Ini Cara Gubernur Tengku Erry Nuradi Hilangkan Gratifikasi

0
245
Gubernur Sumatera Utara, Tengku Erry Nuradi

medanToday.com, MEDAN – Pemerintah Provinsi (Pemprov) bersama DPRD Sumut sepakat untuk tidak melakukan korupsi, terutama dengan mewaspadai berbagai bentuk gratifikasi.

‘’Suatu pemberian menjadi gratifikasi yang dianggap suap jika terkait dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban atau tugas penerima,’’kata Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi di acara Sosialisasi Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Pemerintah di Grand Aston Medan, Jumat (8/9/2017).

Hadir Head Group Direktorat Gratifikasi KPK RI Sugiharto, Ketua DPRDSU Wagirin Arman, sejumlah Wakil Ketua dan anggota DPRD Sumut lainnya, Kepala Inspektorat Sumut OK Hendry dan sejumlah SKPD Provsu.

Pada kesempatan itu Gubsu mengatakan defenisi gratifikasi yaitu pemberian uang, barang, rabat (diskon) komisi atau fasilitas lainnya, baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektonik.

“Defenisi di atas menunjukkan bahwa gratifikasi sebenarnya bermakna pemberian bersifat netral. Suatu pemberian menjadi gratifikasi yang dianggap suap jika terkait dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban atau tugas penerima. Hal ini sesuai defenisi didalam UU no.20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU no.31 tahub 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ujar Gubernur Sumut ini.

Oleh karena itu Gubernur Sumut mengatakan Undang-Undang memberikan kewajiban bagi Pegawai Negeri atau penyelenggara negara untuk melaporkan pada KPK setiap penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas atau kewajiban penerima.

Di samping itu kata Tengku Erry Nuradi, pengendalian gratifikasi merupakan suatu sistem yang bertujuan untuk mengendalikan penerimaan gratifikasi secara transparan dan akuntabel melalui serangkaian kegiatan yang melibatkan partisipasi aktif badan pemerintah ,dunia usaha dan masyarakat untuk membentuk lingkungan pengendalian gratifikasi.

Oleh karena itu Tengku Erry memiliki harapan besar kepada sosilisasi pengendalian gratifikasi, untuk bersama tekat untuk mencegah korupsi dilingkungan Pemprov Sumut.

“Sosialisasi ini diharapkan bukan hanya sebatas seremonial, tetapi merupakan komitmen untuk menjadikan suatu institusi yang memiliki tata kelola pemerintah yang baik, ” harap Tengku Erry Nuradi.

Hal senada juga dikatakan Ketua DPRD Sumut Wagirin Arman bahwa sejak 2016 DPRD dan Pemprov Sumut bersama menegakkan anti korupsi.

Ini disebabkan karena permasalahan hukum (korupsi) yang terjadi beberapa tahun lalu yang melibatkan pimpinan daerah dan sejumlah anggota DPRD Sumut.

“Ini yang membuat kita khususnya saya merasa malu, padahal Sumut dahulunya dikenal sebagai barometer kebijakan misalnya setiap pejabat yang pernah menjabat harus melalui daerah ini untuk mendapat posisi penting di pemerintah pusat,” ujarnya.

Maka kata Wagirin, baik DPRD dan Pemprov Sumut untuk memulihkan nama Sumut di tingkat nasional dengan cara penegakkan anti korupsi.

Sementara Kepala Inspektorat menjelaskan melalui instansinya diluncurkan ‘Salam Sumut Paten’ yang bertujuan agar masyarakat bisa melakukan pengaduan kepada pemerintah baik yang sifatnya pelayanan hingga adanya indikasi dari korupsi.

Di tempat yang sama, Head Group Direktorat Gratifikasi KPK RI Sugiharto menjelaskan bahwa gratifikasi merupakan awal dari prilaku korupsi khususnya yang ada kaitannya dengan jabatan.

“Awalnya seperti pemberian hadiah, yang dapat mempengaruhi pejabat merasa tidak masalah hingga akhirnya bila pemberian hadiah tidak diberikan bisa menjadi terkendala,” katanya.

Menurutnya ada perbedaan gratifikasi antara suap dan pemerasan, yang bertujuan dengan korupsi. “Oleh karena itu bila ada yang memberi hadiah kita harus waspada, apakah ada unsur yang terkait dengan suap atau pemerasan,” jelas Sugiharto seraya menegaskan gratifikasi yang tidak boleh diterima adalah gratifikasi terlarang yang berhubungan dengan jabatan.

(MTD/MIN)