medanToday.com, MEDAN – Sineas muda Kota Medan, Satria Dedek Suhangga angkat bicara soal Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sumut 2018 ini, dengan menjatuhkan pilihannya kepada Pasangan Calon (Paslon) Djarot Saiful Hidayat – Sihar Sitorus.
Bukan tanpa alasan bagi pria yang akrab disapa Angga ini lebih menjagokan Djarot-Sihar (Djoss) untuk memimpin Sumut 2018-2023 mendatang. Hal ini lebih kepada keyakinannya sebagai seniman, bahwa kedua sosok itulah yang mampu menjawab dari semua pertanyaan para seniman perfilman Medan khususnya, dan Sumut umumnya.
“Saya merasakan dan melihat, ada harapan kepada Pak Djarot dan Pak Sihar ini. Harapan yang bisa memberikan wadah dan apresiasi karya para seniman perfilman. Juga dukungan kepada anak muda atas karya-karya kreatif,” ungkap Angga saat hadir di malam kreativitas yang digelar relawan Djarot Untuk Sumatera Utara (Djuara) di Rumah Pemenangan Relawan Djarot-Sihar Jalan Hayam Wuruk, Medan, Rabu (7/3/2018) malam.
Acara yang mengusung tema ‘Yang Muda, Yang Becakap’ itu juga turut dihadiri Tim Kampanye Djarot-Sihar Dame Tobing, Koordinator Rumah Relawan Djarot-Sihar Meynarti Bangun, istri kader PDI Perjuangan Akhyar Nasution, Ny Hj Nurul Khairani Lubis, serta tim relawan lainnya yang memadati lokasi acara.
Angga mengaku, hal ini juga tak terlepas dari pengalaman pahitnya, saat memenuhi undangan sebagai filmmaker di Jogjakarta, beberapa waktu lalu. Tentu dukungan dari pemerintah diharapkannya memenuhi undangan tersebut. Sayang, hal tersebut tak mendapat jawaban dari pemerintah.
“Pemerintah pun tidak memberikan support. Ini saya alami langsung, mewakili Medan dan sebagai filmmaker, kami menyerahkan dan meminta support, tapi tidak ada respon,” kenangnya.
Angga menilai, kondisi perfilman di Sumut ini sangat miris. Kurang responnya pemerintah membuat seniman film berjalan sendiri. Kondisi ini pula yang membuat persaingan seniman film Medan maupun Sumut kalah jauh dibandingkan dengan di Pulau Jawa. “Selama ini kita sebagai individu filmmaker di Medan saling dorong-dorongan,” akunya.
Angga juga berbagi kisah soal pembuatan film pendek berjudul ‘Freedom’ untuk mengikuti Festival Film SCTV 2015 lalu. Lokasi pembuatan film di Sabang ini, mengisahkan perjalanan tiga sahabat yang saling mengingatkan dan saling mengisi. Pemeran utama, Aris, terjerat dalam lingkaran hitam narkoba. Tak ingin terjerumus lebih dalam, kedua sahabatnya tak henti membuatnya sadar.
Meski penuh pertentangan, akhirnya Aris memberanikan diri dan menunjukkan kepada temannya jika sudah berhenti mengonsumsi narkoba dan ingin kembali dalam rangkulan kedua sahabatnya itu.
“Film ini proyek ekspres, tanpa ada persiapan yang harus dilakukan dalam pembuatan film dan kami harus mengejar pembuatan film dalam 8 hari, sebelum pendaftaran ditutup,” ujar Angga.
Katanya, saat itu ia bersama teman-temannya tengah berlibur di Sabang. Tak mengenal lokasi sekitar, menjadikan pembuatan film dengan memaksimalkan penginapan mereka. Hal ini ditambah dengan tak adanya pengalaman yang dimiliki teman-temannya dalam dunia seni peran.
Inilah makanya kami memberikan judulnya Freedom. Freedom karena dari proses pembuatannya yang bebas. Film ini menunjukkan kepada masyarakat, jangan men-judge (menghakimi) seseorang tanpa mengenal sifat seseorang itu,” pungkas Angga.(mtd/min)
==============