medanToday.com,MEDAN – Pembunuhan Rico Sempurna Pasaribu, wartawan Tribarata.TV bersama istri, anak dan cucunya dengan cara dibakar di rumahnya menyorot perhatian masyarakat luas. Rasa kemanusian masyarakat terguncang akibat kekerasan apapun dalilnya tentu tidak dibenarkan.
Rumah Rico terbakar setelah dia menuliskan pemberitaan perjudian yang diduga melibatkan prajurit TNI. Dalam pemberitaan di Tribrata TV dia menyinggung prajurit berpangkat Kopral Satu berinisial HB yang diduga memiliki tempat operasional perjudian di Karo.
Dalam investigasi Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Sumut, Rico merasa terancam dengan pemberitaan itu. Dia bahkan sempat tidak pulang ke rumah. Rico baru pulang pada Rabu (26/7/2024), beberapa jam sebelum kebakaran pada pukul 03.30 WIB.
Dosen Ilmu Komunikasi FISIP USU sekaligus peneliti media, Arief Marizki mengungkapkan kasus kematian Rico Sempurna Pasaribu, yang diduga terlibat dalam pelanggaran etika dan aktivitas tidak profesional, telah merusak kepercayaan publik terhadap media.
Untuk mencegah kejadian serupa, kita perlu memperkuat pendidikan etika jurnalistik, meningkatkan pengawasan, dan memastikan transparansi serta akuntabilitas dalam praktik jurnalistik. Profesi jurnalis harus menjunjung tinggi integritas dan objektivitas untuk menjaga peran mereka sebagai pilar demokrasi yang terpercaya.
“Kematian Rico menjadi momentum bagi seluruh insan pers untuk melakukan introspeksi dan berkomitmen untuk memperbaiki kualitas jurnalistik di Indonesia. Kasus ini menyadarkan kita bahwa profesi wartawan memiliki tanggung jawab yang besar dalam menjaga kebenaran dan menyampaikan informasi yang akurat kepada publik,” ujarnya, Selasa (30/7/2024).
Berdasakan fakta-fakta yang terjadi, menurutnya penggunaan kata “Wartawan” dalam setiap pemberitaan kasus pembunuhan Rico Sempurna Pasaribu sekeluarga kurang tepat, jika melihat rekam jejaknya dalam menjalani profesi wartawan.
Menurutnya, kematian Rico Sempurna Pasaribu adalah sebuah tragedi yang menyadarkan kita akan pentingnya menjaga martabat profesi wartawan. Kasus ini harus menjadi momentum bagi dunia pers Indonesia untuk terus berbenah dan meningkatkan kualitas jurnalistik. Dengan menjunjung tinggi kode etik dan profesionalisme, wartawan dapat berperan sebagai pilar demokrasi yang kuat dan menjaga kepercayaan publik.
“Sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Ayat 2 UU Nomor 40 Tahun 199 tentang Pers, maka sudah seharusnya Dewan Pers mengawasi, menegur dan menindak perusahaan pers yang menggunakan nama-nama, dan istilah serupa atau sama dengan lembaga-lembaga penegak hukum serta negara. Tujuannya, agar masyarakat tidak dihantui dan takut jadi korban penyalahgunaan profesi mulia tersebut,” bebernya.
Sebelumnya, KKJ Sumut meminta Kapolda Sumut untuk mengusut tuntas kasus ini. Terutama mengungkap adanya kejanggalan-kejanggalan yang terjadi sejak awak kejadian hingga rekonstruksi. Kemudian KKJ juga meminta Panglima TNI untuk mengusut dugaan keterlibatan oknum TNI, yang disebutkan korban dalam pemberitaannya.
“Kami mendorong semua jurnalis di Sumatera Utara untuk bekerja secara profesional, dan menaati kode etik jurnalistik. KKJ Sumut tidak membenarkan tindakan penyalahgunaan profesi untuk kepentingan tertentu, selain untuk kepentingan publik,” kata Koordinator KKJ Sumut Array A Argus dalam pernyataan pers beberapa waktu lalu.
KKJ Sumut juga mendorong semua perusahaan media agar memperhatikan keselamatan setiap jurnalisnya yang bekerja di lapangan, dan terus mengingatkan agar bekerja sesuai kode etik. KKJ Sumut juga mendorong Dewan Pers untuk terus berperan aktif mengevaluasi dan menindak media yang tidak menjalankan ketentuan UU No 40 tahun 1999 tentang Pers.
Dewan Pers juga berkali-kali mengimbau wartawan dan media agar patuh dengan bekerja secara profesional dan memegang teguh Kode Etik Jurnalistik (KEJ) serta aturan lain yang terkait. Tak hanya itu, bagi masyarakat merasa dirugikan akibat dari pemberitaan, untuk menggunakan mekanisme UU Pers yaitu Hak Jawab atau Sengketa Pers di Dewan Pers.
==================