medanToday.com, MEDAN, Universitas Sumatera Utara menyambut baik dan mendukung penuh empat kebijakan “Kampus Merdeka” yang digulirkan oleh Mendikbud Nadiem Makarim, di Jakarta, pada 25 Januari 2020 lalu.
Rektor Universitas Sumatera Utara (USU), Prof Dr Runtung Sitepu, SH, M Hum, menegaskan hal itu terkait hasil pertemuan yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan para rektor PTN/PTS seluruh Indonesia, di Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta.
Prof Runtung menjelaskan, empat kebijakan yang dinamai Kampus Merdeka dan merupakan lanjutan dari program Merdeka Belajar itu diantaranya, pertama, kemudahan untuk membuka program studi baru, perubahan sistem akreditasi perguruan tinggi, kemudahan untuk mendapatkan status Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum dan Hak belajarr tiga semester di luar program studi.
Terkait poin kebijakan Kampus Merdeka yang pertama, Rektor USU menyatakan, bahwa sebagai perguruan tinggi berstatus PTN BH, USU telah memiliki kewenangan untuk segera melaksanakan kebijakan tersebut. Tentunya untuk membuka program studi yang baru di USU, pihaknya terlebih dahulu mempertimbangkan dengan cermat kebutuhan pasar dan masyarakat terhadap prodi yang akan dibuka.
Terkait program studi baru, Prof Runtung memaparkan, prodi yang rencananya akan dibuka di USU adalah prodi kelapa sawit. Prodi tersebut mempertimbangkan faktor historis keberadaan provinsi Sumatera Utara sebagai daerah yang pertama kali mengembangkan perkebunan kelapa sawit di pulau Sumatera.
Ia menegaskan, secepatnya USU akan menggelar pertemuan dengan para pelaku usaha yang telah menjalin kerjasama dengan USU melalui penandatanganan MoU, seperti, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). Hal itu dilakukan untuk mendiskusikan langkah-langkah yang bisa dilakukan dalam merealisasikan kebijakan pertama tersebut.
“Pertama, tentu kita akan melakukan inventarisasi SDM di fakultas terkait, dengan melibatkan GAPKI dan sejumlah pakar yang ada di PPKS. Sinergi ini nantinya akan melakukan kerjasama untuk menyusun kurikulum serta inventarisasi sumber daya dan fasilitas yang akan mendukung pembukaan prodi tersebut,” kata Runtung, kepada wartawan, Senin (27/1) kemarin.
Untuk kebijakan kedua dan ketiga, USU menyambut baik pelaksanaannya karena dipandang mampu menghemat waktu dan biaya yang sebelumnya diperlukan dalam melakukan proses akreditasi maupun re-akreditasi. USU yang telah berstatus sebagai PTN BH sejak tahun 2003 dan meraih akreditasi A sejak 2018, juga mendapatkan kemudahan dengan penerapan kebijakan tersebut.
“Dengan berlakunya kebijakan re-akreditasi otomatis, maka seluruh waktu, tenaga dan biaya yang selama ini dihabiskan untuk mengurus akreditasi, dapat dialihkan kepada pelaksanaan tri darma perguruan tinggi lainnya,” katanya melalui rilis yang diterima, Selasa (28/1).
Kebijakan ke empat lanjut Runtung, mahasiswa diberikan hak untuk mengambil mata kuliah di luar prodi yang dipilihnya. Menurutnya, hal itu sangat baik untuk melahirkan lulusan yang memiliki kompetensi lain di luar prodi yang menjadi pilihannya. Dikatakannya, hal itu akan segera disosialisasikannya di seluruh program studi yang ada di lingkungan USU, agar kebijakan yang diambil nantinya dapat satu persepsi dengan seluruh unit kerja dan prodi yang ada. Sosialisasi juga penting untuk menyusun peta kebijakan mengenai prodi-prodi yang SKS-nya dapat disatukan, agar tidak menyimpang dari kompetensi utama.
“Untuk kebijakan ini kita memang harus hati-hati sekali. Akan dicari prodi-prodi yang sesuai agar kebijakan berjalan secara terencana dan tidak serampangan. Karena kita paham betul, apa yang telah diputuskan oleh Mendikbud tidak lain untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan pasar di era milenial,” tandasnya. Prof Runtung juga mengisyaratkan akan secepatnya melakukan pendekatan dengan pelaku usaha terkait, agar bisa melengkapi kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia kerja.
“Secara khusus, untuk kebijakan hak belajar mahasiswa di luar prodi, selama ini USU belum melaksanakannya. Tetapi sejak 2016, sistem KKN yang kita lakukan sudah merupakan salah satu implementasi dari kebijakan tersebut. Karena semua mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu dilatih untuk belajar memecahkan persoalan yang terjadi di tengah masyarakat,” ucapnya.
Data menunjukkan, bahwa jumlah mahasiswa yang ikut serta dalam KKN USU terus meningkat. Dimana, pada tahun 2016 mahasiswa peserta KKN berjumlah 272 orang dan di 2017 tercatat 534 peserta. Kemudian, terjadi peningkatan yang sangat pesat pada tahun 2018, di mana terdapat sebanyak 1.118 orang mahasiswa yang mengikuti KKN. Dan pada 2019, ada 1.284 orang peserta.
(mtc/rdn)