KPK Dalami Pemberian Mobil Alphard dalam Kasus Suap Wali Kota Batu

0
287
Logo Komisi Pemberantasan Korupsi di Gedung Baru KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (13/7/2017). (KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG)
Logo Komisi Pemberantasan Korupsi di Gedung Baru KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (13/7/2017). (KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG)

medanToday.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kota Batu tahun 2017 yang menjerat Wali Kota non-aktif Batu, Eddy Rumpoko.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyampaikan, penyidik tengah mendalami soal asal mula mobil Toyota Alphard milik Eddy Rumpoko, yang diduga terkait suap.

“Kami konfirmasi kembali secara lebih rinci terkait dengan proses pemberian untuk kebutuhan pembayaran mobil Alphard warna hitam tersebut dan juga penguasaan kepemilikan dan hal-hal lain yang relevan terkait dengan keberadaan mobil,” kata Febri di gedung KPK, Jakarta, Senin (16/10/2017).

Febri menyampaikan, dalam kasus tersebut terdapat pemberian suap yang tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi juga pembayaran mobil Toyota Alphard tersebut.

Pada Kamis (12/10/2017) lalu, KPK juga memeriksa sopir Eddy, yakni Junaedi. Ia diperiksa di Surabaya dalam kapasitas sebagai saksi.

Penyidik mendalami pengetahuan yang bersangkutan terkait mobil Alphard (hitam) yang diduga milik tersangka (Eddy Rumpoko),” ujar Febri, Kamis.

Seperti diketahui, Wali Kota Batu diduga menerima suap Rp 500 juta dari pengusaha Filipus Djap. Sekitar Rp 300 juta dari total suap Rp 500 juta itu diduga berupa pembayaran untuk pelunasan mobil Toyota Alphard milik Wali Kota.

KPK hanya menyita Rp 200 juta dalam bentuk tunai dari total nilai suap untuk Wali Kota. Suap Rp 200 juta itu disita KPK saat melakukan operasi tangkap tangan terhadap Eddy di rumah dinasnya. Saat itu, Filipus mengantar langsung sisa uang suap untuk Wali Kota.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tiga orang tersangka. Selain Eddy Rumpoko dan Filipus, KPK juga menetapkan Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan Pemkot Batu, Edi Setyawan, sebagai tersangka.

Edi diduga menerima Rp 100 juta dari Filipus terkait proyek tersebut, sebagai fee untuk panitia pengadaan.

Eddy dan Edi sebagai pihak yang diduga penerima, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Filipus sebagai pihak yang diduga pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayar (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 ju 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

(mtd/min)