medanToday.com, JAKARTA – Real Estate Indonesia (REI) meminta pemerintah untuk mengatasi sejumlah permasalahan tanah yang kerap ditemui para pengembang. Solusi yang ditawarkan pemerintah dengan memberikan Hak Pengelolaan (HPL) di atas Sertifikat Hak Milik (SHM) ataupun Hak Guna Bangunan (HGB) di atas SHM dirasa bukan menjadi jalan keluar tepat.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) REI, Totok Lusida mengatakan kerjasama dalam pengelolaan tanah untuk properti sebetulnya sudah dilakukan sebagian pengembang di Jakarta dan Bali. Di kedua provinsi ini, ia bilang properti komersial sudah mulai dilakukan kerjasama antara pengembang dan pemilik tanah. Namun nyatanya kerjasama ini pun tak menemukan kendala.
Menurutnya, negosiasi pengantian ganti rugi berupa penyertaan saham ataupun sewa lahan juga membutuhkan waktu yang cukup lama. Sehingga hal itu juga bisa menghambat investasi yang akan masuk seperti halnya kendala dalam tawar menawar harga dalam jual-beli tanah.
“Nilai sewa atau kerjasama tetap harus nego dengan pemilik tanah, itu yang butuh waktu, pemilik tanah terkadang meminta nilai yang tidak masuk diakal,”kata Totok kepada KONTAN, Minggu (8/10).
Menurut Totok, permasalahan utama yang kerap dirasakan investor ialah sengketa tanah. Permasalahan yang akan berujung pada gugatan perdata ini bisa memakan waktu bertahun-tahun.
Gugatan sengketa tanah dengan dasar yang tidak jelas masih kerap dilayani. Dan hal ini belum diatur dalam payung hukum yang jelas. Untuk itu, ia meminta pemerintah agar bisa membatasi waktu sengketa gugatan tanah.
“Itu yang sangat menghambat investasi di bidang tanah, mestinya suatu gugatan ada batas waktunya. Misalnya ada batas waktu bagi sengketa dengan surat kepemilikan lebih dari 20 tahun, tidak melakukan gugatan, ya gugurkan saja,”jelas dia.
(mtd/min)