Anak pertama memang lebih punya beban tanggung jawab daripada anak setelahnya. Pembawa nama baik keluarga, kebanggaan orang tua dan wajahnya relatif mirip bapaknya.
Agus dan Ibas adalah dua bersaudara kebanggaan ayah dan ibunya yang sudah pensiun mengurus Indonesia selama 10 tahun dan menghabiskan masa tuanya di Cikeas, Jawa Barat. Agus adalah anak pertama berprofesi sebagai tentara sementara Ibas anak kedua berprofesi sebagai politisi yang juga ketua fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari partai bapaknya.
Hal paling gak enak jadi anak pertama harus nurutin semua perintah dan nasehat orang tua. Biar gak di bilang jadi anak durhaka. Meski taruhannya adalah karir tak secemerlang kakek dan bapaknya, Jendral Sarwo Edhi dan Jendral Susilo Bambang Yudhoyono. Hal ini sejalan dengan pelaksanaan pemilihan gubernur di Jakarta tahun depan yang sebenarnya belum waktunya diikutinya.
Padahal siapa yang tak kenal Agus Harimurti Yudhoyono. Muda, ganteng, tenar, berbahaya, Istri artis dan cantik, punya nama belakangnya Yudhoyono dan di prediksi punya masa depan cerah di kesatuan tentara kayak kakek dan bapaknya.
Si Agus yang kariernya udah bagus-bagus jadi tentara. Eh…malah di suruh bapaknya nyalon jadi gubernur Jakarta.
Tak jelas alasannya, mungkin si bapak (SBY) tak ingin lagi anaknya nongkrong dengan sesama tentara di perbatasan lagi. Mungkin juga bapaknya ingin supaya dia agak bergaul sedikit ke kota kayak adiknya Ibas yang pakaiannya rapi dengan lengan panjang setiap saat atau mungkin salon di Batalyon Infanteri Mekanis 203 kurang bagus menata rambut, gaya bicara dan gerak tangan Agus agar mirip bapaknya.
Saya melihat langkah Si Bapak (SBY) ini lebih sedikit berani dari mantan kepala sekolah saya di jaman SMA. Sebab sewaktu duduk di bangku SMA, 3 tahun satu kelas dengan anak mantan kepala sekolah tak sekalipun dia di suruh-suruh bapaknya untuk jadi calon ketua OSIS. Boro-boro jadi ketua OSIS anak mantan bapak kepala sekolah itu bahkan berada di kelas IPS bukan IPA, kelas impian siswa paling berprestasi di sekolah. Sementara kelas IPS sudah semua tahu bagaimana pandangan bapak-ibu, saudara-saudari, abang-kakak dan adik-adik gimana kondisinya di sana.
Sebenarnya ini sudah gak nyambung. Anak kedua yang berprofesi jadi politisi, dua periode jadi anggota DPR malah tidak di suruh untuk berangkat ke Jakarta.
Ini hampir sama gak nyambungnya dengan salah satu produk susu kemasan. Susunya susu sapi, Iklan Naga dan gambar beruang tapi tetap di cari dengan nama susu beruang. Tapi sudahlah negeri ini memang seperti ini suka gak nyambung.
Kerugian semburan lumpur PT. Lapindo saja di tanggung oleh negara, Papua yang butuh semen makanan pokok sagu malah mau dijadikan lumbung padi. Pulau Jawa yang harusnya jadi lumbung padi malah di bangun pabrik semen dan Pemerintah yang sesibuk-sibuknya ikut-ikutan penuh kembanggaan mengikuti pertemuan lingkungan. Padahal di saat bersamaan hutannya habis di makan api yang sampai hari ini tak bisa di sentuh hukum. Semuanya udah gak nyambung.
Tapi sudahlah, dari pada jauh dari keluarga. Anak masih kecil di tinggal-tinggal ke perbatasan dan istri masih sangat cantik. Kan lebih baik cari peruntungan di Jakarta. Siapa tak tergoda oleh kemolekan kota Jakarta. Orang-orang di kampung saya, di pedalaman Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara sana. Berbondong-bondong berangkat ke Jakarta. Pulang hanya pas hari lebaran atau tahun baru saja. Membawa kue-kue nastar, roti salju, dodol dan sirup kurnia. Cerita tentang kerak telor, monas sampai kilaunya lampu-lampu kota Jakarta. Yang setiap mereka pulang kampung kilaunya menghalangi kunang-kunang ketika lewat dari depan rumah saya.
Dimana sih sudut Jakarta yang tak di sorot televisi. Di Jakarta sana gubernur masuk ke parit untuk mengambil sendal yang jatuh saja bisa jadi headline berita koran. Tapi iyalah Jakarta ya ?
Entah siapa yang memotivasi bapaknya menyuruh Agus ke jakarta. Bisa jadi karena Mamak (Mega) yang cerewetnya minta ampun itu. Musuh politik bapaknya juga, yang bergaya suka menangis kalau ingat perjuangan bapaknya, kadang dia juga gak ingat kalau sudah menginjak umur 70 tahun. Umur nenek yang harusnya duduk selo kayak di pulau atau santai kayak di pantai lihat-lihat cucu atau makan-makanan enak. Gak perlulah mikir berat-berat.
Mungkin juga karena koh Ahok yang sekarang jadi gubernur. Tapi gak apa-apa jugalah, kalau tujuan Agus untuk kesejahteraan rakyat Jakarta. Asalkan jangan karena obsesi kekuasaan bapaknya saja. Namanya juga anak pertama, tanggung jawabnya besar pada keluarga.