medanToday.com,MEDAN – Pernyataan yang disampaikan Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Tengku Erry Nuradi soal surat edaran Badan Kesatuan Bangsa dan Politik. (Kesbangpol) Pemerintah Provinsi Sumut serta pencopotan Kepala Badan Kesbangpol dihadapan massa aksi solidaritas Islam di depan Kantor Gubernur Sumut, Jumat, 2 Desember 2016 lalu menjadi perhatian khusus bagi anggota DPRD Sumut dari Fraksi PDIP Sutrisno Pangaribuan.
Dengan menyatakan dirinya tidak mengetahui perihal kemunculan surat edaran tersebut menurut Sutrisno, Tengku Erry Nuradi telah melakukan kebohongan publik.
“Secara administrasi, setiap surat yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi untuk pihak eksternal, selalu diketahui oleh Gubernur. Terutama surat yang sifatnya strategis menyangkut kehidupan masyarakat Sumatera Utara. Oleh karena itu, pernyataan Gubernur yang menyatakan tidak mengetahui adanya surat edaran merupakan kebohongan publik dan hanya mau melempar tanggung jawab kepada Plt Kepala Kesbangpol,” kata Sekretaris Komisi C DPRD Provinsi Sumut dari Fraksi PDIP Sutrisno Pangaribuan, Senin (5/12/2016).
Sutrisno meyakini, surat edaran tersebut dibuat dengan tujuan untuk mengimbau dan memastikan agar aksi super damai berjalan dengan tertib, aman dan damai.
“Surat edaran tersebut merupakan wujud kehadiran pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam rangka mengawal aksi super damai. Sebagaimana tema yang diusung, yaitu aksi super damai, surat edaran tersebut tentu sesuai dan seiring dengan arahan pemerintah pusat agar aksi tersebut berjalan dengan aman, damai dan tertib,” jelasnya.
Bantahan yang dilakukan oleh Tengku Erry selaku Gubernur Sumut dihadapan ribuan massa itu pun dianggap telah sangat merendahkan kewibawaan pemerintah. Tak hanya itu, menurut Sutrisno pencabutan surat edaran itu pun dianggap merupakan pembangkangan dari Gubernur Sumut terhadap pemerintah pusat.
Selain itu Sutrisno menyatakan, Tengku Erry pun sudah melanggar etika dan sumpah jabatan gubernur karena bertindak melampaui tugas dan kewenangannya dengan menyatakan tangkap ahok.
Sesaat sebelum menutup statemennya Tengku Erry memang sempat menyerukan nama Ahok. Saat ituTengku Erry mengatakan kepada ribuan massa, apabila dirinya mengatakan Ahok, maka massa yang hadir menyambut dengan kata tangkap.
“Dalam semua aturan perundang- undangan yang mengatur tugas gubernur, termasuk sumpah jabatan tidak satu pasal pun yang mengatur intervensi terhadap hukum. Pernyataan tangkap ahok yang dinyatakan Gubernur Sumatera Utara adalah pelanggaran serius terhadap etika dan sumpah jabatan. Urusan hukum ahok menjadi urusan penegak hukum Polri, Kejaksaan dan Pengadilan. Sebagai wakil pemerintah pusat di Sumatera Utara, seharusnya Gubernur Sumatera Utara, Tengku Erry Nuradi seharusnya menyampaikan pernyataan sejalan dengan pemerintah pusat sebagai atasannya,” tuturnya.
“Adalah lebih bijaksana, jika gubernur menyatakan mari kita kawal bersama proses hukum yang ditangani oleh Kejaksaan dan akan segera masuk ke pengadilan,” tambah Sutrisno.
Ia pun meminta agar Menteri Dalam Negeri mengingatkan Gubernur Sumut akan tugas utamanya. Memastikan roda pemerintahan sumatera utara berjalan dengan baik dan terciptanya suasana yang kondusif untuk kehidupan sosial masyarakat Sumut merupakan tugas utama dari Gubernur Sumut sebagai Kepala Daerah dan wakil pemerintah pusat di daerah.
“Hal tersebut tentu harus dipertanggung jawabkan oleh Gubernur Sumut,” tandasnya.(mtd/bwo)
=========