medanToday.com, JAKARTA – Pilkada serentak yang sebentar lagi akan dilaksanakan membuat Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman membuka jalan bagi partai politik yang telah berkoalisi dalam Pilkada Serentak 2018 untuk berpisah.
Hal itu diutarakan agar parpol-parpol tersebut bisa mengusung pasangan calon baru di kontestasi Pilkada Serentak 2018 ini.
Cara itu, katanya, dilakukan sebagai upaya mempermudah partai politik mencalonkan kadernya demi mencegah semakin banyak daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon kepala daerah.
“KPU mempersilakan apabila di sebuah daerah—terutama yang hanya memiliki satu paslon pilkada dan ada sisa parpol yang belum usung calon karena presentasenya kurang dari 20 persen [kursi DPRD], maka koalisi partai lain yang sudah terbentuk bisa dibongkar untuk mendukung pasangan lain,” kata Arief dalam diskusi bertajuk Wajah Pikada Serentak 2018 di Jakarta, Sabtu (13/1).
Arief mengatakan, kemudahaan KPU tersebut diharapkan bisa membuka kesempatan dan mendorong para parpol mengusung kadernya masing-masing. Dalam pilkad serentak 2018 ada 171 daerah di Indonesia yang mencari kepala daerahnya masing-masing.
Setelah masa pendaftaran calon kepala daerah dalam Pilkada Serentak 2018 ditutup pada 10 Januari lalu, masih ada 13 daerah yang baru satu pasangan calon mendaftar.
Untuk daerah yang masih memiliki bakal paslon tunggal itu, kata Arief, KPU telah memutuskan memperpanjang masa pendaftaran dari 15-17 Januari mendatang.
Tren Kenaikan Jumlah Wilayah dengan Paslon Tunggal
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mendata ada ada tren kenaikan jumlah paslon tunggal jelang Pilkada Serentak 2018.
Berdasarkan data Perludem, Titi mengatakan, pada Pilkada 2015 ada tiga dari 259 daerah yang punya paslon tunggal. Sementara itu, pada Pilkada 2017 ada sembilan dari 101 daerah yang diikuti calon tunggal.
Dari data tersebut, sambung Titi, dilihat dari jumlah daerah pelaksana Pilkada, maka persentase tren paslon tunggal menurun dari tahun lalu. Pada Pilkada 2015 berkisar 1,12 persen, Pilkada 2017 mencapai 8,9 persen, dan tahun ini berkisar 7,6 persen.
“Tapi, meski persentase menurun, 13 daerah yang punya paslon tunggal ini tetap angka besar dan sebisa mungkin harusnya ditekan,” kata Titi.
Ia menilai ada beberapa faktor penyebabnya. Pertama adalah syarat pencalonan kepala daerah yang dinilai semakin berat, terutama bagi calon perseorangan yang ingin majutanpa dukungan partai.
Selain itu, uang politik yang diduga sangat besar juga menjadi salah satu alasan banyak individu atau tokoh yang urung membidik kursi nomor satu di pemerintahan daerah itu.
(mtd/min)