Giring Ganesha atau kerap disapa Giring Nidji telah menentukan sikap untuk terjun ke politik melalui Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Jika kita menebak-nebak, sikap yang baru saja diambilnya mungkin adalah salah satu keputusan terbesar yang pernah diambil oleh Giring dalam hidupnya. Sebab, tidaklah mudah meninggalkan dunia yang telah membesarkan namanya. Menjadi vokalis salah satu band musik papan atas di Indonesia, Nidji.
Ingatan paling awal saya tentang Giring adalah saat diajak teman menonton pagelaran konser musik Soundrenaline bertajuk “Rock United” di Medan pada bulan agustus 2006.
Hari itu, sebelum berangkat ke tempat Konser. Teman saya bilang; “Ada band baru dan bagus. Gendrenya pop rock, progresif, dan agak funk. Band itu lagi naik daun. Nidji namanya”
Penasaran dengan cerita teman, di lokasi konser. saya mengambil posisi tak berjarak dengan pagar besi pembatas panggung.
Hari mulai gelap, cuaca sedikit dingin karena langit lagi mendung. Sosok yang kami perbincangkan pun akhirnya muncul di panggung. Vokalis dengan perawakan kurus kribo, energik dan atraktif di panggung. Belakangan saya tahu namanya adalah Giring.
Lagu pertama yang dibawakan Nidji kala itu “Bila Aku Jatuh Cinta”, Lirik dan lagu itu ditulis sendiri oleh Giring menyatakan bahwa dirinya seorang penyayang yang mendambakan cinta dalam setiap kehidupannya.
“Bila aku jatuh cinta
Aku mendengar nyanyian
Seribu dewa dewi cinta
Menggema dunia
Bila aku jatuh cinta
Aku melihat matahariKan datang padaku
Dan memelukku dengan sayang..”
Lagu itu berasal dari album perdana Nidji, Breakthru’ (Breakthrough) yang artinya bila diterjemahkan kira-kira terobosan, solusi atau pemecahan sebuah permasalahan. Lebih lanjut, inisiasi penamaan band Nidji berasal dari Niji (bahasa Jepang) yang berarti Pelangi.
Pada kenyataan Indonesia adalah negara yang beranekaragam. Lagu-lagu yang dinyanyikan Giring pun tidak jauh-jauh menyuarakan dengan thema keragaman, kebinekaan dan solidaritas.
Pada lirik “Arti Sahabat” di album keduanya bertajuk “Top Up”, Giring bersuara keras tentang kedamaian, berbagi rasa sukacita dan mendengarkan memahami dari hati ke hati.
“Tak mudah untuk kita
Hadapi perbedaan yang berarti
Tak mudah untuk kita
Lewati rintangan silih berganti
Kau masih berdiri
Kita masih di sini
Tunjukkan pada dunia
Arti sahabat
Kau teman sehati
Kita teman sejati
Hadapilah dunia
Genggam tanganku..”
Lagu itu menekankan bahwa pada posisi sesulit apapun persahabatan dan persaudaraan tetap dipertahankan dengan solid. Belajar memahami sahabat, belajar mengerti kekurangan dan kelebihan masing-masing hingga tidak ada ruang untuk perpecahan. Meski kenyataannya tidak mudah untuk dilakukan tapi tetap bisa dicapai jika dihadapi bersama-sama.
Masalah paling mengkhawatirkan di Indonesia hari-hari ini selain kemiskinan, korupsi, dan intoleransi adalah krisis kepercayaan untuk para politisi. Janji-janji manis akan kesejahteraan dan kedamaian kerap di obral menjelang hari-hari jelang pemilu pada setiap kampanye politik.
Pada posisi ini, Giring yang selalu mengkampanyekan cinta lewat “Niji”, lewat pelangi, merasa inilah saatnya Indonesia harus disesaki cinta, dipenuhi kedamaian dalam ruang perbedaan. Hingga akhirnya memutuskan memilih menjadi Calon legislatif dari PSI. Partai anak muda yang satu visi dan misi dengannya menyuarakan keragaman dan toleransi dalam kebinekaan Indonesia.
“Jangan, jangan takut lagi
Jangan, jangan takut cinta
Ku bukan dia yang tidak setia
Jangan, jangan takut aku
Cinta yang tulus takkan menyakitimu
Oh jika kau butuh cinta akulah orangnya
Oh jangan kau takut cinta aku kan setia
Oh jika kau butuh cinta pilihlah aku…”
Lagu yang berjudul “Jangan Takut” ini adalah salah satu lagu di album Nidji bertajuk Liberty. Liriknya menekankan, agar kita tidak takut untuk memilih, mengambil keputusan jika dilakukan dengan cinta, karena cinta yang tulus tidak pernah menyakiti.
Dari Panggung Musik ke Panggung Politik
Bagi orang naif keputusan Giring untuk terjun ke politik adalah hal biasa yang memanfaatkan popularitas semata.
Layaknya anggapan banyak orang-orang naif ketika artis-artis pendahulunya yang terlebih dahulu menyelam di dunia politik seperti Nurul Arifin (Golkar), Anang Hermansyah (PAN), Rieke Diah Pitaloka (PDIP) dan artis-artis lainnya.
Tapi bagi orang-orang yang mengikuti jejak Giring lewat karya-karyanya sepanjang waktu dalam satu dekade terakhir. Pada jejak digital kita akan membaca bahwa isu-isu terkait sosial, ekonomi, budaya dan politik bukan hal asing bagi seorang Giring. Sebab, ayahnya Djumaryo Imam Muhni (alm) adalah mantan wartawan foto kantor berita Antara dan harian berita Yudha.
Artinya, sejak kecil matanya menyaksikan foto-foto menggugah hati terkait kemiskinan dan ketidakadilan lewat karya yang diabadikan ayahnya. Kupingnya sudah biasa mendengar nasehat ayah dan ibunya, bahwa keragaman dan kebinekaan harus dijaga, dipupuk dan dirawat hingga tumbuh subur dalam bingkai ke-Indonesiaan. Sebab, ayahnya berasal dari suku Jawa sementara ibunya adalah seorang Minang.
Mungkin ini pula yang membuat telapak tangannya selalu digetar-getarkan sembari mengentakkan kaki mengikuti irama hatinya yang bergetar ketika korupsi dan intoleransi merebak menjadi virus yang harus dibasmi sesegera mungkin di negeri ibu pertiwi.
Tanpa ragu pun optimis. Saya yakin, Giring akan bisa menaklukkan panggung politik. Layaknya kala dia beraksi di konser-konser besar banyak kota di Indonesia. Hanya saja, ketika terjun langsung ke panggung politik. Giring tidak lagi beraksi di panggung berukuran 12×12 meter. Lebih luas dari sekadar panggung musik untuk sebuah konser.
Sebagai calon legislatif dari PSI. Dirinya tentu harus membuktikan mampu beraksi menaklukkan panggung politik yang luasnya ribuan kali lebih luas dari panggung yang biasa menjadi tempat ia berloncat. Nafasnya dituntut lebih panjang dari biasanya untuk tetap konsisten untuk melawan segala tindakan korupsi.
Selanjutnya, Ia butuh pula sound system yang lebih keras untuk menyuarakan pesan-pesan cinta, kasih dan kedamaian untuk orang-orang memimpikan Indonesia yang lebih baik.
Tidak hanya itu, lebih dari sekadar memuaskan penonton dan penikmat musik Indonesia. Giring harus lebih peka menangkap aspirasi konstituennya yang menyebar di kabupaten, kecamatan, kelurahan hingga tingkat RT.
Akhirnya keputusan Giring terjun politik melengkapi lagu “Hidup yang Hebat”. Lagu tersebut merupakan, lagu terakhir yang direkam oleh Giring bersama Nidji dan Iwan Fals pada 2015 yang lalu.
Lagu ini berkisah tentang kegelisahan Giring terhadap oknum-oknum pengguna media media soial yang kerjaannya hanya nyinyir dan marah-marah tanpa pernah memberikan solusi bagi setiap permasalahan.
Selamat beraksi Giring, Taklukkan Panggung Politik Indonesia dengan Cinta…..
================