medanToday.com, JAKARTA – Peristiwa di Rutan Mako Brimob membuat semua pihak kaget. Apalagi, lima polisi tewas dan satu orang napi teroris setelah terjadi penyerangan.
Kepala staf kepresidenan Moeldoko menyatakan telah ada komando operasi khusus gabungan untuk menangani antiteror. Menurutnya, pembentukan organisasi itu memang diperlukan dalam situasi dan kondisi global saat ini.
“Sebenernya waktu saya jadi panglima TNI itu sudah pernah kita bentuk. Kemarin saya diskusi dengan Presiden dan beliau sangat tertarik, sangat mungkin akan dihidupkan kembali,” ungkap Moeldoko, di Kantor Staf Kepresidenan, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Jumat (11/5/2018).
Mantan Panglima TNI ini mengatakan, komando operasi gabungan itu terdiri dari beberapa pasukan-pasukan elite di Indonesia dengan status operasi. Sebut saja salah satunya yakni Komando Pasukan Khusus atau Kopassus.
“Ada juga Denjaka (Datasemen Jala Mangkara dari TNI AL) dan Denbravo (Detasemen Bravo dari TNI AU), kumpulkan di standy by pos dengan status operasi,” kata dia.
Status operasi sendiri artinya semua kebutuhan dengan standar operasi. Untuk pekerjaan sehari-harinya pasukan itu adalah melakukan latihan mapping situasi, setelahnya terus berlatih.
“Sehingga nanti begitu ada kejadian di Bali (misalnya), kita proyeksikan prajurit kesana dengan mudah bisa mengatasi. Juga membuat proyeksi di tempat lain,” ucap Moeldoko.
Pasukan itu disiapkan dalam tempo yang secepat-cepatnya, agar di kemudian hari mereka dibutuhkan dapat berpindah ke lokasi yang dituju dengan mudah.”Agar bisa digeser,” imbuhnya.
Selain itu, menurut Moeldoko, TNI sendiri memiliki Pasukan Pemukul Reaksi Cepat atau PPRC. Namun, membutuhkan waktu lebih untuk pergerakannya.”TNI memang memiliki PPRC tapi ini besar, sehingga di dalam penggerakannya juga memerlulan waktu,” jelas dia. (mtd/min)
================================