medanToday.com,MEDAN – Eksponen Cipayung Plus Kota Medan menyatakan sikap dan memberikan dukungannya untuk Calon Walikota Medan, Ir Akhyar Nasution yang akan menghadapi perjuangan merebut ‘Medan 1’ bersama pasangannya Salman Alfarisi.
Hal ini terungkap usai diskusi Eksponen Cipayung Plus Kota Medan yang membahas New Normal Indonesia : Politik Dinasti, Oligarki, Omnibus Law, Senin (5/10/2020) malam di Roda Tiga Bistro & Cafe.
Ketua HMI Cabang Medan 2009-2010, Andika Syahputra menyampaikan, seorang pemimpin itu lahir dari sebuah proses. Hal ini yang menjadi diskusi yang mereka lakukan berhari hari. Hingga akhirnya mereka sepakat memberikan dukungan kepada Akhyar Nasution.
Menurut Ketua Badko HMI Sumut 2011-2013, suatu sistem yang baik dan benar itu adalah, sudah pasti dipegang orang-orang yang berpengalaman, baik sebagai orangtua, keluarga maupun dalam pergerakan mahasiswa. “Kita harus tahu, ketika kita sebagai mahasiswa, kampus itu adalah miniatur pemerintahan.
Jadi Bapak Akhyar ini sudah selesai dalam miniatur pemerintahan dalam dunia mahasiswa, sudah terdidik, saya tidak tahu yang di sana itu,” tandasnya.
Andika melanjutkan, menjadi tolak ukur ke depan bahwa mahasiswa harus selalu mengkritisi pemerintahan.
“Bang Akhyar ini, kalau kita ajak diskusi persoalan Medan, pergerakan mahasiswa, dan persoalan kemiskinan, sudah hafal. Jadi, berangkat dari situlah kegelisahan kita bersama, sehingga deklarasi dukungan Eksponen Cipayung Plus Kota Medan ini kita jatuhkan kepada Bung Akhyar dari sebuah ikhtiar kita,” terangnya.
Selain itu, Andika mengatakan, hal ini berangkat jauh hari sebelumnya dari kegelisahan dan masukan banyak orang yang tidak mampu disampaikan, ada ketakutan-ketakutan.
“Kita mendukung pemerintahan, yaitu hari ini pilkada terus dilanjutkan, itu adalah suatu bentuk mendukung pemerintahan dan suatu bentuk mendukungan pemerintahan untuk dilanjutkan yaitu Bapak Akhyar Nasution menjadi Walikota Medan itu adalah hak mutlak kita,” tegasnya.
Di sisi lain, Andika juga mengucapkan terima kasih kepada Partai Demokrat dan PKS yang telah menolak RUU Ciptaker. Bahkan, kedua partai yang sangat peduli dengan rakyat ini juga solid memberikan dukungannya untuk pasangan Akhyar – Salman atau dikenal dengan jargon AMAN di Pilkada Kota Medan.
Berbicara Pilkada Medan, sambung Qahfi Siregar, ini menjadi unik. Diapun mengibaratkan, ketika seorang mahasiswa merebut jabatan ketua, pastilah harus melalui sebuah proses.
“Enggak kan mungkin baru masuk kita semester pertama, saya lah jadi Ketua IMM, enggak mungkin. Modalnya apa? Apalagi ini Kota Medan, kota terbesar dari 5 kota di Indonesia.
Masak yang mau jadi pemimpin, yang belum punya pengalaman sama sekali,” bebernya.
Dia menilai, memimpin Kota Medan ini bukan sebagai ajang coba-coba. Dari 4 kandidat yang ada, Qahfi mengatakan, hanya 1 kader yang lahir dari rahim Cipayung yakni Akhyar Nasution yang sejak tahun 1989 sudah menjadi kader GMNI.
“Ini yang perlu kita garis bawahi, bahwa kita dalam pesta demokrasi bukan hanya duduk manis, tapi harus memberikan kontribusi, kalau bukan kita siapa lagi. Saya berpedoman dalam suatu hadis, jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya,” tegasnya kembali.
Dia mengatakan hal yang wajar jika Medan ini masih seperti ini. Sebab, Akhyar belum sampai setahun ini menjadi Plt Walikota Medan, sedangkan 4 tahun sebelumnya hanya menjadi wakil.
“Bang Akhyar belum sampai setahun memimpin Kota Medan. Tanggal 21 Oktober 2019 baru diamanahkan menjadi Plt. Empat bulan memimpin udah Covid, jadi semua dana ke Covid. Tapi inilah pengalaman Bang Akhyar, mulai dari mahasiswa, anggota DPRD Medan, bertani, berternak, wiraswasta, wakil walikota, dan Alhamdulillah setahun sudah jadi plt walikota, sehingga mengetahui apa yang menjadi permasalahan di Kota Medan. Besar, kecil, lahirnya, bahkan saya berdoa meninggalnya juga di Medan. Ini kota kita, masak harus kita serahkan kepada orang lain. Ini menjadi permasalahan kita. Apakah kita mahasiswa diam saja, apa harus bergerak mendukung kader kita, karena tagline kita adalah kader dukung kader,” sambungnya.
Dalam kesempatan itu, Calon Walikota Medan, Ir Akhyar Nasution menjelaskan kisahnya dimulai dari sekolah, menjadi mahasiswa, dan bagaimana dia harus rela melepaskan embel-embel kemahasiswaan karena terganjal persoalan ekonomi.
Namun Akhyar tetap semangat. Dia pun bekerja di pabrik minyak goreng, hingga akhirnya kembali ikut testing dan masuk teknil sipil USU.
Tak hanya itu, Akhyar juga menceritakan pengalaman hidupnya hingga menjadi mahasiswa. Dalam hidupnya, Akhyar termotivasi dengan karya Chairil Anwar yang menyebut, hidup hanya sekali, berarti, setelah itu mati.
“Hidup itu harus berarti, berarti untuk siapa? Untuk bangsa dan negara. Jadi, salah satu dasarnya itu. Naluri aktivis, tidak bisa melihat ketidakadilan, tidak bisa melihat keangkuhan. Inilah yang saya alami, sewaktu saya masuk menjadi elit di Kota Medan, sejak menjadi anak anak, lahir dari seorang aktivis, pada saatnya keluarlah jiwa aktivis itu,” tegasnya kembali.
Kepada eskponen dan mahasiswa yang hadir, Akhyar menyampaikan, jika terjadinya hambatan, itu merupakan latihan agar daya tahan, daya juang, itu tetap tumbuh dan berkembang.
“Kalau belum apa-apa kita sudah loyo, yakinlah kita akan menjadi pecundang nanti. Jadi, adek adek sekalian, menjadi aktivis itu panggilan jiwa. Menjadi aktivis itu harus jelas, jangan ambivalen. Mau ke sini ya ke sini, enggak bisa dua kaki,” terangnya.
Sementara itu, Anggota DPR RI, Hinca Panjaitan membahas persoalan Omnibus Law yang terjadi. Bahkan tadi sekitar pukul 14.00 dilaksanakan sidang paripurna. “Ketok… apa yang mau dikejar? Karena itu saya bilang jangan buru-buru. Ini persoalan yang besar sekali. Inilah undang undang yang pertama kali sejak 75 tahun Indonesia merdeka,” ucapnya.
“Selesai saya melaksanakan tugas politik saya kemarin malam, bagi saya Kota Medan tetap nomor satu. Karena itu langsung saya balik ke mari. Dari 270 pilkada, ini penting Kota Medan. Karena itu, dalam rapat dengar pendapat dengan Kapolri minggu lalu, saya minta polisi netral. Karena memang dalam undang-undang harus netral,” jelasnya.
Hinca juga menegaskan, kekuasaan cenderung disalahgunakan. Maka dari itu, kata Hinca, power tidak boleh berjalan tanpa cek dan balance.
Pada deklarasi ini tampak hadir sejumlah mantan anggota dewan dari Provinsi Sumatera Utara dan juga Kota Medan seperti CP Nainggolan, Efendi Naibaho, dan Burhanuddin Sitepu yang juga Ketua DPC Partai Demokrat Medan.
================