medanToday.com, JAKARTA – Instrumen investasi dalam bentuk saham masih bisa menjadi andalan untuk tahun ini. Namun, investor perlu mewaspadai situasi jelang Pemilu 2019. Ada potensi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah setahun sebelum Pemilu.
Head of Intermediary Business Schroders Investment Management Indonesia Teddy Oetomo mengatakan, dalam dua tahun terakhir, instrumen investasi dalam bentuk obligasi dan saham bersaing mencatatkan kinerja terbaik. Tapi, kini yield obligasi dengan tenor 10 tahun telah turun ke level 6,3%.
“Total return dan kupon obligasi di 2018 tidak bisa setinggi tahun lalu. Ini membuat saham lebih menarik daripada obligasi,” kata dia, Selasa (2/1).
Pelaksanaan pilkada tahun ini dan pemilu tahun depan akan mempengaruhi pasar modal. Dua gelaran politik tersebut diprediksi bakal mengerek pertumbuhan ekonomi.
“Benefit dari pemilu dan dana kampanye biasanya bisa mendorong konsumsi pemerintah maupun rumah tangga meningkat,” jelas Teddy.
Selain itu, kenaikan harga komoditas yang stabil sejak 2017 akan mulai berdampak pada sektor konsumsi. Hal ini juga bakal menopang pergerakan IHSG tahun ini. “Di 2018 ketidakpastian akan lebih rendah, karena IHSG disokong saham dengan sektor yang lebih baik, seperti keuangan dan konsumer yang harganya tidak banyak bergejolak, berbeda dengan tahun ini yang isinya banyak saham sektor komoditas,” kata Teddy.
Waspadai koreksi
Selain itu, instrumen saham juga bisa dimanfaatkan untuk menghadapi situasi geopolitik yang sulit diprediksi. Saham diyakini masih bisa mendorong kinerja portofolio invesstasi. Tapi, syaratnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia terus berlanjut.
Namun, Eko Endarto, perencana keuangan dari Finansia Consulting, punya pendapat berbeda. Ia memperkirakan kinerja IHSG akan cenderung turun jelang Pemilu 2019.
“IHSG memiliki peluang menguat tinggi di semester satu, setelah itu biasanya turun,” kata dia. Ini terjadi karena kondisi politik mempengaruhi ekonomi dalam negeri. Proses pemilu biasanya sudah dimulai di semester kedua di tahun sebelum pelaksanaan pemilu.
Karena itu, IHSG berpotensi turun di semester dua ini.Untuk mengatasi itu, di semester dua, investor bisa mengakumulasi saham secara selektif ketika terkoreksi. Strategi lain, Eko menyarankan pada semester dua investor yang biasa menempatkan dananya di saham bisa parkir pada instrumen lain, seperti emas ataupun deposito.
“Dua instrumen investasi ini masih bisa dipegang hingga 2019,” analisa dia. Investor bisa kembali mengalokasikan sebagian besar investasinya di saham pada 2019.
“Biasanya sehabis Pemilu, siapapun yang terpilih jadi Presiden, pasar akan naik tinggi,” kata Eko. Investasi yang baik menurut Eko adalah dalam waktu jangka panjang. Bagi investor berkarakter low risk bisa mengalokasikan dana 10% pada instrumen jangka pendek, seperti di deposito, 30% pada surat utang negara (SUN) dan sisanya pada emas atau properti untuk instrumen investasi jangka panjangnya.
Sementara, bagi investor high risk bisa melakukan akumulasi beli di saham ketika harga saham terkoreksi di semester dua nanti. “Investor high risk bisa mengalokasikan sebagian besar investasi di saham untuk jangka panjang,” jelas Eko.
Dia menyarankan, agar imbal hasil yang diperoleh lebih optimal, investor sebaiknya masuk ke saham blue chips.
(mtd/min)