medanToday.com, JAKARTA – Sisi negatif dari media sosial, yakni penyebaran berita hoax semakin deras mengalir di antara sesama warganet.
Sehingga, media sosial justru bukan lagi sebagai ruang bersosialisasi secara positif. Banyak yang salah kaprah memanfaatkan media sosial, semisal menjadikannya sebagai alat bisnis pornografi, narkoba, penipuan, menyebarkan informasi hoax hingga ujaran kebencian yang disamarkan dengan akun anonim.
Melihat fenomena itu, kemudian ramai diskusi mencari solusi bagaimana bermedia sosial dengan bijak. Tujuannya, agar antarpengguna media sosial bisa saling mendapatkan informasi yang baik, tepat dan tidak terjebak pada akun anonim.
Salah satu usulan yang muncul adalah mencantumkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) KTP sebagai syarat registrasi saat bermedia sosial. Hal itu disampaikan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Eriko Sotarduga, saat memberikan sambutan dalam diskusi bertajuk ‘Melawan hoax dengan budaya literasi dan bermedia sosial yang sehat’ pada Jumat (9/2/2018) kemarin.
Menurutnya, penggunaan NIK dinilai bisa meminimalisir ujaran kebencian dan penyebaran hoax di media sosial.
“Saya konkret saja, usul kenapa tidak kita membuat akun (media sosial) harus dengan KTP yang sah? Kan boleh anda punya 5 akun boleh atau 10 akun, 20 akun, tapi dengan KTP jelas, nama, alamat,” kata Eriko.
Eriko menuturkan, jika semua media sosial teregistrasi menggunakan NIK KTP, maka pemilik akun tersebut bakal mempertimbangkan secara matang sebelum menyebarkan informasi bohong. Penggunaan NIK juga bisa menguji keberanian pemilik akun media sosial yang selama ini kerap menyebar ujaran kebencian.
Eriko menyebut, selama ini seseorang hanya berani menggunakan media sosial anonim untuk melakukan provokasi dan menyebar ujaran kebencian.
“Boleh saja, boleh saja mengkritik, boleh dengan keras mengatakan ini tidak baik, tapi jelas sumbernya dari siapa,” sambungnya.
Usulan itu disambut baik pihak kepolisian. Direktur cyber crime Mabes Polri Brigjen Pol Fadhil Imran, mengatakan usulan tersebut bisa melindungi masyarakat.
“Kalau ditanya pendapat saya, yang terang benderang jauh lebih baik supaya masyarakat terlindungi. Bukan buat kami loh, buat masyarakat biar terlindungi,” kata Fadhil di lokasi yang sama.
Fadhil menilai, penggunaan NIK KTP untuk media sosial bisa mengurangi tindakan kejahatan. Pihak-pihak yang selama ini kerap menggunakan akun anonim untuk menyebar ujaran kebencian dan hoax nantinya tidak lagi memiliki ruang.
Pemerhati media, Rulli Nasrullah, menilai hal itu sebenarnya masih sebatas wacana yang mungkin masih perlu dikaji lebih mendalam lagi dengan banyak pihak. Namun secara usulan dia menilai sah saja.
“Saya rasa sah saja jika mungkin nanti pemerintah membikin regulasi semacam itu karena di beberapa negara sudah diterapkan. Tapi memang jika diterapkan di Indonesia kita harus pikirkan masalah turunannya, yang menjamin keamanan gimana, siapa yang bertanggung jawab,” kata saat berbincang dengan merdeka.com, Sabtu (10/2/2018).
Sebenarnya, kata Rulli, yang dibutuhkan saat ini adalah bagaimana bisa mengedukasi pengguna media sosial.
“Pengguna media sosial harus diliterasi bahwa media sosial bukan sekadar tempat curhat, tempat pelampiasan. Tapi ini media bersosialisasi. Jadi bukan karena ini medsos gue terus lu enggak boleh resek. Itu salah, itu kan media sosialisasi, ” katanya.
Kembali pada pemakaian NIK untuk registrasi media sosial, jika alasan digunakan hanya untuk mencegah penyebaran hoax, menanggulangi ujaran kebencian, tentu dibutuhkan treatment tambahan.
“Sebab yang nanya orang jahat ada saja idenya. Masyarakat kita tidak bodoh bisa saja dia pakai NIK orang lain,” jelas dia.
Dijelaskan Rulli, sebenarnya yang terjadi di Indonesia saat ini banyak pengguna media sosial sedang sakit. Sebabnya menggemari seseorang dan kelompok berlebihan ketika disingung sedikit salah, atau tak senang ketika ada yang mengkritik idola musik yang tak sesuai adat ketimuran, atau karena tekanan hidup.
“Jadi kesimpulannya, saya sendiri terlalu khawatir dengan usulan NIK itu. Hanya perlu dimengerti bahwa masyarakat kita sedang belajar bermedia sosial. Jadi jangan berhenti mengedukasi masyarakat soal media sosial,” pungkasnya.(mtd/min)