medanToday.com, JAKARTA – Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Muhammad Taufik melaporkan sejumlah komisioner KPUD DKI Jakarta ke Polda Metro Jaya. Pelaporan dilakukan politikus Gerindra itu melalui kuasa hukumnya, Mohamad Taufiqurrahman.
Sejumlah komisioner KPUD DKI yang dilaporkan tersebut yakni; Betty Epsilon Idroos, Partono, Sunardi, Nurdin, Muhaimin, Deti Kurniati dan Marlina. “Melaporkan dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh tujuh komisioner KPU Provinsi DKI Jakarta yang dianggap sudah merampas hak konstitusional klien kami, dalam hal ini M Taufik,” kata Taufiq di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (10/9).
Taufi melaporkan ketujuh Komisoner KPUD DKI Jakarta itu karena diduga melanggar Pasal 16 ayat 1 kitab Undang-undang hukum pidana. Karena pada prinsipnya kliennya itu ingin agar KPUD maupun KPU RI tak arogan dalam menyelenggarakan pemilu.
“Penyelenggaran pemilu ini harus sesuai aturan yang berlaku, harus taat asas dan jangan sampai pemilu ini diselenggarakan dengan cara sewenang-wenang. Dalam hal ini KPU sudah jelas arogan, dalam hal putusan Bawaslu pun tidak diindahkan,” ujarnya.
“Oleh karena itu kami menganggap bukan hanya pelanggaran etik yang telah dilakukan KPUD Provinsi tapi juga sudah melanggar kaidah hukum pidana. Jadi sudah layak lah kami laporkan para komisioner ini sebagai dugaan tindak pidana terhadap korban yang dialami bapak M Taufik,” sambungnya.
Dia pun menjelaskan, semestinya KPUD DKI Jakarta segera melaksanakan putusan Bawaslu maksimal selama tiga hari dari putusan. Namun, KPUD DKI Jakarta tak melakukan hal itu dan malah mengeluarkan surat yang intinya menunda putusan tersebut.
“Tapi sampai dengan tanggal 5, malah KPU ini malah mengeluarkan surat yang intinya menunda, ini kan akal-akalan aja ini dari KPUD ini. Yang seharusnya ditindaklanjuti mengubah TMS menjadi MS, malah redaksi dalam surat itu menindaklanjuti untuk menunda. Ini kan aneh sudah arogan aneh,” jelasnya.
Dia mengaku tak mengetahui sampai kapan KPUD DKI Jakarta akan menunda putusan tersebut. “Sedangkan menurut kami, menurut keyakinan kami itu tidak relevan. Karena selama putusan itu belum diubah oleh peraturan lain itu masih inkracht, masih memiliki kekuatan hukum, jadi tidak ada alasan KPUD untuk menunda dengan alasan PKPU sedang di-jucial review,” terangnya.
Dia membawa sejumlah barang bukti berupa putusan Bawaslu yang memerintahkan salah satu point yakni untuk mengubah status tidak memenuhi syarat menjadi memenuhi syarat. Yang kedua memerintahkan KPU untuk melaksanakan putusan.
“Itu kan perintahnya jelas di dalam putusan. Nah di aturan per Bawaslu itu mengikat menyatakan bahwa keputusan Bawaslu itu berkekuatan hukum final tidak ada upaya hukum lagi. Jadi tidak ada cara lain dan tidak ada jalan lain kepada KPU selain menjalani putusan ini. Kecuali memang mereka ya belaga-belaga genit aja sekarang ini,” ungkapnya.
“Apalagi komisioner KPU ini yang menjadi rujukan dari KPUD kan. Saya pikir bermain politik ini dalam momentum penyelenggaraan pemilu 2019 ini,” sambungnya.
Pihaknya juga tak menutup kemungkinan akan melaporkan KPU RI. Menurutnya, KPU RI juga mempunyai tanggungjawab terhadap kasus yang menimpa kader Gerindra tersebut.
Dia berharap kliennya itu diperbolehkan untuk dimasukan kembali sebagai Calon Legislatif di Daftar Calon Tetap yang dilaksanakan pada 20 September 2018.
“Kita kejar mengejar juga dengan waktu, kami mengirim pesan bahwa penyelenggaraan pemilu ini harus sesuai dengan aturan. Jadi jangan ada lembaga-lembaga yang sok memiliki power di luar DRPD aturan yang sudah berlaku,” tuturnya.
“UU No 7 tahun 2017 tentang pemilu itu mengatur secara tegas bagaimana mekanisme dan tata cara penyelenggaraan pemilu. Jadi selayaknya para penyelenggara pemilu ini berada dalam koridor itu. Jadi tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku,” katanya. (mtd/min)
=============================