Fotografer Senior DON HASMAN Berbagi Pengalaman & Tips ETNOFOTOGRAFI di Medan

Don Hasman. Foto: Istimewa

medanToday.com,MEDAN – Fotogfrafer senior Indonesia, Don Hasman berbagi pengalaman dengan warga Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut). Pria berusia 77 tahun ini mengungkap kisah perjalanannya mengelilingi dunia dan fotografi yang digelutinya sejak lama.

Don, sapaan akrabnya, telah mengunjungi tempat-tempat wisata dan bersejarah di sejumlah negara termasuk di Indonesia. Peraih 100 Famous Photographer in the World dari pemerintah Perancis ini mengisahkan perjalanannya melintasi daerah-daerah di Spanyol.

Dalam tayangan slide yang dipaparkan di Kafepotret Medan, Jalan Wahid Hasyim No. 90 itu terlihat beberapa frame foto tentang detail beberapa kota di sana. Dari kamera Don juga memperlihatkan beberapa gambar tentang interaksi sosial masyarakat di sana.

Tak hanya itu, Don juga memperlihatkan gambar langka tentang kehidupan masyarakat Baduy Dalam di Jawa Barat. Gambar itu sangat istimewa karena masyarakat Baduy Dalam sangat terkenal tertutup untuk orang luar, bahkan tidak boleh membawa peralatan modern apalagi memotret. Bagaimana Don bisa melakukannya?

“Kunci awalnya adalah niat baik dan ketulusan, serta ketekunan. Saya perlu 8 tahun untuk bisa diterima masyarakat Baduy Dalam. Selama itu, saya harus lebih dari 20 kali mengunjungi daerah itu. Awalnya saya tetap dianggap mengancam kelestarian budaya dan tatanan sosial mereka, tapi lama kelamaan, akhirnya saya diterima dan saya berhasil memotret beberapa kegiatan di sana. Tentu saja saya masih sembunyi-sembunyi, tapi akhirnya kedatangan saya ditunggu-tunggu mereka,” ujar pria kelahiran Jakarta 7 Oktober 1940 ini.

Menurutnya, sebagai seorang fotografer atau traveler harus memperkaya pengetahuan tentang daerah tertentu. Penguasaan dan pemetaan yang benar tentang suatu lokasi dari beberapa literasi akan membantu menyusun kebutuhan apa yang akan dilakukan di sana.

Sebagai seorang fotografer atau traveler harus memperkaya pengetahuan tentang daerah tertentu.

Don mengaku harus membaca lebih dari 15 buku berbeda jika akan mengunjungi tempat baru. Selain itu, Don juga memanfaatkan pengetahuan itu untuk lebih mudah melakukan pendekatan dengan masyarakat setempat.

Hal itu juga bertujuan untuk alasan keselamatan serta untuk mendapatkan informasi tambahan tentang daerah tersebut.

“Nah, dengan begitu kita punya teman baru di daerah baru. Jika kita baik dan punya komunikasi yang baik juga, maka semuanya akan menjadi mudah. Bahkan, untuk alasan ekonomis juga,” ujarnya.

Ayah dua putri ini mengakui bahwa tak banyak yang melakoni etnofotografi ini. Menurutnya, hanya ada 700 orang dari 6 miliar lebih penduduk dunia.

Bahkan di Indonesia, baru ada 2 orang. Don mengatakan, etnofotografi ini kurang diminati karena tidak menghasilkan uang bila dibandingkan dengan profesional fotografi lain.

“Ini tidak ada uangnya. Bahkan, banyak mengeluarkan uang lagi. Makanya, jarang ada yang minat,” katanya.

Namun untuk menambah pengetahuan atau memang punya keinginan kuat menambah pengalaman, maka Don mempersilahkan untuk melakukannya. Don juga menyarankan agar para pemula untuk mencari promo tiket perjalanan ke berbagai destinasi.

“Banyak promo tiket bahkan sampai nol rupiah. Saya sudah membuktikan saat perjalanan dari India menuju Thailand. Saya cuma bayar pajak bandara (airport tax). Harganya juga beberapa Euro (mata uang Eropa) saja. Sangat membantu,” katanya.

Don hadir di Medan sebagai Ten Master Photographer yang mengikuti Batak 1900 Imagery yang dilaksanakan dalam rangka 2nd Anniversary Kafepotret di Bakara, Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan sekaligus peringatan kemerdekaan RI ke-72.

Acara itu juga melibatkan fotografer profesional lainnya seperti, Goenadi Haryanto, Riza Marlon, Wita Marlon, Arbain Rambey, Makarios Sukojo, Moses Agustian, to, Nyoman Bayu, dan lain-lain.

Selain itu, Don dan para master fotografer lain dalam Batak 1900 Imagery juga mengunjungi situs istana Sisingamangaraja serta situs Tomak Sulusulu yang merupakan tempat Boru Pasaribu, Ibu Sisingamangaraja menemun Ulos.

Dalam kegatan yang berlangsung sejak tanggal 12 – 15 Agustus 2017 lalu itu, juga dilakukan sesi pemotretan kehidupan masyarakat Batak dalam setingan tahun 1900.(mtd/san)

=======================