Serangan Balik AHOK, Akan Datangkan Saksi Kunci Dari Kepulauan Seribu

0
1198
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok saat berada di dalam kendaraan usai menjalani sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di PN Jakarta Utara, Jakarta, Selasa (27/12). ANTARA FOTO/Pool/Eko Siswono Toyudho

medanToday.com,JAKARTA – Sidang perkara dugaan penistaan agama dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi dari pihak jaksa penuntut umum membawa optimisme bagi terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Kepercayaan diri kubu terdakwa meningkat karena tim penasihat hukum Ahok menganggap banyak kejanggalan dari empat pelapor yang dihadirkan oleh JPU pada persidangan Selasa lalu (3/1).

Tim pengacara Ahok yakin bahwa keterangan saksi itu tak bisa diterima majelis hakim. Tim penasihat hukum itu berpegangan pada hukum acara pasal 1185 yang mengatakan keterangan saksi adalah harus bisa dipercaya dan objektif.

“Ini menunjukkan bahwa saksi tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti karena tidak ada kejujurannya, sebenarnya hanya bermotif kebencian saja. Ini baru empat saksi loh, bayangkan kalau saksi lain seperti ini,” kata anggota tim penasihat hukum Ahok, Humphrey R Djemat.

Humphrey menilai keempat saksi pelapor itu memiliki keanehan tersendiri. Dari mulai Novel Chaidir Hasan, Gus Joy Setiawan, Muchsin Alatas hingga Syamsu Hillal.

Berdasarkan penilaian tim penasihat hukum dalam sidang yang tertutup itu, Ahok bisa saja lepas dari jerat hukum jika mampu memanfaatkan kelemahan persidangan kali ini. Dengan catatan, tim pengacara Ahok harus mampu menyiapkan amunisi yang mumpuni di hadapan majelis hakim.

Humphrey mengklaim sudah melayangkan surat kepada majelis hakim yang menyatakan keberatan dan menolak permohonan yang diajukan saksi karena tak memiliki dasar hukum.

Tim penasihat hukum juga bakal mendatangkan saksi kunci dari Kepulauan Seribu untuk menguatkan pembelaan. Saksi itu ikut saat Ahok berdialog dengan warga di Pulau Pramuka pada 27 September lalu.

Saksi ini dinilai penting karena dari delapan saksi pelapor tak satupun merupakan saksi yang menyaksikan langsung ucapan Ahok yang dianggap menyitir Alquran Surat Al-Maidah ayat 51 itu.

Tim penasihat hukum juga menganggap JPU tak memiliki persiapan dalam menghadirkan saksi karena tergesa-gesa dalam menyelesaikan berkas perkara. Terbukti dari salah satu saksi yang sudah meninggal, masih tercatat dalam saksi yang bakal dihadirkan.

“Ini akibat berkas yang terburu-buru. Masa ada saksi yang sudah meninggal tapi masih dihadirkan,” ujar Humphrey. Satu saksi yang dimaksud Humphrey yaitu Nandi Naksabandi, yang meninggal pada 7 Desember 2016.

Tim penasihat hukum juga akan memperjuangkan argumen bahwa pidato Ahok di Kepulauan Seribu merupakan satu kesatuan selama 1 jam 40 menit dan tak bisa dilihat hanya dalam hitungan detik saja seperti cuplikan video suntingan Buni Yani.

Terdakwa kasus dugaan penistaan agama yang juga Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama memberikan keterangan usai menjalani sidang di Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (3/1). Sidang lanjutan. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Terdakwa kasus dugaan penistaan agama yang juga Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama memberikan keterangan usai menjalani sidang di Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (3/1). Sidang lanjutan. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Kubu Ahok mesti bekerja keras dalam menghadapi sidang selanjutnya yang masih menyisakan saksi pelapor, saksi fakta, saksi ahli, ahli agama, ahli bahasa, ahli hukum, dan saksi dari pihak terlapor.

Untuk bisa memprediksi vonis hakim atau siapa yang berpeluang lebih besar apakah kubu Ahok atau pihak lawan memang bukan perkara mudah. Proses persidangan dengan agenda-agenda penting masih berjalan.

Ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Mudzakir berpendapat kedua pihak yaitu jaksa penuntut umum dan pihak terdakwa harus sama-sama bekerja keras dalam hal pembuktian dan saksi-saksi yang menguatkan.

Saksi-saksi pelapor yang dihadirkan JPU pada Selasa lalu posisinya lebih pada pemberian kesaksian dalam dugaan terjadinya suatu tindak pidana atau tidak.

“Proses hukum masih berjalan di pengadilan. Dalam hal ini jaksa harus fight dalam mengajukan bukti-bukti dan memberi pernyataan yang konstruktif pada saksi-saksi yang diajukannya. Tidak memberi lampu hijau ke pihak terdakwa,” ujar Mudzakir.

Guru Besar Hukum Pidana UII ini mengatakan bukti-bukti yang dimaksud yaitu bukti-bukti yang sudah dikumpulkan oleh penyidik.

Pun begitu dengan pihak terdakwa harus berjuang maksimal. Amunisi mesti benar-benar kuat agar dapat mementahkan telah terjadinya tindak pidana penistaan agama.

“Selain pihak jaksa harus fight, saksi-saksi yang diajukannya oleh terdakwa juga harus benar-benar fight,” ucap Mudzakir.

Bila kedua pihak sama-sama bekerja keras secara maksimal, menurut Muzakir maka memiliki peluang yang sama besar.

“Fifty-fifty. Peluang Ahok (untuk bisa bebas) tergantung dari bukti-bukti yang dihadirkan oleh jaksa pada sidang berikutya. Di sini, sekali lagi, seberapa kuat jaksa dan juga pihak terdakwa fight,” kata dia.

Mudzakir menekankan pentingnya rekaman pidato Ahok di Kepulauan Seribu sebagai suatu alat bukti. “Fakta atau bukti utamanya rekaman pidato Ahok.” (mtd/min/cnnIndonesia)

 

==================