medanToday.com, MEDAN – Dibukanya kembali perjalanan ibadah umrah yang sempat delapan bulan ditutup menjadi angin segar bagi pengusaha travel. Namun, pada pelaksanaannya di masa pandemi Covid-19 masih menuai keluhan tersendiri.
Hal itu disampaikan Ketua Forum Komunikasi Para Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dan Haji Khusus (PIHK), Bob Syafrizal Nasution pada acara dialog bersama para pengusaha travel haji dan umrah di Medan, Kamis (5/11). Bob Syafrizal mengatakan, selama penutupan haji dan umrah para pelaku usaha terkena dampak. Begitu dibuka, kendala yang akan dihadapi para pengusaha travel yakni adanya syarat yang harus dipenuhi.
“Sangat-sangat terasa, ya. Karena haji dan umrah juga tidak. Mereka yang sudah membayar sebelum pandemi ada yang minta ganti, tapi kita sudah bayar tiket dan bayar visa. Tapi ada yang refund dan juga belum, dampaknya rugi, rugi besar,” kata Bob Syafrizal.
Bob menjelaskan, kendala pertama yang akan dihadapi para pengusaha travel yakni biaya yang dibayar jemah sebelum pandemi Covid-19, dengan biaya yang akan dikeluarkan sekarang jauh berbeda. Alasannya,
jemaah yang akan diberangkatkan terlebih dahulu harus menjalani karantina dan pengambilan sampel PCR-Swab. Pelaksanaan swab akan dilakukan beberapa kali yakni sebelum berangkat, saat tiba dan setelah kembali ke Indonesia.
“Ada aturan tiga kali swab, tentunya akan ada penambahan biaya,” ujarnya.
Selain syarat untuk karantina dan swab, juga dilakukan pembatasan umur bagi jemaah umrah. Jemaah yang diperbolehkan berangkat hanya umur 18 sampai 50 tahun.
Pembatasan umur ini dinilai pengusaha travel sebagai kendala dalam penyelenggaraan umrah di masa pandemi. Hal itu mengingat pangsa pasar jemaah rata-rata berumur di atas 50 tahun.
“Kendalanya karena umur dibatasi 18 sampai 50 tahun, sementara jemaah yang sudah mendaftar atau yang mau berangkat umumnya di atas 50 tahun. Kalau seandainya dari 500 orang, 30 persennya di bawah umur 50 tahun sedangkan 70 persen di atas 50 tahun. Jadi pergerakannya kurang,” ungkapnya.
Masih dikatakan Bob, kendala lain yang dihadapi pengusaha travel yakni adanya pembatasan kepada jemaah yang diperbolehkan satu kali melaksanakan ibadah umrah.
Pihaknya juga masih melakukan kajian untuk memberangkatkan jemaah pada 23 November mendatang. Jika tidak mendapat respon positif dari pangsa pasar, pihaknya akan menunda sampai kondisi pandemi membaik.
“Hanya sekali (melaksanakan umrah) sementara ke mesjid tidak boleh, langsung ke kamar hotel. Jadi hanya satu hari lah pelaksanaan umrah, selebihnya di hotel makanya agak payah. Secara kepuasan jemaah tidak ada, hanya dapat umrah itu aja sekali,” pungkasnya.
Sebelumnya, Direktur Bina Umrah dan dan Haji Khusus Ditjen PHU Kementerian Agama RI, H M Arfi Hatim mengatakan, berdasarkan evaluasi dari keberangkatan kluter pertama jemaah umrah Indonesia, terdapat aturan baru yang sebelumnya tidak dirilis oleh Pemerintah Arab Saudi.
Aturan tersebut berupa karantina, pembatasan pelaksanaan ibadah umrah dan pembatasan usia jemaah yang diberangkatkan.
“Dari keberangkatan jemaah kluter pertama yakni 1 dan 2 Oktober, ternyata ada beberapa hal yang baru yang sebelumnya tidak ada. Artinya ada bebera persyaratan dan ketentuan yang tidak dirilis oleh pemerintah Arab Saudi. Kami memahami itu, sebagai upaya pencegahan Covid-19,” kata H M Arfi Hatim kepada wartawan di Medan.
Salah satu syarat dan aturan baru yakni jemaah wajib menjalani karantina sebelum keberangkatan. Para jemaah umrah juga akan diwajibkan menjalani pemeriksaan swab atau pengambilan PCR-Swab.
Selama karantina, jemaah tidak diperbolehkan berinteraksi dengan orang lain. Dan hanya jemaah umrah dengan hasil swab negatif yang akan diberangkatkan ke Arab Saudi.
“Memang ini secara langsung akan menambah cost komponen biaya yang pada sebelumnya tidak di masa pandemi, termasuk PCR=Swab. Mohon dipahami bahwa ibadah umroh ini dilaksanakan di masa pandemi,” ujarnya. (mtd/cis)