Ekonom Menilai Wajar APBN 2018 Lebih Populis

0
208
JAKARTA,25/10-PENGESAHAN UU APBN 2018. Menteri Keuangan Sri Mulyani menghadiri rapat terkait Rancangan Undang-Undangan (RUU) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 untuk disahkan menjadi Undang-Undang (UU) saat Rapat Paripurna DPR RI di gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/10). Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah menyetujui postur anggaran dan mengesahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 dengan target pendapatan negara Rp 1.894,7 triliun dan pagu belanja negara Rp 2.220,7 triliun. KONTAN/Fransiskus Simbolon/25/10/2017
JAKARTA,25/10-PENGESAHAN UU APBN 2018. Menteri Keuangan Sri Mulyani menghadiri rapat terkait Rancangan Undang-Undangan (RUU) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 untuk disahkan menjadi Undang-Undang (UU) saat Rapat Paripurna DPR RI di gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/10). Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah menyetujui postur anggaran dan mengesahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 dengan target pendapatan negara Rp 1.894,7 triliun dan pagu belanja negara Rp 2.220,7 triliun. KONTAN/Fransiskus Simbolon/25/10/2017

medanToday.com, JAKARTA – Ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness Eric Sugandi menilai wajar jika APBN 2018 lebih populis karena pemerintah meningkatkan belanja-belanja yang bersifat sosial menjelang tahun politik.

Menurut Eric, pemerintah yang tengah berkuasa, ingin terpilih lagi.

“Menjelang pemilu, yang dikejar biasanya pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan angka pengangguran yang lebih rendah,” kata Eric kepada Kontan.co.id, Rabu (25/10).

Eric bilang, dampak dari pengalokasian dana yang lebih besar untuk belanja sosial daripada belanja infrastruktur, bisa membantu meningkatkan daya beli masyarakat dalam jangka pendek. Sehingga, konsumsi rumah tangga bisa kuat menjelang pemilu.

Ia menilai, dampak belanja sosial terhadap pertumbuhan ekonomi lebih cepat dibandingkan dengan dampak dari belanja infrastruktur. Sebab, pembangunan infrastruktur dengan teknologi saat ini lebih bersifat padat modal sehingga tidak banyak menyerap tenaga kerja.

“Selain itu dampaknya terhadap pertumbuhan juga baru optimal kalau infrastrukturnya sudah jadi dan beroperasi,” tambahnya.

(mtd/min)