Banyak Aspirasi Berkembang, Golkar Tetap Teguh Tak Ganti Novanto

0
176
Sekretaris Jenderal DPP Golkar, Idrus Marham ketika ditemui di kantor DPP Golkar, Jakarta Barat, Senin (20/11/2017).(KOMPAS.com/ MOH NADLIR)
Sekretaris Jenderal DPP Golkar, Idrus Marham ketika ditemui di kantor DPP Golkar, Jakarta Barat, Senin (20/11/2017).(KOMPAS.com/ MOH NADLIR)

medanToday.com, JAKARTA – Partai Golkar tetap teguh pada keputusan rapat pleno Selasa (21/11/2017) meski sejumlah pihak mendesak agar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) segera digelar untuk memilih ketua umum baru.

Adapun hasil pleno Selasa adalah menunjuk Idrus Marham sebagai pelaksana tugas Ketua Umum Partai Golkar serta menunggu hasil praperadilan Setya Novanto sebelum mengganti ketua umum dan Ketua DPR RI.

“Apapun wacana yang berkembang di luar, pikiran apapun disampaikan oleh elemen-elemen Partai Golkar, aspirasi yang ada harus dikerangkai oleh sistem,” ujar Idrus di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Jumat (24/11/2017).

Idrus menambahkan, Golkar adalah partai yang memiliki kekuatan pada sistem yang dilaksanakan oleh kepemimpinan yang solid dan kuat.

Kesimpulan pada pleno Selasa lalu menurutnya diambil melalui perdebatan konseptual dan konstitusional yang sangat demokratis.

Di samping itu, keputusan juga diambil dengan memerhatikan suasana kebatinan Novanto, pengurus partai serta konstituen.

“Maka secara organisatoris mestinya semua menerima, semuanya memahami dan melaksanakan. Bahwa wacana-wacana yang ada kami kerangkai dengan sistem. Ada tahapan yang kita lalui, tidak bisa lompat-lompat,” tuturnya.

Idrus meminta seluruh pihak untuk menghormati proses hukum yang sedang ditempuh Novanto dan mendoakannya agar persoalan tersebut segera selesai.

“Upaya praperadilan kota hormati. Setelah itu baru kita akan melakukan pertemuan,” kata Idrus.

Rapat pleno Golkar, Selasa (21/11/2017), menetapkan Idrus Marham sebagai Pelaksana Tugas Ketua Umum Golkar setelah Setya Novanto ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Novanto bersama sejumlah pihak diduga menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi. Ia juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar.

Akibat perbuatannya bersama sejumlah pihak tersebut, negara diduga dirugikan Rp 2,3 triliun pada proyek Rp 5,9 triliun tersebut.

Meski berstatus tahanan KPK, namun Golkar tetap mempertahankan Novanto sebagai ketua umum dan menunggu hasil praperadilan yang diajukan Novanto. Begitu pula dengan status Novanto sebagai Ketua DPR.

Namun, sejumlah pihak mendesak Golkar untuk segera melaksanakan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) dan memilih ketua umum baru. Mereka juga mendesak Golkar menarik Novanto dari jabatan Ketua DPR.

Sejumlah fraksi di DPR pun mendesak Novanto segera mengundurkan diri.

(mtd/min)