“Bank Daerah itu tidak butuh suara sumbang, kami butuhnya dukungan dan komitmen yang jelas,” ungkap Humas Bank Nusa Tenggara Barat, Febrianto Budi Cahyono.
Penambahan modal pada Bank Daerah adalah masalah klasik yang terus terjadi. Tarik menarik kepentingan selalu menjadi alasan dibalik sulitnya mendapatkan penambahan modal untuk Bank Daerah.
Walau begitu, Bank NTB terbilang sukses mendapatkan penambahan modal dari para pemegang sahamnya. Kuncinya adalah komitmen, khususnya dari Pemegang Saham Pengendali (PSP) yaitu Gubernur.
Pemerintah Provinsi sebagai pemegang saham terbesar, ketika sudah memiliki komitmen maka akan diikuti oleh Pemerintah Kabupaten lainnya. Namun, apabila Gubernur sendiri belum memahami pentingnya penambahan modal, maka perjuangan akan semakin panjang.
Persoalan penambahan penyetoran modal ini juga dialami Bank Sumut. Di usianya yang ke 56 tahun, Bank Sumut masih terus berjuang mendapatkan posisi Buku III. Pastinya, penambahan modal menjadi masalah utama.
Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank, posisi Bank di Buku III adalah Bank dengan Modal Inti Rp 5 Triliun sampai kurang dari Rp 30 Triliun. Sementara sampai saat ini, setoran modal Bank Sumut masih berada di angka Rp 1,2 Triliun.
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sebagai Pemegang Saham Pengendali, sudah tiga tahun belakangan tidak menambahkan penyertaan modal. Hal ini dikarenakan Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang penyertaan modal Bank Daerah sudah habis masa berlakunya di tahun 2014 dan hingga saat ini belum dikeluarkan Perda terbaru.
Sementara itu, selama tiga tahun terakhir saham Pemprovsu terus menurun. Per tahun 2014, saham Pemprovsu di Bank Sumut sebesar 50,89%. Sedangkan per 31 agustus 2017 menurun hingga angka 46,82%.
Pemkab lain yang terus berlomba menambah penyetoran modal menjadi salah satu penyebab penurunan saham Pemprovsu. Tapanuli Selatan dan Samosir menjadi Pemkab yang cukup konsisten dalam penambahan penyetoran modal di Bank Sumut. Walau begitu, penyertaan modal yang dilakukan oleh beberapa Pemkab ini belum mampu mengimbangi besarnya kebutuhan penyertaan modal Pemprovsu.
Direktur Utama PT Bank Sumut, Edi Rizliyanto mengatakan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang penyertaan modal Bank Daerah saat ini tengah dibahas di Komisi C DPRD Sumut. Namun, kepastian kapan akan disahkan oleh Komisi C masih menjadi misteri.
Meskipun penyertaan modal masih belum dipastikan, Bank Sumut sudah menyusun rencana ekspansi bisnis yang dirancang dengan baik. Salah satunya adalah Spin Off Bank Sumut Syariah serta penambahan jaringan guna meluaskan sayap bisnis. Tambahan modal yang dibutuhkan diperkirakan sebesar Rp 500 Miliar.
Sedangkan sampai saat ini, penambahan modal masih berada di angka Rp 270 Miliar. Harapannya, Perda yang baru nantinya tidak menggunakan jangka waktu namun berdasarkan kecukupan penyetoran modal.
Anggota Komisi C DPRD Sumut, Muhri Fauzi Hafiz menjelaskan bahwa penetapan Ranperda menjadi Perda membutuhkan proses yang cukup panjang. Seharusnya, sebelum Perda tentang Penyetoran Modal Bank Daerah habis masa berlakunya, Pemprovsu melalui Biro Perekonomian, sudah merancangnya. Sehingga, Bank Sumut tidak perlu menunggu terlalu lama untuk mendapatkan penyertaan modal dari Pemprovsu.
Draft Ranperda Penyetoran Modal Bank Daerah baru diterima Komisi C di bulan Agustus lalu. Sedangkan, untuk pengesahannya dipastikan tidak bisa dilakukan sampai akhir tahun ini. Bahkan, belum bisa dipastikan kapan Ranperda itu akan disahkan menjadi Perda. Semua tergantung proses politik. Dibutuhkan lobi politik seperti komunikasi, pertemuan, percakapan dan semangat untuk mengesahkan Ranperda.
Pengamat Ekonomi Sumatera Utara, Gunawan Benjamin menerangkan bahwa modal merupakan jantung dari bisnis perbankan. Kegiatan Bank adalah menghimpun dan menyalurkan dana sehingga dibutuhkan modal yang tidak sedikit. Persoalan modal ini diprediksi akan membuat Bank Sumut kesulitan menghadapi persaingan bebas di sektor keuangan pada tahun 2020 mendatang. Karenanya, dibutuhkan dukungan penuh berupa komitmen dari semua pihak yang terlibat dalam melancarkan penambahan penyetoran modal.
Tidak ada kerugian bagi para pemegang saham ketika menambah penyetoran modal. Dalam usaha perbankan, selama dukungan penuh diberikan, maka akan mendatangkan keuntungan yang besar. Terbukti dari penghargaan dan prestasi yang berulang kali diukir oleh Bank Sumut. Misalnya di tahun 2016, Bank Sumut mencatat prestasi terbaik dengan menghasilkan peningkatan laba komprehensif (sebelum pajak) terbesar sepanjang sejarah berdirinya, yaitu menembus angka Rp 1.086 Miliar. Terjadi peningkatan laba mencapai 127%.
Sedangkan untuk Non Performing Loan (NPL) nya berhasil diturunkan hingga 1,19% dari 1,54%. Bahkan, penurunan NPL ini diakui sebagai yang terendah selama enam tahun terakhir. Berbagai prestasi ini tentunya dilakukan dengan semangat membangun dan kerja keras dari seluruh karyawannya.
Produk perbankan yang ditawarkan Bank Sumut juga telah banyak dinikmati oleh seluruh nasabahnya yang merupakan warga Sumatera Utara. Misalnya Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E), Kredit Permaisuri, Kredit SPK, KPR Sumut Sejahtera hingga Kredit Multi Guna. Salah satu contohnya yang terjadi di Bank Sumut Cabang Limapuluh, Batubara. Sebagian besar warganya tercatat sebagai nasabah setia yang telah mengalami peningkatan perekonomian dengan bantuan kredit di Bank Sumut.
Pimpinan Bank Sumut Cabang Limapuluh Batubara, Muhammad Sadli menuturkan semakin banyak nasabah yang sadar bahwa fungsi Bank bukan hanya untuk menyimpan dana. Kredit yang disalurkan oleh Bank Sumut juga berfungsi sebagai wadah untuk membantu masyarakat meningkatkan usahanya.
Masyarakat yang menggunakan produk kredit Bank Sumut datang dari berbagai kalangan seperti usaha perdagangan, nelayan, pengumpul ikan, material bangunan, klinik hingga peternakan sapi dan ayam untuk skala kecil. Penyaluran kredit ini secara otomatis juga akan meningkatkan Dana Pihak Ketiga (DPK). Kedepannya, diharapkan akan semakin banyak warga Batubara yang mendapatkan manfaat dari Bank Sumut, baik dalam DPK maupun kredit.
Terkait NPL, Pimpinan Bank Sumut Cabang Pembantu Indrapura Batubara, Daniel mengatakan dari tahun 2016 hingga September 2017 NPL di Capem Indrapura turun dari 0,9% ke angka 0,47%.
Penurunan NPL ini diakui sebagai salah satu bukti kesadaran masyarakat untuk menjadi mitra yang baik bagi Bank Sumut semakin tinggi. Kunjungan rutin dan pendekatan secara personal selalu dilakukan guna menekan angka NPL serta memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya peranan perbankan.
Senada dengan yang diungkapkan Pimpinan Bank Sumut Cabang Pembantu Tanjung Tiram Asahan, Ardianshah Harahap. Selain pendekatan personal, sebelum menyalurkan kredit pihaknya selalu mengutamakan prinsip kehati-hatian dalam melakukan analisis. Misalnya melihat history, lingkungan hingga karakter nasabah.
Kehandalan menganalisis ini terbukti, di daerah dengan mayoritas penduduknya bermatapencaharian sebagai petani dan nelayan ini memiliki catatan penekanan angka NPL yang sangat baik.
Peranan Bank Sumut saat ini tidak hanya dinikmati oleh masyarakat Sumatera Utara. Bersama Asosiasi Bank Daerah (ASBANDA), Bank Sumut telah mencatatkan dirinya dalam berbagai pembiayaan proyek fisik dan sindikasi yang dipimpin oleh Bank BUMN. Misalnya, 13 proyek pembangunan pembangkit listrik di berbagai wilayah di Indonesia dengan kapasitas 10 ribu Megawatt dengan kontribusi senilai Rp 30 Miliar.
Bank Sumut juga berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan Bandara Internasional di Jawa Barat sebesar Rp 150 Miliar, jalan Tol Medan-Tebing Tinggi senilai Rp 300 Miliar dan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Bangka Belitung.
Pembiayaan proyek infrastruktur ini adalah pertanda bahwa Bank Sumut sudah diperhitungkan di kancah nasional.(Fry)
===========