Memang “sial” jadi Menteri di era Jokowi. Di era-era pemerintahan lalu, menjadi menteri adalah sebuah prestise. Bahkan posisi menteri malah dijadikan sunber uang bagi partai. Menteri adalah jabatan politis, sebagai orang kepercayaan Presiden untuk melakukan tugas-tugas yang jauh dari kemampuan akademisnya.

Kerjaan menteri dulu adalah melobby DPR, mengatur anggaran, bagi-bagi rejeki, sesudah itu ongkang-ongkang kaki. Yang kerja biar staf ahli dan dirjennya.

Tapi tidak di era Jokowi.

Disini menteri ditarget untuk memberikan hasil sesuai rencana yang disepakati bersama antar Presiden dan mereka. Presiden menjaga ritme kerja mereka dan terus memantau perkembangan.

Sebagai contoh saat Jokowi menetapkan bahwa pertanian adalah poin utama dalam kesejahteraan masyarakat. Dan pondasi dasar dari produksi pangan adalah ketersediaan air.

Melihat bahwa beberapa daerah mempunyai potensi untuk mengembangkan pangan, tapi wilayah mereka jika kemarau rentan kekeringan, Jokowi memerintahkan 3 Kementrian bersatu menyelesaikan masalah utamanya, yaitu irigasi.

Menteri Pertanian, Menteri Pedesaan dan Menteri PU dipaksa untuk menyelesaikan masalah irigasi dengan membangun waduk-waduk dan embung. Embung adalah tempat penampungan air di kala hujan dan jadi solusi di kala kemarau.

Tidak tanggung-tanggung, ketiga Kementrian itu ditarget bangun 30 ribu embung di beberapa wilayah. Dana yang dipergunakan adalah dana desa yang sudah dianggarkan 500 juta pertahun. Kebayang kan, para menteri itu tidak bisa tidur sebelum target mereka tercapai?

Bahkan di Kutai Kartanegara, embung yang dibuat malah bisa dijadikan tempat penampungan air bersih untuk warga dan bisa langsung diminum. Kebayang jika 30 ribu model embung yang sama dibangun di banyak wilayah. Masyarakat sudah tidak perlu khawatir lagi air bersih dan tetap bisa mengairi pertanian mereka di musim kemarau.

Selain embung, Jokowi juga membangun 49 waduk untuk memperkuat irigasi. Jokowi mungkin malu dengan Malaysia yang sudah punya waduk 3 kali lebih banyak dari Indonesia.

Jokowi bekerja benar-benar menyentuh akar permasalahan. Ia ingin hasil pertanian kita satu waktu akan ekspor, karena itu dia membangun infrastruktur pengairannya. Karena tanpa kecukupan air, ekspor pangan itu sejatinya omong kosong.

Apa yang dikerjakan Jokowi sekarang ini baru akan dinikmati hasilnya beberapa tahun kedepan. Mungkin ada waktunya hasil panen kita melimpah ruah, sehingga harus ekspor dan Indonesia kembali menjadi negara agraris selain negara maritim.

Biar para mahasiswa gak tereak-tereak “harga cabe naik” lagi merampok kebiasaan tukang sayur dan emak-emak pake jarik.

Apa yang dilakukan Jokowi sekarang bukanlah keajaiban, tapi sudah seharusnya sejak dulu dilakukan. Sayangnya, dulu para menteri lebih suka jadi sapi perahan, sehingga mereka sendiri yang akhirnya harus mendekam di penjara karena korupsi miliaran.

Dengan target gila seperti itu, kapan sempat para menteri lobby-lobby lagi di hotel bintang lima dengan kopi secangkir seratus ribuan dan bisik-bisik siapa dapat apa dan bagaimana caranya?
Jokowi emang gila. Dia berusaha keras membalikkan stigma negara kita yang gemah ripah loh jinawi tapi selalu diperkosa oleh para tikus berdasi, kembali menemukan kedigdayaannya kembali. Angkat secangkir kopi!.

============