Belum lama ini, Danau Toba – yang pamornya telah meredup – kembali menjadi perbincangan hangat setelah karnaval kemerdekaan tahun 2016 dilaksanakan di kawasan tersebut. Acara yang berjudul ‘Karnaval Kemerdekaan Pesona Danau Toba’ itu juga sempat menjadi trending topic di Twitter.

Berbondong-bondong selebtwit dan netizen memuji kemeriahan acara bergengsi yang juga turut mendatangkan para selebritis kenamaan Jakarta tersebut. Pokoknya, ngerilah.

Perhatian Anda mungkin ikut tersedot melihat viralnya pemberitaan karnaval ini, sehingga memutuskan untuk merencanakan liburan ke kawasan Danau Toba. Dan jika benar demikian, maka bersiaplah untuk kecewa.

Karnaval kemerdekaan yang telah berlalu itu bukanlah penggambaran kondisi Danau Toba sebenarnya saat ini. Jalan mulus yang terlihat selama karnaval adalah fatamorgana yang dipersiapkan hanya untuk menyambut Ketua-1 (Jokowi).

toba-debata_dedi-sinuhaji-2
Selain menjadi alat transportasi antar desa, kapal ini juga berfungsi sebagai sarana transportasi wisata menikmati alam semesta Danau Toba. Foto : DEDI SINUHAJI for Medan-Today.com

Perintah Jokowi – yang timbul ketika ia menyusuri danau Toba saat karnaval berlangsung – untuk mengevaluasi salah satu perusahaan pencemar lingkungan danau Toba juga tak ada juntrungannya. Selesai karnaval, selesai jugalah barang itu.

Mengecewakan, memang. Yang dijual itu-itu saja. Pantai bebas Parapat. Festival-festivalan yang hanya bersifat one time event. Dramanya juga cuma daur ulang. Jalan diperbaiki hanya untuk menyambut pejabat.

Belum lagi keistimewaan yang diberikan kepada konten acara yang berbau Jakarta dibandingkan dengan konten budaya lokal. Sehingga terasa sekali adanya jarak yang memisahkan penonton lokal dengan karnaval tersebut.

Si anak kandung kebudayaan setempat ternyata masih menjadi tamu di acara yang mengusung tema kebudayaan mereka sendiri. Dan ironisnya: terjadi di rumah mereka sendiri.

Namun demikian, hal tersebut tidak boleh menyurutkan niat Anda untuk berlibur ke danau Toba. Anda tidak akan kehilangan apapun, meski tidak menemukan apa yang karnaval tersebut janjikan kepada Anda.

Danau Toba ini serupa paket komplit anugerah Debata (‘Tuhan’ dalam bahasa Batak). Ibarat memesan makanan di restoran siap saji, Anda dapat menemukan wisata alam, budaya, sejarah, hingga spiritual sekaligus. Berdasarkan pengalaman pribadi saya, ada beberapa pilihan lokasi dan cara menikmati liburan di kawasan Danau Toba yang dapat menjadi alternatif bagi Anda.

Saya kira, itu lebih baik daripada Anda terus mengutuki tabiat para “Ketua” yang hingga kini masih mengangkangi danau tekto-vulkanik sepanjang 100 kilometer tersebut.

Tenang, Kenyang, dan Senang di Danau Toba!

Ini soal kebutuhan dasar manusia, coy. Akomodasi yang nyaman serta makan enak sepuasnya selalu menjadi pertimbangan utama pelancong untuk mengunjungi suatu kawasan wisata.

Di kawasan Danau Toba, khususnya Pulau Samosir, Anda dapat menemukan beberapa cottage yang paten, antara lain Tabo Cottages, Bagus Bay, dan Timbul Cottages. Kamar yang tersedia berarsitektur rumah tradisional Batak Toba, dengan view kamar yang langsung menghadap ke perairan danau Toba.

toba-debata_dedi-sinuhaji-3
Sepasang wisatawan menikmati angin sore hari di sebuah bukit sekitaran Danau Toba. Foto : DEDI SINUHAJI for Medan-Today.com

Situasi yang sangat otentik serta semilir angin sejuk khas daerah pegunungan dijamin membuat Anda betah. Apalagi dengan iringan musik tradisional Batak Toba yang sayup-sayup selalu terdengar dimainkan oleh penduduk lokal dari kejauhan. Ah…..

Soal makanan, jangan diragukan lagi. Di sepanjang jalan Tuktuk, salah satu kawasan wisata hits di Pulau Samosir, Anda akan menemukan banyak rumah makan khas Batak yang menyajikan naniura, arsik, natinombur, saksang, dan segala macam lainnya.

Jika ingin kerenan sedikit, Anda bisa memesan makanan di Rumba Cafe. Kafe ini menyajikan menu kombinasi antara makanan western dengan batak. Pizza dengan topping tradisional, rochsti yang gurihnya ‘batak’ sekali, serta menu minuman yang dilabeli local spirits alias tuak nira dijamin akan membuat Anda ketagihan. Tabo nai!

Sebagai peringatan awal, saya menyarankan bagi Anda yang hanya mengonsumsi makanan halal agar bertanya terlebih dahulu sebelum memesan makanan. Maklumilah kami orang Batak ini. Ibarat akka opung dulu berkata: Semua yang berkaki empat dapat dikonsumsi oleh orang Batak…

Kecuali meja dan kursi.

Menemukan Esensi Spiritualisme di Pusuk Buhit

Setelah puas makan dan berleha-leha di pinggiran danau Toba, saatnya Anda mendaki gunung Pusuk Buhit.

Pusuk Buhit adalah puncak tertinggi di antara perbukitan yang ada di Pulau Samosir. Jarak tempuh berkendara antara Tuktuk dengan wilayah Pusuk Buhit hanya memakan waktu dua jam. Jalur pendakian yang ditempuh juga cukup landai, tidak begitu menanjak.

Sesampainya di puncak, semua lelah Anda akan terbayar dengan hamparan pemandangan danau Toba yang dikelilingi daratan hijau berbukit. Sebagai manusia, khususnya orang Batak, saya – dan Anda, spontan akan berlutut sambil memuji kebesaran Tuhan. Bersyukur, dilahirkan sebagai orang Batak. Bersyukur, diberi kesempatan untuk mengunjungi wilayah yang dikaruniai dengan kekayaan alam yang begitu indah dan tiada duanya.

Namun, Pusuk Buhit bukanlah gunung biasa. Orang batak sangat mensakralkan Pusuk Buhit karena kepercayaan bahwa Pusuk Buhit merupakan tempat di mana pertama kali turunnya nenek moyang orang Batak. Aura spiritual sangat terasa begitu anda mendaki Pusuk Buhit.

Anda mestinya sudah paham yang mesti diperbuat setelah membaca peringatan ini.

Mengajar dan Nelajar kepada Anak-Anak Desa Sianjur

toba-debata_dedi-sinuhaji-4
Sejumlah wisatawan turun dari kapan usai mengitari kawasan Danau Toba di Desa Silalahi. Foto : DEDI SINUHAJI for Medan-Today.com

Turun dari Pusuk Buhit, Anda bisa berwisata budaya mengunjungi Desa Adat Sianjur.

90% hunian warga yang ada di desa adat ini masih merupakan rumah tradisional Batak Toba yang telah berusia ratusan tahun. Senyum tulus khas penduduk desa yang sedang menjemur hasil tani dan marmahan (beternak) babi akan menyambut anda sesampainya di desa tersebut. Di sana, Anda akan menemukan sebuah rumah sederhana bertuliskan ‘Rumah Belajar Sianjur Mula-Mula’.

Rumah Belajar yang digagas oleh seorang pemuda lokal bernama Nagoes Sinaga ini telah berdiri sejak setahun yang lalu. Di rumah belajar ini, anak-anak berusia 4-12 tahun berkumpul setiap sore hari untuk belajar budaya Batak melalui lagu, aksara Batak, maupun pantun. Selama belajar, mereka juga diwajibkan memakai sarung layaknya adat Batak tradisional.

Anda jangan terkejut jika ditodong untuk ikut mengajar apapun yang Anda ingin bagi kepada anak-anak tersebut. Anda tidak bisa menolak, meskipun niat awal Anda, mungkin, hanyalah untuk mengambil foto.

Selama berinteraksi dengan mereka, Anda akan terkejut mendapati betapa cerdas dan arifnya anak-anak ini. Pengetahuan yang mereka miliki tidak hanya sebatas kognitif, namun juga afektif – sesuatu yang kini sangat diabaikan dalam kurikulum pembelajaran anak di kota besar.

Anda akan terkejut ketika hendak pulang, anak-anak tersebut – yang baru mengenal Anda selama 2 jam – berebut menciumi tangan Anda. Dan, alih-alih meminta ‘uang rokok’ karena telah memberikan informasi mengenai desa adat tersebut – seperti yang banyak terjadi di kawasan wisata lainnya di Indonesia, bahkan dunia – warga yang Anda temui malah bersikeras membekali anda dengan sekarung bawang sebagai oleh-oleh untuk perjalanan pulang.

Menikmati Night Life Tuktuk dengan Cita Rasa ‘Vodka Campur Tuak’

Anda dapat menghabiskan Sabtu malam dengan mengunjungi berbagai pilihan tempat yang menawarkan night life khas Tuktuk, Pulau Samosir.

Roy’s Pub merupakan tempat pilihan favorit para pelancong karena house band yang rutin manggung di sana cukup tenar di seantero pulau Samosir. Cita rasa gabungan antara spirit lokal dan internasional sangat terasa. Anda akan tergerak untuk berjoget mendengar lagu Batak yang dibawakan dengan nuansa reggae.

toba-explorer-ii-adv-ronys-pub

Local spirits alias tuak nira bersanding megah di sebelah minuman impor beralkohol. Para turis mancanegara terlihat akrab berbincang dengan warga lokal. Jelas terlihat, bahwa masyarakat sekitar tidak hanya menjadi penonton atraksi wisata yang terjadi, namun juga turut terlibat sebagai penggerak wisata dan bahkan menjadi penikmat wisata tersebut.

Everything happens for a reason. Semua hal ada hikmahnya. Mungkin memang karnaval kemerdekaan yang telah lalu itu hanyalah acara artifisial dan buang-buang uang. Mungkin juga panggung hiburan karnaval kemarin lebih layak disebut ‘Panggung Batak Rasa Jakarta’ dibandingkan ‘Panggung Hiburan Rakyat’. Namun, setidaknya, hal tersebut membuat bangsa Indonesia kembali melihat danau Toba sebagai objek wisata pilihan.

Seperti lirik lagu seniman Batak Tongam Sirait,’Come to lake Toba, you will enjoy with us.’ Danau Toba tidak hanya menawarkan wisata per lokasi yang bisa dikunjungi atau suvenir yang bisa dibeli, namun menawarkan persahabatan hangat kepada para pengunjungnya.

Anda tidak akan merasa sedang liburan, namun seperti sedang mudik ke kampung halaman atau berkunjung ke rumah sahabat dekat.

Bersiaplah mendengar sapaan khas Batak: Horas! Dan juga ajakan minum tuak yang terkenal itu: Lisoi..!  (MTD/mojok.co)

 

toba-debata_dedi-sinuhaji-5
Api membakar hutan di perbukitan sekitaran Danau Toba terlihat dari Desa Tongging, belum lama ini. Foto : DEDI SINUHAJI for Medan-Today.com
==================
Penulis : Yuri Nasution 
Research Development Manager Medan Heritage | Program Director Suara Bhinneka