medanToday.com, JAKARTA – Pemerintah Indonesia mendatangkan vaksin Covid-19 tambahan sebanyak 1,8 juta dosis. Vaksin produksi Sinovac ini tiba di Bandar Udara Soekarno Hatta Tangerang, Provinsi Banten pada Kamis (31/12) sekitar pukul 11.55 WIB.
Vaksin tambahan itu dibawa menggunakan Pesawat Boeing 777-300 ER dari maskapai Garuda Indonesia. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi turut hadir menjemput vaksin tersebut.
Setibanya di bandara, vaksin yang dimuat di 11 Envirotrainer atau peti kemas berpendingin kemudian dibawa ke Warehouse Garuda Indonesia untuk dilakukan pengisian ulang daya Envirotainer. Nantinya vaksin tersebut dibawa dengan empat buah truk flatbed ukuran 40 feet, dan akan disimpan di lokasi khusus Bio Farma di Bandung. Proses penyimpanan dilakukan sesuai protokol secara aman dengan standar WHO.
Kedatangan vaksin ini merupakan kali kedua setelah 1,2 juta vaksin Sinovac pada 6 Desember 2020 lalu. Sehingga ketersediaan vaksin bentuk jadi asal Sinovac menjadi 3 juta dosis. Selanjutnya akan diikuti dengan pengiriman suplai vaksin Covid-19 dalam bentuk bahan baku (bulk) sebanyak 140 juta dosis secara bertahap dimulai dari Januari 2021.
Sehari sebelumnya, pemerintah melalui Holding BUMN Farmasi PT Bio Farma (Persero) Tbk menandatangani kesepakatan suplai vaksin Covid-19 dari Novavax yaitu pengembang vaksin dari Amerika dan Kanada. Kemudian AstraZeneca pengembang vaksin dari Inggris dan Jerman, masing-masing 50 juta dosis dengan opsi penambahan 80 juta dosis vaksin Novavax dan 50 juta dosis vaksin AstraZeneca.
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menugaskan instansi terkait untuk selama liburan tahun baru terus bekerja keras agar vaksinasi nasional bisa berjalan dengan baik demi melayani seluruh masyarakat.
“Hari ini kita menyaksikan kedatangan tahap kedua vaksin Sinovac ke Indonesia. Insyaallah dengan do’a rakyat Indonesia, kami harapkan sebelum masyarakat masuk bekerja di Januari vaksin sudah bisa distribusikan ke 34 provinsi. Tujuannya agar kita bisa memulai program vaksinasi bagi para tenaga kesehatan kita,” kata Budi dalam keterangan pers usai memantau kedatangan vaksin.
Sementara, Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi menyampaikan, dari awal pemerintah terus menjalin komunikasi untuk mengamankan suplai dari berbagai sumber lain secara paralel. “Saat ini pembicaraan yang berkesinambungan sedang dilakukan dengan Pfizer (dan BioNTech) asal Amerika Serikat dan Jerman,” ujarnya.
Retno menambahkan, “Kemarin kita menerima kabar bahwa Emergency Use Authorization (EUA) untuk AstraZeneca telah diberikan oleh Medicine and Healthcare Product Regulatory Agency (MHRA) dari Inggris. Ini tentunya kabar baik karena MHRA merupakan salah satu dari enam stringent regulatory authorities yang memiliki mekanisme reliance dengan Badan POM. Melalui mekanisme reliance ini proses penerbitan UEA oleh Badan POM, atas AstraZeneca di Indonesia akan lebih mudah. Hasil EUA di Inggris dapat dijadikan basis dan review EUA di Indonesia,” katanya.
Diplomasi lanjutan terus dilakukan Kementerian Luar Negeri dan mengawal melalui Vaccine Request Form Part B, mengenai indemnisasi yang menurut rencana akan diserahkan delapan Januari 2021 dan Cold Chain Equipment (CCE) Support Request terkait kapasitas penyediaan sistem pendingin vaksin di kuartal I 2021.
“Kementerian Kesehatan dan Kementerian Luar Negeri serta pihak lain terus berkoordinasi erat untuk memastikan semua infrastruktur logistik vaksin di dalam negeri sesuai dengan kebutuhan jenis vaksin yang dipesan dari jalur multilateral ini,” tegas Retno.
Sebelum digunakan, semua vaksin yang disetujui dan dihadirkan pemerintah menjalani proses evaluasi sesuai standar WHO untuk mendapatkan izin penggunaan dari Badan POM serta rekomendasi dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Ditambahkan Budi Gunadi, ia mengharapkan dukungan penuh rakyat Indonesia demi suksesnya program vaksinasi. Sebab, vaksinasi adalah salah satu strategi utama menyelesaikan pandemi.
“Dibutuhkan waktu lebih dari 12 bulan untuk kita menyelesaikan program vaksinasi ini. Untuk itu, jangan lupa selalu mematuhi protokol kesehatan. Mudah-mudahan apa yang kita lakukan saat ini bisa didukung rakyat Indonesia, karena tidak mungkin pemerintah bisa melakukannya sendiri. Saya percaya bersama kita bisa,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Stringent regulatory authorities adalah badan regulatori rujukan di suatu negara dengan sistem regulatori yang kuat.
Sedengkan Mekanisme reliance adalah salah satu rekomendasi WHO dalam konsep Good Regulatory Practices Guideline, terkait skema kerangka kerja sama internasional sehingga Badan POM Indonesia dapat memfasilitasi registrasi dan persetujuan obat atau vaksin yang telah disetujui badan regulatori rujukan di suatu negara dengan sistem regulatori yang kuat.
Saat ini BPOM telah memiliki aturan pemberian persetujuan melalui sistem reliance dengan 6 negara yaitu: FDA Amerika, EMA Eropa, TGA Australia, MHRA Inggris, HealthCanada Kanada dan PMDA Jepang. (mtd/min)