Terungkapnya Komunitas “TUYUL” Ojek Online

0
705
Para tersangka dan barang bukti kasus order fiktif taksi online di Mapolda Metro Jaya, Rabu (31/1/2018).(Kompas.com/Akhdi Martin Pratama)

medanToday.com,JAKARTA – Kasubdit Ranmor Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Antonius Agus Rahmanto mengatakan, para pengguna aplikasi pembuat order fiktif ojek maupun taksi online atau kerap disebut “tuyul” memiliki perkumpulan.

“Saya tidak dapat mengatakan ini jaringan yang terorganisir. Karena mereka tidak punya susunan organisasi. Tapi mereka berkomunitas,” ujar Agus saat ditemui di kantornya, Kamis (1/2/2018).

Hal ini dibenarkan seorang tahanan kasus order fiktif ojek online berinisial FA. Ia bahkan mengaku menyewa sebuah rumah kontrakan di Jalan Aries Utama, Meruya Utara, Kembangan, Jakarta Barat.

“Kami sewa kontrakan 6 bulan, biayanya Rp 20 juta. Kami bayarnya iuran saja, seikhlasnya. Kami ada 10 orang di sana,” ujar FA saat ditemui.

Menurut FA, tak ada yang mengkoordinir hingga terbentuk perkumpulan ini. Menurutnya, perkumpulan para mitra ojek online ini terbentuk begitu saja atas dasar kesamaan nasib.

“Di sana kami iuran seiklasnya untuk beli HP (ponsel) juga. Ada 170 ponsel yang kami pakai bergantian biar pelanggannya tidak terkesan selalu sama. Kami kumpul-kumpul aja di sana (kontrakan),” tuturnya.

Tak hanya untuk menyewa rumah dan membeli ponsel, sejumlah mitra ojek online pun mengumpulkan iuran untuk biaya oprek ponsel agar dapat digunakan untuk membuat order fiktif online.

“Sekali oprek kan Rp 100.000. Satu HP enggak pasti sebulan sekali dioprek, kami iuran sukarela,” ujarnya.

Agus melanjutkan, terungkapnya komunitas tuyul ojek online ini berawal dari laporan Grab sebagai salah satu perusahaan penyedia aplikasi ojek online.

Menurut Grab, belakangan ini pihaknya sering menemui mitranya yang memiliki peringkat sempurna dalam aplikasi. Grab mengatakan, keadaan ini sangat tak wajar. Karena untuk mendapatkan peringkat sempurna, seorang mitra tak boleh sedikit pun melakukan kesalahan. Padahal, menurut Grab kesalahan teknis pasti terjadi saat berada di lapangan.

“Atas dasar itu kami melakukan penyelidikan. Ternyata ada yang menawarkan jasa oprek ponsel yang memungkinkan mitra itu mengorder sendiri, lalu menerima orderan sendiri tapi di aplikasi seolah-olah kendaraan mereka jalan mengantarkan penumpang, padahal mereka hanya duduk saja,” lanjut Agus.

Kini, sepuluh anggota komunitas hingga penyedia oprek ponsel telah diamankan.

“Kami masih menyelidiki kemungkinan adanya komunitas lain,” tuturnya.(mtd/min)

==================