukan moratorium terhadap proyek reklamasi.
Oktober lalu, sanksi administratif terhadap Pulau C, D, dan G sudah dicabut, moratorium reklamasi pun dicabut secara keseluruhan.
Gubernur DKI Jakarta saat itu, Djarot Saiful Hidayat, kemudian mengajukan surat ke DPRD DKI Jakarta meminta untuk melanjutkan kembali pembahasan dua raperda itu. Surat yang dikirimkan melampirkan surat dari pemerintah pusat tentang pencabutan moratorium reklamasi.
“Kami sudah memenuhi secara prosedural, kami sudah mengajukan, bolanya sekarang di Dewan, apakah akan dibamuskan untuk diagendakan, silakan. Saya rasa tinggal satu ayat saja yang diperdebatkan,” ujar Djarot.
Dalam surat yang dikirim Pemprov DKI Jakarta, Djarot mencantumkan syarat agar pasal tambahan kontribusi 15 persen tetap dimasukan dalam perda. Djarot mengirim surat pada 6 Oktober, hanya beberapa hari sebelum dirinya melepas masa jabatan sebagai gubernur.
DPRD DKI Jakarta membalas surat tersebut ketika posisi gubernur sudah dijabat Anies Baswedan. Anies lalu membalas, tetapi isinya menarik surat Djarot sebelumnya.
(mtd/min)